Mohon tunggu...
Okty Budiati
Okty Budiati Mohon Tunggu... -

Ibu rumah tangga yang gemar menari.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mengingatmu dalam Ruang yang Aneh

24 Desember 2015   22:57 Diperbarui: 24 Desember 2015   23:04 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Berjalan menghirup angus aspal dalam gumpalan asap roda bermotor, kakiku terjaga untuk tetap setia mengikuti rima langkah mungil anakku tepat di sore hari ini. Sebuah sore yang menenggelamkan ribuan jiwa pada kosong kota Nekropolis yang mendadak lengang, selain trompet serta puluhan barikade kendaraan besar serta beberapa kuda dari pasukan penjaga yang tergesa. Kebisingan itu pun hilang saat mataku tertarik sebuah energi bulan penuh berselimut awan tipis yang mencoba menggapai malam dari langit sebelah timur. Seketika saja detik seperti dingin membeku seperti salju di musim Desember yang pernah ku lewati puluhan tahun lalu dalam sendiri di tanah yang jauh. 

Sunyi yang begitu indah ini mendadak mengingatkan seluruh indera di tubuhku pada suaramu, pada kesabaran dan keyakinanmu akan hidup, sebuah keindahan yang tanpa lelah kau kirimkan padaku melalui aksara demi aksara. Sungguh semua menjadi begitu indah hingga aku tidak mampu menatap pada bulan itu terlalu lama, aku menjadi hilang, tiada. Setiada jasad ini saat hatiku pun terhenyak megahnya lembayung, gradasi warna yang kembali mengingtkanku akan dirimu. Warna yang akan menjadi pengantar hatiku dalam melewati malam ini, kini. “Apa kau dapat merasakan keindahan semesta meski kita di tempat yang berbeda, Sayang?”, lirih bunyi riak air dalam darahku. Detik demi detik kurasakan momen ini sebagai kejadian yang takkan dapat aku temukan lagi selain pada sebuah kenangan indah bersama anakku yang girang melihat sebuah KRL melintas dengan perlahan dari arah seberang jalan raya. 

Hingga langit malam pun mulai bergerak meninggi perlahan dari balik atap-atap rumah padat penduduk. Aku pun ijab anakku untuk melangkahkan kaki kami menuju rumah. Sebuah rumah yang akan menjadi pelepas segala penuhnya senja hari ini, namun mataku tiba-tiba saja terkaget-kaget saat melihat bendera kecil berwarna kuning dengan gagahnya mengalung erat di tiang listrik yang berada di ujung gang kami tinggal. Ah, pasti ada keranda besi yang akan lewat. Pada langkah yang ringah kuayunkan kedua kakiku menuruni lorong gang sambil mencuri wajah bulan yang siap tersimpan di saku torsoku. Pada akhirnya wangi malam dalam biru gelap, merayu lengkap, dan mengantarkan kami tepat di depan pintu rumah. Tanpa menunggu waktu, tubuhku terperintah untuk membuat kopi hitam. Kopi hitam yang akan membawa lamunanku pada malam kudus dimana malam ini, hanya malam ini aku bisa melihat sinterklas naik unta bukan rusa. 

 

Jakarta | 24 Desember 2015 

 

Photo dari WallpapersWide.com edited by photoshop. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun