Mohon tunggu...
Janna Ahmad Nugraha
Janna Ahmad Nugraha Mohon Tunggu... Seniman - Ketua Umum PPKS Indonesia

Manusia musiman di muka bumi, akan pulang ke sorga jika bumi kacau.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Ngomongin Covid (Lagi)

3 September 2020   03:26 Diperbarui: 3 September 2020   03:28 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

-Renungan Adaptasi Kebiasaan Baru-

Saya agak kepancing dengan wacana penerapan kebijakan jam malam dan penutupan sebagian jalan protokol, bukan ga setuju tapi tanpa kita sadari ada step yang terlewat di masyarakat. Apa itu? Pemahaman tentang covid ini belum terbentuk secara masif, tidak menutup kemungkinan ada anggapan masyarakat bahwa covid ini virusnya menyebar di malam hari atau lebih ekstrem lagi lewat knalpot. Mungkin terdengar seperti anekdot, nyatanya penerapan menutup jalan protokol di malam hari menimbulkan kemacetan di titik lain (berkerumun dong manusia di titik lain), sekali lagi berkerumun karena jalan ditutup.

Okay kita runut ya...

Covid-19 ini akarnya adalah masalah medis timbul dari virus jadilah pandemi sampai sini masyarakat sudah paham, hanya saja konsentrasi pemerintah seakan buyar dengan lebih marak program terhadap dampak ketimbang program untuk akarnya.

Sekali lagi, saya angkat jempol dengan kebanyakan inisiasi dan program gotong royong untuk mengurangi resiko dampak dari pandemi, tapi tanpa kita sadari maraknya bantuan dari masker, hand sanitizer, alat pencuci tangan bahkan sampai kepada beribu-ribu ton pun sembako atau bantuan pangan yang di bagi tak akan pernah menyelesaikan masalah, mengurangi resiko mungkin iya. Karena saya pribadi yang ikut turun langsung memberi bantuan tidak pernah tau apakah saya atau yang menerima bantuan dalam keadaan positif atau negatif, kita tak pernah tau kalau tak pernah melakukan tes.

Yaaaaa betul, rapid test atau swab test semestinya menjadi kunci awal dari bantuan apapun yang diberikan pemerintah, pemerintah semestinya mengadakan tes masal untuk masyarakat gunanya untuk memfilter kondisi masyarakat sembari PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar), apakah pemerintah mampu? Harus mampu, karena masyarakat tidak bisa swadaya untuk membuat rapid/swab test masal karena harganya yang lumayan. Toh pemerintah bisa meluncurkan bantuan BLT subsidi gaji via BPJSTK yang besarannya Rp.600.000 per bulan, bisa jadi di susupi sosialisasi untuk menggunakan uang dari program tersebut untuk kepentingan rapid/swab test, atau bantuan lain yang langsung seperti PKH, itupun jika pemerintah tidak ada cover anggaran.

Lantas, apakah Adaptasi Kebiasaan Baru dapat efektif seharusnya bisa efektif? Status 'New Normal' di negara lain berarti menutup permasalahan Covid-19 dan membiasakan diri kepada aktifitas semula dengan beberapa protokol kesehatan, lagi-lagi kuncinya pemahaman, pemahaman yang baik akan muncul dari pola sosialisasi dan edukasi yang masif dan tuntas. Selama belum tuntas, kita masih dihantui dengan banyak kemungkinan dan ketakutan tentang Covid-19. Akhirnya kita sibuk dengan klaster baru ditengah-tengah Wuhan yang sudah mengadakan konser dan beraktifitas kembali seperti sediakala. Bahkan kita disibukan dengan mencari relawan vaksin tanpa pernah ada tes masal yang masif sebelumnya, minimal di zona merah.

"Sebagai penutup, siapa yang merasa terkena Covid-19 tapi belum tes?"

Trims,

Janna A. Nugraha

#JANNAMAUNYALEG

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun