Mohon tunggu...
Kaled Hasby Ashshidiqy
Kaled Hasby Ashshidiqy Mohon Tunggu... Jurnalis - hanya pria yang kadang-kadang suka menulis

Pencari fakta yang mengubahnya jadi kata-kata

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Guardiola + Mourinho = Simeone!

8 Mei 2014   17:43 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:43 493
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Sejak dulu saya pendukung berat Real Madrid. Begitu juga sekarang. Tapi belakangan saya dibuat terkesima dengan Diego Simeone. Selain karena kehebatannya membawa Atletico Madrid selangkah lagi menuju gelar juara Liga Primera Spanyol musim ini, caranya menyikapi sepak bola yang begitu bijak juga membuat saya respek.

Siemone dan Atletico Madrid seolah pemegang teguh pepatah ”tak ada rotan akar pun jadi”. Betapa tidak, dibandingkan dua rival utamanya di Liga Primera, yakni Real Madrid dan Barcelona, kekuatan finansial Atletico sejatinya tak ada apa-apanya.

Jika Real Madrid dan Barcelona bisa membeli ”rotan” (pemain bintang) dengan kekayaan mereka, maka Atletico cuma bisa membeli ”akar” (pemain nonbintang).

Nilai transfer Gareth Bale dari Tottenham Hotspur ke Real Madrid yang mencapai 1,5 triliun rupiah mungkin sanggup untuk menggaji semua pemain Atletico selama semusim, bahkan lebih. Mereka jelas tak mampu membeli pemain bintang sekelas Bale, ataupun Neymar yang dibeli Barca dari Santos dengan nilai total sekitar 1,6 triliun rupiah (termasuk pajak).

Alih-alih membeli pemain bintang, yang mereka lakukan justru sebaliknya. Atletico mencetak pemain bintang, kemudian menjualnya dengan harga yang meningkat berkali-kali lipat agar klub mereka bisa bertahan. Fernando Torres (ke Liverpool sebelum ke Chelsea) dan Radamel Falcao (ke Monaco) bisa menjadi sampel. Diego Costa mungkin akan jadi yang berikutnya setelah Chelsea mengaku tertarik memboyong sang bomber Timnas Spanyol berdarah Brasil tersebut, musim panas mendatang.  Siklus membuat “akar menjadi rotan” itu terus berlangsung di Vicente Calderon,  markas Atletico, entah sampai kapan.

Kesuksesan Atletico musim ini tak lepas dari kemampuan Simeone menyesuaikan gaya permainan timnya berdasarkan tipikal permainan lawan. Dalam sebuah wawancara dengan media di Sanyol, Simeone mengonfirmasi apa yang saya yakini tentang dia.

Simeone akan menginstruksikan timnya untuk bermain negatif begitu menghadapi tim dengan gaya permainan seperti Barcelona yang sangat kuat dalam penguasaan bola. Simeone sadar betul timnya tak bisa mengimbangi Barcelona jika ia bermain terbuka apalagi mencoba mengikuti gaya tim Catalan tersebut.

Sementara menghadapi Real Madrid yang tidak sekuat Barcelona dalam penguasaan bola, namun memiliki serangan balik cepat, Simeone berani bermain agak terbuka namun dengan pertahan yang rapat. Namun begitu menghadapi tim sekelas Chelsea yang suka bermain ultradifensif, maka Atletico akan bermain terbuka.

Kemampuan ini ia dapat dari pengamatannya terhadap dua pelatih terbaik dunia, Pep Guardiola dan Jose Mourinho. Kedua pelatih ini bak dua sisi mata uang yang saling bertolak belakang dan tak bisa disatukan. Rivalitas keduanya mencuat dan kian kuat begitu mereka berada dalam satu kolam yakni Liga Primera Spanyol, selama dua musim (2010/11 dan 2011/12). Mouriho menukangi Real Madrid selepas hengkang dari Inter Milan pada 2010. Sementara Guardiola mengarsiteki Barcelona sebelum hijrah ke Bayern Munich awal musim ini.

Siapa pun tahu, Guardiola adalah pelatih jenius yang menyuburkan gaya tiki-taka di Barcelona. Sedangkan Mourinho adalah pelatih yang ”menghalalkan segala cara” untuk menang, meski itu artinya ia harus menaruh sepuluh pemain di kotak penalti sendiri agar tak kebobolan dan hanya mengandalkan serangan balik untuk mencuri gol.

Dalam kacamata Simeone, tak ada yang salah atau benar pada strategi kedua pelatih tersebut. Masing-masing punya kelemahan dan kelebihan. Kelebihan itu yang diadopsi Simeone. Hasilnya, abrakadabra! Mereka hanya butuh satu kemenangan lagi untuk memastikan merebut gelar juara liga yang disandang Barcelona. Bukan cuma itu, mereka juga sejengkal menuju catatan sejarah baru Eropa, yakni merebut trofi Liga Champions untuk kali pertama.

”Saya akan mendebat orang yang mengatakan hanya ada satu cara untuk menjalani hidup. Hidup itu bisa dijalani dengan banyak cara, dan cara yang satu tak bisa dikatakan lebih baik dari cara lainnya,” kata Simeone bijak.


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun