Mohon tunggu...
Kaleb Haryanto
Kaleb Haryanto Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Hukum Indonesia Mulai Melebihi Hak Asasi, Menjerumuskan Keadilan, Menghilangkan Realita. Salah Siapa?

2 Desember 2018   00:17 Diperbarui: 2 Desember 2018   07:55 332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Halo blogger, kembali lagi dalam artikel saya. Kali ini saya akan membahas tentang bagaimana hukum di Indonesia berjalan. Sebelum kita membahas tentang pelaksanaannya kita pertama harus tahu tentang sistemnya terlebih dahulu. Dapat kita sadari bahwa sebenarnya pelaksanaan sistem hukum di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum Eropa, hukum agama, dan hukum adat. 

Sebagai bekas jajahan belanda, sebagian besar sistem hukum Indonesia diambil dari sistem hukum eropa, baik dalam hukum pidana maupun perdata. Selain itu hukum di Indonesia juga mengambil dari hukum adat dan hukum agama, dimana agama di sini adalah agama Islam sebagai agama mayoritas di Indonesia dan adat yang digunakan sesuai dengan adat lokal yang berkembang di negara kesatuan republik Indonesia ini.

Namun dengan adanya Sistem hukum yang kuat belum berarti pelaksanaan hukum menjadi efektif dan sejalan dengan sistem yang ada. Seperti yang dapat kita lihat di koran, berita TV, atau berita online, dalam prakteknya hukum di Indonesia masih menunjukan banyak sekali kelemahan. 

Dalam kasus Angelina Sondakh, awalnya tersangka diberikan hukuman selama 4,5 tahun penjara sebagai vonis dari kasus korupsi yang ia lakukan yang merugikan negara sekitar Rp 27,4 miliar, sebelum akhirnya hukuman itu ditambahkan MA menjadi 12 tahun penjara. Sedangkan dari kasus pencurian sandal seorang brigadir Polisi Satu Ahmad Rusdi Harahap oleh pelajar berinisial AAL diberi hukuman selama 5 tahun penjara. 

Dari kasus di atas sudah merusak pandangan rakyat mengenai hukum di Indonesia, bagaimana hukum tumpul ke atas tajam ke bawah. Masih banyak lagi kasus yang sama mirisnya dengan kasus di atas. Seperti seorang guru Sulawesi Selatan mencubit muridnya dan mendapat hukuman penjara, sedangkan siswa SMA yang merendahkan polwan yang mencegatnya menjadi duta narkoba. 

Nenek asyani terdakwa pencurian kayu divonis 1 tahun penjara, sedangkan PT Bumi Mekar Hijau yang menjadi penyebab kebakaran hutan hanya divonis membayar 1% dari total kerugian yang ada.

Nah pada kali ini ada juga kasus terbaru mengenai Ibu Nuril yang menjadi tersangka pelanggaran kasus ITE. Kasus ini dimulai dengan ibu Nuril yang merupakan seorang staf sekolah SMA 7 mataram yang mendapat perlakuan tidak baik dari kepala sekolah. Mulai tidak nyaman dengan pelecehan sexual yang dilakukan kepala sekolah, ibu Nuril memutuskan merekam percakapan kepala sekolah via telepon, dan melaporkan kepada dinas pendidikan. 

Akibatnya, kepala sekolah dimutasi dari jabatannya. Merasa tidak terima karena percakapannya tersebar, kepala sekolah melaporkan melaporkan ibu Nuril  ke pengadilan mataram dengan dasar pelanggaran UU ITE. 

Menurut pengadilan mataram, ibu Nuril hanya divonis penjara kota karena terbukti tidak menyebarkan rekaman tersebut. Tetapi setelah jaksa melanjutkan kasus ke MA, ibu Nuril terjerat pasal ITE dan dikenai denda 500 juta atau kurungan selama 3 bulan. Sedangkan kepala sekolah tersebut mendapatkan promosi dan tidak mendapat sanksi apapun. Dari sini kita dapat melihat betapa pangkat bisa mengatur hukum.

Maka dari itu kesimpulan dari artikel ini, saya sebagai penulis berpendapat bahwa seharusnya para penegak keadilan negara harus lebih tegas dalam mengatur anggota. Sehingga kasus-kasus salah vonis seperti ini tidak terjadi. Jadi, bukan hanya sistem hukum Indonesia yang harus kuat, melainkan Indonesia mempunyai para lembaga hukum yang jujur, kompeten, dan handal dalam melakukan tugas-tugasnya. 

Jangan sampai karena ulah satu anggota penegak hukum wajah hukum Indonesia jadi rusak. Akhir kata saya sebagai penulis memohon maaf bila salah kata dalam penulisan sehingga merugikan dan menghina pembaca. Terimakasih, sampai jumpa.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun