Mohon tunggu...
Kak Ardi
Kak Ardi Mohon Tunggu... profesional -

My name is kak ardi. my work is musician freelance. visit our medsos : FB : ka ardi Twitter : @kak_ardimusic

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pintar Gak Mesti "Sekolah" Dong... !!

3 Juni 2014   17:36 Diperbarui: 23 Juni 2015   21:45 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Boleh dibilang, kata ini abstrak sekali untuk dibicarakan pengertiannya secara detail. Banyak masyarakat umum mengartikan kata pintar dari sisi materi, lebih spesifiknya pintar diukur dengan bagaimana orang itu bisa sukses bekerja di perusahaan dengan gaji yang besar. Kadang juga ada yang mengartikan pintar dari ukuran bagaimana seseorang berhasil mengerjakan suatu pelajaran sekolah seperti Matematika, Bahasa, dsb. Bahkan, ada juga yang menilai kepintaran dari sisi bagaimana seseorang bisa memecahkan masalah yang dihadapinya dalam hal apapun. Dan yang lebih ekstrem, kepintaran seseorang bisa diukur dengan metode ilmiah yang biasa kita sebut Tes IQ.

Semua di atas bisa dibilang pengertian kata pintar menurut perspektif masing-masing. Ada tolak ukur yang berbeda-beda untuk menyatakan seseorang pintar. Tidak ada ketentuan khusus untuk mengartikan kata pintar. Artinya, semua orang pun bisa menganggap dirinya pintar menurut pemikirannya sendiri. Mungkin karena keabstrakannya itu, sehingga kepintaran seseorang tidak bisa juga ditolok-ukurkan untuk mengetahuinya.

Jadi gimana dong? Nah, lho jangan pusing tujuh keliling dulu. Coba kita tengok pendapat dari Mba Wahya Koordinator Sanggar Anak Alam Yogyakarta, “orang pintar adalah seseorang yang mampu mengatasi masalah yang dihadapinya”. Sambil negesin kalo Mba Wahya bener, Mas Bambang Wisudo Eks Wartawan Kompas juga setuju dengan hal itu. Menurut Mas pemerhati pendidikan ini “kata pintar tidak bisa ditunggalkan artinya. Kepintaran adalah sebuah kata yang mempunyai banyak arti, pandangan, pemahaman, menurut masing-masing orang dan tergantung konteks pembicaraannya”.

Secara fundamental peran pendidikan adalah memanusiakan manusia. Artinya melalui proses pendidikan setidaknya bisa mengantarkan manusia menuju kemanusiaannya yang lebih berarti untuk kehidupan. Lebih spesifiknya lagi, “manusia bisa membangun mutu hidupnya sendiri baik secara moral, ekonomi, sosial, dan budaya”, ujar Mba Wahya Koordinator SALAM (Sanggar Anak Alam) itu. Tapi kenyataan berbicara bahwa pendidikan di Indonesia sekarang ini sudah jauh arahnya dengan apa yang kita harapkan. Seperti yang dikatakan Mas Bahrudin, Koordinator Sekolah Alternatif Qaryah Tayyibah, “kita lihat saja dari laporan UNDP tentang Indeks Pembangunan Manusia, pendidikan kita masih saja terpuruk. Juga laporan-laporan lain dari PISA (Program Untuk Penilaian Pelajar secara Internasional) sama saja kita juga terpuruk”. Padahal entah dari segi kualitas, biaya, tujuan, ataupun yang lainnnya, pendidikan tetaplah sebuah peran yang sangat penting untuk kehidupan ini. So, pemerintah semestinya harus bertanggung jawab terhadap apa yang terjadi dengan pendidikan kita di Indonesia.
Pendidikan adalah proses hidup, dan kepintaran adalah salah satu produk proses tersebut”, ujar Mba Wahya dalam sebuah jawabannya lewat email. Setidaknya, dari pernyataan itu terlihat jelas bahwa kepintaran seseorang berkaitan erat dengan proses pendidikannya. Karena keeratannya itulah proses pendidikan menjadi sebuah cara untuk menuju kepintaran dengan model pendidikan seperti apapun. Artinya jika kita bedah model-model pendidikan yang ada sekarang ini seperti sekolah formal, sekolah alternatif, sekolah kejar paket, Home Schooling, dsb. Dia (pendidikan, Red) harus bisa membawa peserta didiknya untuk belajar supaya menjadi manusia “pintar” yang bisa menghadapi kehidupannya sendiri. Jangan mengorientasikan pendidikan dengan perkembangan zaman yang akhirnya menyeragamkan peserta didiknya untuk harus bisa mengikuti ‘pasar pendidikan’ yang ada di zaman sekarang, seperti yang telah terjadi pada sekolah formal kita saat ini. Lantas bagaimana dong caranya supaya kita menjadi pintar, kalau sekolah formal saja bisa-bisa bikin kita bodoh dalam menghadapi kehidupan?!

“Ya pintar itu kan akumulasi kepekaan dari proses hidup. Sekolah atau tidak sekolah ga terlalu berpengaruh. Bersekolah itu kan hanya mengikuti proses pengajaran yang berjenjang, dan tidak bersekolah berarti tidak mengikuti proses pengajaran yang berjejang. Tidak bersekolah itu bukan berarti tidak berpendidikan”, tegas Mba Wahya.

Nah lo, mulai ngerti kan sekarang cara yang ditempuh untuk menjadi pintar tidak mesti harus bersekolah formal friends. Itu hanya satu dari 1001 cara menjadi pintar. So, yang lebih penting tumbuhkan semangat juang untuk belajar dimanapun dan kapanpun. Jangan hanya di sekolah doang belajarnya. Karena begini friends, semua orang adalah guru dan semua tempat adalah sekolah. Maka, dimanapun kita berada harus tetap semangat untuk belajar. Dan ini adalah kunci dari segala-galanya, ya kan ? (kak ardi)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun