Mohon tunggu...
Khair Lubis
Khair Lubis Mohon Tunggu... -

Pemuda berwajah cerah sudah bisa membuka kedua matanya tatkala tetangga-tetangga sekamarnya itu masih terlelap sangat nyenyak. Kedua tangannya meraih sehelai kain putih yang tenggelam di dalam ember merah yang berisi penuh dengan air. Tidak terlalu butuh waktu yang lama untuk menggapainya. Jarak yang cuma semester di bagian kiri tubuhnya. Sesaat sebelum menarik kain itu, matanya menyorot ke meja bagian jam yang anteng dari kemarin-kemarin, bahkan sebelum ia berada disana. Batinnya berbisik menggumam setelah berhasil menemukan jawabannya disana.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Segenggam Pembuncah Rasa

15 Agustus 2012   08:25 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:44 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Dedaunan masih mengiris haru

Memperhatikan diri ini yang bersolek untuk pergi ke hari yang berbeda

Menanggalkan cerita-cerita indah di malam-malam dengan wewangian dari syurga

&

Cinta ini hanya milik-Mu

Kalimat yang sering terucap di sela-sela rintihan tangisan di malam hari

Gemiriciknya mengusik para malaikat

&

Puasa ini adalah hamba-Mu

Sebongkah rayuan maut yang membinasakan

Mengupas habis cerita siang-malamku

&

Berikan sedikit saja kejujuran dari hati

Karena hampir-hampir saja aku melibaskan sebilah mata runcing ke dada

Membuatnya leluasa berlarian di area gumpalan darah yang munafik

&

Berikan sedikit saja sibghoh-Mu, celupan-Mu

Supaya aku tahu betapa berharganya seiap kedipan mata di hari ini

Yang mudah saja mengampaskanku, meleraikan semangat mudaku

&

Kepada hati,

Kembalilah kepada Ilah-mu, Tuhan-mu

Aku tidak bisa lagi memelukmu seperti saat dahulu

&

Karena aku tidak lagi pernah merasakan rinai air yang membasahimu

Berlalulah bersama lembayung senja yang hanya sesaat menemaniku menuju malam yang bersinar bintang

Katakan cinta ini untuk-Mu saja

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun