[caption id="attachment_180494" align="aligncenter" width="300" caption="ibu bangsa hasri ainun habibie"][/caption] Senin (28/6) kemarin ada pengajian dan pembacaan doa tahlil bagi almarhumah Ibu Hasri Ainun Habibie, di kediaman BJ Habibie, di kawasan Patra Kuningan. Pengajian itu bertepatan dengan 40 hari setelah meninggalnya Ibu Hasri Ainun Habibie pada 22 Mei 2010 lalu. Pengajian dihadiri oleh ratusan jemaah, kerabat, dan keluarga dan diisi ceramah agama oleh Dr. Quraish Shihab. Dari Om Den Baga, senior saya di Jakarta, saya mendengar bahwa diantara tamu yang hadir adalah Bapak Menteri Perumahan Negara, Suharso Monoarfa, Wagub Tonny Uloli, Bupati Rusli Habibie, mantan Walikota Medy Botutihe, serta terlihat sesepuh milis Gorontalo Om Hengky Uno didampingi Istri tercinta Nyonya Mien Uno, dan tentu saja tuan rumah, Bapak BJ. Habibie yang menangis terharu atas Inisiatif warga Gorontalo di Jakarta ini. Bagi beberapa kalangan masyarakat, masih memperselisihkan persoalan peringatan 40 hari. Pertanyannya, apakah hajatan ini dilarang oleh Islam, termasuk bid'ah sesat atau tidak? Apakah perlu dilanjutkan dan dilestarikan  atau tidak? Saya hanya bisa tersenyum. :-) Saya pribadi berpikir masa silaturrahmi harus putus karena perbedaan pendapat. Ya teruskan aja peringatan 40 harinya. Ini sebuah kebiasaan baik yang ada di masyarakat. Ini namanya memanfaatkan momentum untuk saling silaturrahmi, saling menasehati dan  mengingat mati.. Kalau tentang kesesatan bid'ah, dalil paling kuat yang digunakan adalah Sabda Rasul riwayat Imam Muslim "Kullu Bid'atin Dhalalah" Semua hal yang baru dalam agama adalah sesat. Saya sepakat itu. Bagaimana kita mau beribadah dengan sesuatu yang tidak ada dasarnya.. Pertanyaannya sejauh mana batasan dan kriteria kebaruan yang terlarang itu? Mari kita lihat hadis Rasul tentang hal ini: "man ahdatsa fi amrina hadza, ma laisa minhu, fahuwa raddun" "barang siapa yang membuat sesuatu yang baru dalam perkara kami ini (agama), yang tidak berasal darinya (dari agama itu), maka itu tertolak." (HR. Bukhari dan Muslim) Dari hadis ini dapat kita simpulkan ada dua kriteria dan batasan bid'ah yang sesat itu: 1. Dalam persoalan agama Jadi segala kebaruan dan inovasi dalam hal dunia, seperti mobil, internet, komputer dsb itu bukan bid'ah dan tentunya itu tidak sesat. Sebab dalam hadis lainnya Rasul juga menyatakan, "antum a'lamu bi umuuri dun-yakum"  kalian lebih paham dengan urusan dunia kalian (HR. Muslim) 2.Tidak ada dasarnya dari agama Dasar agama itu adalah al quran dan sunnah. Dalam kata lain perbuatan itu sudah keluar dengan sempurna dari prinsip ajaran islam, itu bid'ah. Maka Ahmadiah itu bid'ah, praktek ibadah LDII yang menyimpang itu bid'ah, sebab itu tidak ada dasarnya dalam islam walaupun mereka mengatasnamakan islam. Selama ada dasar dari agama, maka tentu itu masih bagian dari islam. Semoga bisa dipahami Maka peringatan 40 hari bukan bid'ah, sebab baca alquran,  rangkaian zikir, ceramah, dan kumpul berdoa bersama itu ada dasar. yang jadi perbedaan tinggal cara pelaksanaan dan itu tidak memberikan dampak yang buruk bagi keberislaman individu atau masyarakat. Saya sepakat, fokus utama kita seharusnya bagaimana memperbaiki persoalan moral bangsa, memulai dari dari sendiri lalu mengajak orang lain. Untuk masalah perbedaan ini, silahkan masing-masing dengan pendapatnya asalkan dia bisa memahami dan bertoleransi dengan orang yang bersilang pendapat dengannya. Masalah bid'ah ini adalah persoalan klasik, yang hingga kini masih hangat, dan ke depan nampaknya masih akan terus lestari. tidak apa-apa, yang penting kita saling memahami dan tidak disibukkan terus menerus oleh persoalan khilafiyah ini. Jabat erat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H