Mohon tunggu...
Umarulfaruq Abubakar
Umarulfaruq Abubakar Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa Universitas Islam Indonesia - Yogyakarta

Saya menulis bukan karena saya pandai menulis, melainkan karena ada yang ingin saya sampaikan. Saya ingin memberi kepada bangsa ini dan berbagi dengan anak-anak negeri walau hanya dalam sebentuk tulisan. Hitung-hitung juga sebagai deposito amal untuk nanti setelah mati. Salam kenal buat semua. Kenalkan (sambil mengulurkan tangan): saya Umarulfaruq Abubakar, asal Modelomo-Boalemo-Gorontalo.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kesaktian Tulisan

9 Januari 2010   23:30 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:32 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Beberapa hari lalu, saya menerima sebuah surat dari seorang sahabat. Isinya adalah dorongan untuk terus menulis. Ada baiknya saya bagi kepada kawan-kawan, moga bisa lebih bermanfaat. Berikut suratnya... Buana. Apa kabarmu hari ini? [caption id="attachment_60833" align="alignright" width="235" caption="pena (forums.graaam.com)"][/caption] Kuingin katakan padamu kawan, setiap ada waktu menulislah engkau. Buatlah deposito amal melalui tulisan. Menulislah untuk mati. Setelah kau mati tidak ada lagi aktifitas amal yang bisa kau lakukan. Yang jalan hanya tiga amal: sedekah jariah, ilmu bermanfaat dan anak shaleh yang bisa mendoakan. Anak skarang belum punya. Sedekah jariah sangat-sangat kurang. Yang bisa diharapkan adalah mengamalkan ilmu yang kau ketahui, sesedikit apa pun itu. Karena disamping manfaat itu juga, mengamalkan ilmu adalah kewajiban. Menulis adalah salah satu cara untuk mengamalkan ilmumu yang sedikit itu. Tulisanmu itu tak harus berupa nasehat mulu. Engkau lebih patut menasehati dirimu sebelum menasehati orang lain. Yang paling penting tulisanmu mencerahkan, entah itu politik, ekonomi, sosial, dan lain sebagainya, dan tulisanmu itu benar dan adil. Benar itu artinya jujur dalam menyampaikan data dan berdasarkan ilmu serta informasi yang jelas. Adil artinya menempatkan sesuatu pada tempatnya; proporsional. Entah berapa lagi sisa hidupmu. Manfaatkanlah untuk hal-hal yang tinggi. Selama masih mampu untuk menggapai bintang, gapailah ia. Tidak usah dengan hal-hal remeh yang tidak saja menghabiskan waktu, tapi juga mengurangi iffah dan membuatmu kehilangan momentum dalam tikungan hidupmu. Untuk saat ini, kau bacalah sampai tuntas tetralogi Laskar Pelangi dan buku Anak Semua Bangsa punya Pramudya itu. Kau camkan kata-katanya, kau perhatikan gaya penulisan dan penuturannya. Buku ASB itu sudah menembus batas karya cemerlang seorang anak bangsa, telah diterjemahkan ke berbagai bahasa dunia. Artinya, di kalangan kepenulisan, sudah ada pengakuan—baik tertulis atau tidak—tentang kecemerlangan pilihan tutur, olah masalah dan penyampaian ide sang penulisnya. Kau cobalah untuk bertutur dan merangkai kalimatmu sebagaimana buku itu. Mungkin ada hal baru nanti bisa kau dapatkan. Dan terus terang, aku jadi suka menulis surat ini kepadamu setelah membaca rangkaian surat yang ditulis Panji Darman kepada Minke ketika menemani perjalanan Annelies ke Nederland. Aku terkesan dengan kata-kata Panji Darman bahwa “aku menulis bukan karena aku pandai menulis melainkan karena ada yang harus aku sampaikan.” Buana.. Coretan dan goresa pena kadang dapat berbicara mengungkapkan banyak fakta. Ia dapat menjadi catatan dan bukti sejarah. Walaupun hanya berupa susunan huruf yang bisu, sebuah tulisan dapat menceritakan sebuah kisah hidup yang panjang. Urutan-urutan kata--baik yang teratur mau pun yang tak beraturan-- dapat menjadi duta hati yang mampu menerangkan luapan kesedihan, gemuruh kegembiraan, noktah kemarahan, saksi ketidakberdayaan, kecemerlangan pikiran, keluasan pandangan, hikmah kebijaksanaan dan banyak ragam kehidupan. Sebuah peristiwa yang kelihtannya remeh dan tak berarti bisa menjadi sebuah kenangan, pelajaran, bahkan dokumen sejarah. Kejadian kecil yang luput dari perhatian kelak bisa menjadi ibrah dan hikmah. Buana... Lihatlah, betapa banyak kisah hidup para tokoh yang mungkin oleh masyarakat dizamannya dianggap biasa, namun saat ini kisah-kisah biasa itu telah menceritakan banyak hal. Goresan kehidupan bisa menjadi tolak ukur kemajuan dan kemunduran diri dari hari ke hari. Ia dapat menyibak tirai-tirai potensi yang mungkin selama ini belum tersingkap. Goresan penalah yang dapat selalu menjaga dan meminimalisasi berlalunya sebuah hikmah dan kenangan dengan begitu saja. Goresan sesaat dapat menghadirkan kembali masa-masa yang telah berlalu lengkap dengan yang mungkin sudah mulai hilang dalam benak. Ia bisa membuatku, engkau dan kita semua tersenyum, bergembira dan tertawa. Sepintar apapun dirimu Buana, secanggih apapun tingkat pengetahuanmu, kalau engkau tidak menulis, bersiaplah ditelan oleh dejarah. Begitu kata Om Pram. Demikian Buana.. Teruslah menulis sampai mati..Sebagai bekalmu kelak nanti..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun