Tulisannya di laman facebook yang menyoal tentang bagaimana seharusnya kitamenyikapi keberagaman itu sontak menjadi trending topic dan buahbibir. Banyak yang memuji meski tak kurang pula yang mencaci. Bukan sematakarena isi tulisannya. Tapi lebih dikarenakan, si penulisnya masihdikategorikan belia untuk sebuah tulisan yang dikategorikan “berat” tersebut.
Tulisan kali ini, saya buat dalam bingkai hari keluarga, bukan ingin menyoalperkara isi tulisan Afi di facebook tersebut. Tapi lebih semata kepadabagaimana membayangkan sosok orangtua Afi dalam membesarkan dan menanamkannilai-nilai kematangan dan kedewasaan dalam caranya memandang sesuatu.
Sebagaimana pernah disampaikan oleh seorang Dosen Psikologi UIN Malang, ElokHalimatus Sa’diyah, bahwa remaja sebetulnya lebih mudah melakukan perilakusehat saat dalam keadaan tanpa stres, karena ia mampu menyelesaikan persoalanyang dihadapinya dan penyelesaian tersebut berimplikasi langsung pada levelperilaku sehat remaja. Oleh karena itu, perilaku sehat remaja sangatdipengaruhi oleh kelekatan remaja pada orang tua, teman sebaya, dan rasa hargadiri. Kelekatan yang terjalin sejak awal kehidupan antara remaja dengan orangtua dapat berpengaruh ke tahap perkembangan selanjutnya yang akan mengarahkanremaja untuk melakukan aktivitas yang dapat meningkatkan kesehatan dankesejahteraan hidupnya.
Intinya setiap kata dan tindakan yang keluar dari mulut seorang anak, tentusaja akan banyak diwarnai oleh lingkungan terdekatnya, termasuk dalam hal ini keluarga.
Keluarga adalah figur utama dalam pembentukan jati diri seorang anak. Umum kita ketahui, seorang anak yang dibesarkan dengan cara yang tidak tepat lebih rentan untuk bermasalah di usia remajanya.
Kembali ke soal Afi, dia adalah anak pertama dari dua bersaudara. Ayahnya bekerjasebagai penjual cilok, sedangkan ibunya menderita Glukoma dan kehilangan penglihatan total sejak setahun terakhir sehinggadia lebih banyak beraktivitas di rumah. Mereka tinggal di Desa Yosomulyo,Kecamatan Gambiran. Banyuwangi. Dengan background orangtua seperti ini tentusaja Afi tidak dibesarkan dalam kondisi serbakecukupan. Bahkan menurutorangtuanya, aktivitas Afi sama saja dengan kegiatan anak-anak seusianya. Hanyasaja, Afi lebih suka berdiam diri di dalam kamar dan membaca banyak buku. Sebagaiorangtua yang sederhana ia hanya bisa berpesan agar Afi mau dan senang untukselalu membaca buku. Dengan arahan yang sederhana itu ternyata pemikiranseorang Afi bisa berkembang sedemikian pesat melampaui pemikiran anak-anaksebayanya. Dan satu kelebihan lainnya, seorang Afi mampu menuliskannya dengansistematika dan tujuan penulisan yang baik. Tidak alay seperti teman-temannyaatau tidak sok intelektual seperti kakak-kakaknya. Afi sekarang menjelmamenjadi sosok yang matang, minimal secara kepribadian. Dan inilah yangdibutuhkan Indonesia, dari anak-anak seusianya. Kedewasaan dan kemandirian, duakata yang mudah dikatakan, tapi masih sulit untuk dijalankan, oleh orangtuasekalipun...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H