Mohon tunggu...
kakak irbah
kakak irbah Mohon Tunggu... Freelancer - content writer

Hai, sifat introvert membawaku senang dengan dunia menulis. Semoga karyaku bisa bermanfaat!

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Dari Asik Jadi Toxic: Perjuangan Lepas dari Ketergantungan Media Sosial

16 Desember 2024   06:38 Diperbarui: 16 Desember 2024   06:38 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
pexels.com/ Ketergantungan Media Sosial

 

Awalnya, media sosial itu jadi pelarian aku---hiburan simpel di tengah rutinitas. Scroll TikTok, lihat meme di Instagram, atau baca cerita di Facebook, rasanya seperti recharge otak setelah hari yang capek. Tapi, perlahan, aku mulai sadar ada sesuatu yang berubah. Media sosial bukan lagi bikin bahagia, tapi malah jadi beban.

Aku pernah ada di fase lama banget berkutat di media sosial. Dari yang awalnya cuma "refreshing," malah jadi terlalu banyak waktu terbuang. Bangun tidur langsung cek notifikasi, makan sambil scroll, bahkan waktu ngumpul sama keluarga pun aku sibuk ngeliatin layar. Apa hasilnya? Bukannya happy, aku malah makin cemas, insecure, dan merasa hidup ini kayak nggak cukup baik.

Paling parahnya, aku jadi sering bandingin hidupku sama orang lain. Ngeliat temen posting liburan, beli barang mewah, atau update soal pencapaian mereka bikin aku ngerasa kecil. Hal itu pelan-pelan bikin moodku buruk, produktivitasku turun, bahkan hubungan sama orang-orang terdekat ikut kena. Aku nggak pernah sadar kalau semua itu sebenarnya highlight kehidupan orang lain, bukan realita penuh mereka.

Waktu baca eBook berjudul "Stres Gratis, Healing Bayar. Cara Waras di Era Sosmed" ini aku awalnya tergelitik sama judulnya aja sih. Tapi setelah baca beneran merasa tertampar. Apalagi di bab tentang perbandingan sosial dan kecanduan media sosial, rasanya pas banget sama apa yang aku alami. Tapi yang bikin lega, buku ini nggak cuma ngasih fakta negatif tentang media sosial, tapi juga solusi.

Bab tentang digital detox dan membangun ruang positif di media sosial jadi panduan nyata buat aku. Aku mulai dari langkah kecil, kayak unfollow akun-akun yang bikin aku nggak nyaman, atur waktu untuk jauh dari gadget, dan pelan-pelan belajar mindfulness. Ternyata, hal-hal sederhana ini efeknya besar banget. Aku jadi lebih tenang, lebih produktif, dan yang terpenting, lebih sadar bahwa kebahagiaan nggak perlu datang dari validasi orang lain di media sosial.

Sekarang aku bisa bilang kalau media sosial itu bisa kembali jadi teman, bukan musuh. Aku masih pake Instagram atau TikTok, tapi lebih mindful dan nggak terjebak drama. Buat yang merasa media sosial mulai jadi toxic, aku rekomendasiin banget buku ini. Rasanya kayak diajak ngobrol sama teman yang peduli, yang nggak cuma kasih tahu masalahmu, tapi juga bantu kamu keluar dari lingkaran negatifnya. Kalau kamu mau baca juga bisa kunjungi akun Instagramnya @pemula_online. Sayonara stress!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun