Kedua sinetron ini memang sangat menarik. Banyak hal yang membuat kedua sinetron spesial Ramadan ini memiliki pesona tersendiri dibanding sinetron-sinetron lain. Banyak sekali alasan yang menjadikan sinetron Ketika Cinta Bertasbih (KCB) maupun Para Pencari Tuhan (PPT) menjadi tontonan pilihan.
Secara pribadi, saya sudah tidak asing lagi KCB ataupun PPT. Saya sebelumnya sudah sempat menonton film KCB 1 dan 2, saya juga sempat menonton PPT 1, 2 dan 3. Maka ketika ketemu dengan sinetron KCB 3 dan PPT 4 yang diputar Ramadan kemarin, saya bisa segera nyambung karena sudah mengenal karakter tokoh-tokohnya walaupun saya belum menonton kedua sinetron ini secara keseluruhan. Masih ada beberapa episode yang belum saya tonton, dan menontonnya pun loncat-loncat. Biarkanlah pikiran yang nanti akan mengurutkannya.
[caption id="attachment_269564" align="aligncenter" width="212" caption="sinetron KCB (http://stat.kompasiana.com/files/2010/07/kcb1.jpg)"][/caption]
Kali ini saya tidak ingin menyebutkan perbedaan kedua sineton ini, sebab itu sangat banyak. Dan memang dua sinetron ini pada dasarnya berbeda baik dari produser, pemain, jalan cerita, dan segmen pasar. Saya juga tidak ingin menyampaikan kritik, sebab itu jumlah kritik itu juga sangat banyak, dan untuk saya pribadi tidak banyak membawa manfaat. Sebab saya bukan produser film yang bisa memanfaatkan kesalahan yang ada untuk bahan perbaikan film dan sinetron selanjutnya. Saya bukan kritikus film dan sinetron yang kerjanya adalah membandingkan satu film dengan film lainnya, dan itu menjadi bagian kerja hidupnya. Saya pun bukan penulis pembanding yang menulis untuk mengkritisi tulisan lain berisi pujian terhadap dua sinetron ini.
Saya hanyalah penikmat seni dan ingin selalu mencari apa yang terbaru dan manfaat apa yang bisa saya ambil dari tontonan kali ini, yang kiranya bisa saya praktekkan dalam keseharian.
Ketika merenung-renung sejenak, saya pikir-pikir ternyata banyak kesamaan antara dua sinetron ini. Saya hanya menemukan sepuluh kesamaan. Silahkan pembaca sekalian menambahkan nanti.
Pertama, para pemain punya karakter yang kuat. Sosok-sosok yang ditampilkan benar-benar berbeda antara satu sama lain dan tidak saling terpengaruh oleh tokoh yang lain. Setiap tokoh punya cara spesial masing-masing berpikir dalam berfikir, mengungkapkan pendapat, mengambil tindakan, dan bahkan dalam memilih pakaian.
Di KCB, kita bisa lihat hal itu pada sosok Azzam, Furqan, Ilyas, Haji Samingan, Paimo, Paimin dan lainnya. Juga karakter yang kuat terlihat pada Anna, Husna, Qanita, Lia, Vina, Aprilia dan yang lainya.
Di PPT kita bisa melihat karakter kepribadian yang berbeda misalnya pada Bang Jack, Ust. Ferry, Udin, Asrul, Trio RW dan tiga murid Bang Jack. Juga kita lihat itu pada Kalila, Aya, Mira, Dara, dan yang lain.
Dalam kehidupan nyata begitu pula keadaanya. Setiap orang punya karakter yang berbeda. Setiap orang adalah unik. Setiap orang adalah istimewa. Setiap orang punya kemungkinan yang tidak terbatas. Maka tidak perlu ikut-ikutan. Jadilah diri sendiri yang istimewa dengan selalu berusaha memperbaikinya.
Kedua, dalam kedua film ini ada tokoh solutif. Setiap tokohnya ada kemungkinan untuk memberikan solusi atas setiap permasalahan, tapi tetap ada tokoh sentral yang bisa memecahkan masalah yang rumit. Kalau di KCB ada Azzam dan Ust. Mujab, kalau di PPT ada Bang Jack dan Ust. Ferry.
Apapun posisi kita, berbuatlah yang terbaik dalam posisi itu. Sangat indah rasanya menjadi makhluk pembawa berkah dan bisa menjadi solusi.
Ketiga, konflik yang tercipta sifatnya rasional, dekat dengan masyarakat kita, dan selalu ada pemecahan yang cerdas dan memuaskan.
Di PPT misalnya, Bang Jack dan Ust. Ferry bisa menyelesaikan persoalan uang palsu yang beredar di kampung kincir dan sempat menyebabkan tauran warga, juga memberikan jawaban yang meyakinkan kepada Robin atas perbuatannya mencuri harta koruptor untuk dibagikan kepada orang-orang miskin.
Di KCB, Ust. Mujab memberikan solusi bagaimana menghadapi orang seperti Haji Samingan dan pembatalan pernikahan Ustzh. Qanita yang ribuan undangan sudah menyebar luas.
Setiap masalah pasti selalu ada solusinya, namun kita perlu waktu dan kejernihan hati untuk menemukannya.
Keempat, lalu lintas gerak sumber penyelesaian masalah ada di mesjid dan mushalla.
Mesjid diposisikan tidak semata sebagai melaksanakan ritual ibadah saja, tapi juga menjadi tempat bersilaturrahmi, tempat rapat dan kumpul, membicarakan permasalahan umat, menyelesaikan persoalan umum, mengatur strategi hidup berjamaah dan lain sebagainya. Setiap ada masalah di Desa Kincir, mereka segera menemui Bang Jack di Mushalla At-Taufiq (seperti Udin dan Asrul), atau menenangkan hati di situ dengan shalat dan berdzikir (seperti yang biasa dilakukan Azzam).
Di Mesjid Darul Quran juga menjadi pusat dakwah. Dari sana Azzam dan Ilyas memberikan pencerahan kepada masyarakat. Ke sanalah tujuan Ronal dan gank motornya ketika ingin bertobat. Begitu juga ketika Mas Paimo lagi bingung, dia ke Mesjid. Ketika Anna dan Qanita ada masalah, mereka lebih memilih mesjid sebagai tempat menenangkan diri.
[caption id="attachment_269565" align="aligncenter" width="300" caption="sinetron PPT 4 (http://marketing.sctv.co.id)"][/caption]
Kelima, kedua sinetron ini bercerita tentang rencana poligami dan keridhaan istri pertama menerima orang lain di rumahnya.
Di KCB ada Anna yang siap menerima kehadiran Qanita, dan di PPT ada Aya yang siap menerima kehadiran Kalila. Bentuk penyikapan konfliknya memang berbeda, tapi kedua istri itu mengizinkan suaminya untuk hadirnya wanita kedua asalkan si suami tetap memperhatikannya dan berdiri di pihaknya. Tapi akhirnya tidak jadi. Baik di KCB maupun PPT, kedua suami yang sama-sama bernama Azzam itu tidak sampai melakukan poligami.Namun tetap ada pernik rumah tangga dalam perjalanan itu
Keenam, kedua sinetron ini mendekatkan masyarakat kepada ajaran agama. Di sini diajarkan bagaimana berserah diri kepada Allah, yakin kepada segala ketentuan-Nya, dan melandaskan segala pengambilan keputusan kepada tuntunan Al-Quran dan Sunnah yang dikemas secara sederhana sesuai dengan kondisi masyarakat kita. Di sini tuntunan agama selalu jadi solusi. Agama tidak lagi hanya menjadi sebuah simbol menghadapi hantu atau mengobati orang kerasukan. Setiap terdengar azan, semua pemain di kedua film ini dengan segera menyambut panggilan untuk shalat.
Ketujuh, dalam keduanya terdapat tuntunan untuk hidup mandiri dan saling tolong menolong dalam masyarakat.
Di PPT, semua orang tidak ada yang nganggur. Semua sibuk bekerja, baik ibu-ibu ataupun bapak-bapak. Kecuali Pak Jalal, ketika awal ia jatuh miskin. Tapi akhirnya ia dapat kerjaan dengan mengojek menggunakan motor Udin. Di desa ini juga ada peraturan tidak boleh membiarkan ada tetangga yang kelaparan. Bila sampai ada yang ketahuan, maka ia akan mendapatkan hukuman.
Di KCB, Azzam jualan bakso cinta yang dijaga oleh Husna dan Lia. Ust. Mujab, doktor Al-Azhar, jualan sandal dan pakaian. Semua tidak ada yang menganggur, kecuali satu orang yaitu Kiai Haji Samingan. Tapi ujung-ujungnya dia bekerja menggembalakan kambing. Ketika terpaksa rumahnya disita karena tidak bisa membayar utang, Pak Lurah, Azzam dan Ust. Mujab segera membantunya.
Kedelapan, kedua film ini dibesut oleh Sutradara senior dan profesional. Di KCB ada Chaerul Umam, tokoh dunia perfilman yang telah meraih banyak penghargaan tingkat nasional dan di PPT ada Deddy Mizwar yang ketokohannya dalam perfilman Indonesia tidak lagi diragukan.
Ketika sesuatu ditangani oleh ahlinya, maka kemungkinan besar akan menghasilkan hasil yang berkualitas dan memuaskan juga.
Kesembilan, ada satu orang tokoh yang bermain pada kedua sinetron ini. Dia adalah Yanto Tampan. Di KCB dia berperan sebagai Pak Sayuti, teman ngobrolnya Haji Samingan, dan di PPT dia berperan sebagai Mang Acip, karyawan Azzam yang menjadi Office Boy dan akhirnya tinggal dengan Bang Jack di mesjid ketika tiga murid Bang Jack pergi.
Kesepuluh, baik PPT maupun KCB, kedua-duanya hanyalah cerita fiksi belaka. Kalau ada kesamaan maka itu hanya merupakan kebetulan. Jadi tidak perlu kaget dan kecewa dengan tokoh yang berperan di kedua sintetron itu sangat shaleh dan santun, tapi ternyata kehidupan aslinya bertolak belakang dengan kepribadian dan penampilannya yang ada di kedua sinetron itu.
Para pemain itu terikat oleh kontrak main. Selesai proses shooting, semua kembali ke aslinya. Semua bergerak dan berbuat berdasarkan skenario dan arahan sutradara. Jadi tidak perlu terharu dan terbawa perasaan. Biasa saja. Tidak usah berlarut-larut. Tidak perlu terlalu dipikirkan dan diambil hati. Sekedar menonton, untuk diambil pelajaran.
Sebab kita masih di sini, di dunia kita masing-masing. Ada setumpuk kewajiban yang perlu kita pikirkan dan selesaikan dengan sepenuh hati, untuk menjadikan hidup lebih berarti dan memberi makna kepada semesta. Kembalikan fokus diri kepada kewajiban-kewajiban itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H