Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024, sebagai aturan pelaksana Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Salah satu pasal dalam peraturan ini, khususnya Pasal 103 yang mengatur tentang kesehatan reproduksi usia sekolah dan remaja, menuai kontroversi. Pasal tersebut menyebutkan penyediaan alat kontrasepsi sebagai bagian dari upaya kesehatan reproduksi, yang memicu reaksi keras dari berbagai kalangan.
Wakil Presiden Ma'ruf Amin sendiri menekankan pentingnya mengkaji lebih dalam dan berdialog dengan berbagai pihak sebelum aturan ini diterapkan. Namun, perdebatan mengenai kebijakan ini tak terelakkan, terutama di tengah masyarakat yang masih kental dengan nilai-nilai moral dan agama.
Polemik yang Muncul
Kontroversi muncul dari kekhawatiran bahwa kebijakan penyediaan alat kontrasepsi untuk remaja dapat dianggap sebagai bentuk legalisasi pergaulan bebas. Dalam PP tersebut, tidak ada penjelasan yang tegas bahwa penyediaan alat kontrasepsi hanya diperuntukkan bagi pasangan yang sah secara hukum. Kekosongan ini membuka ruang interpretasi yang beragam, sehingga banyak yang berpendapat bahwa aturan ini dapat mendorong perilaku seksual di kalangan remaja.
Kementerian Kesehatan menjelaskan bahwa aturan ini ditujukan untuk pasangan remaja yang sudah menikah. Namun, banyak pihak yang merasa penjelasan ini tidak cukup kuat untuk menepis kekhawatiran akan dampak negatif kebijakan tersebut. Selain itu, Pasal 104 yang mengatur tentang "perilaku seksual yang sehat, aman, dan bertanggung jawab" juga menjadi sumber kontroversi karena tidak secara eksplisit menyebutkan bahwa perilaku ini hanya diperuntukkan bagi pasangan yang sudah menikah. Hal ini memunculkan pertanyaan tentang apakah negara secara tidak langsung melegitimasi hubungan seksual di luar nikah.
Liberalisme Sekularisme di Balik Kebijakan
Kebijakan ini dianggap sebagai cerminan dari pemikiran liberalisme dan sekularisme yang semakin kuat di Indonesia. Dalam pandangan ini, kehidupan manusia diatur berdasarkan kebebasan individu, tanpa mengindahkan nilai-nilai moral dan agama. Seks bebas di kalangan remaja, yang semakin marak, menjadi bukti nyata bahwa budaya liberal semakin mendominasi. Data dari BKKBN menunjukkan bahwa seks bebas di kalangan remaja Indonesia semakin meningkat, dan banyak yang berujung pada kehamilan di luar nikah.
Kondisi ini semakin diperparah oleh kebijakan pemerintah yang dianggap mempermudah akses kepada alat kontrasepsi tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjangnya terhadap moralitas generasi muda. Penyediaan alat kontrasepsi untuk remaja yang belum menikah dinilai sebagai bentuk legalisasi perilaku seksual di luar nikah, yang bertentangan dengan ajaran agama dan nilai-nilai budaya Indonesia.
Dampak Kebijakan terhadap Generasi Muda
Penerapan kebijakan ini diperkirakan akan berdampak negatif pada generasi muda Indonesia. Remaja, yang seharusnya fokus pada pendidikan dan pengembangan diri, akan terdistraksi oleh masalah-masalah yang seharusnya belum menjadi bagian dari kehidupan mereka. Kebijakan ini berpotensi memperburuk kondisi moral generasi muda, yang sudah menghadapi tantangan besar dalam era digital ini.
Selain itu, dengan kebijakan ini, negara seolah-olah mengabaikan peran penting keluarga dalam membentuk moral dan karakter anak. Pendidikan tentang kesehatan reproduksi memang penting, tetapi harus dilakukan dalam kerangka yang sesuai dengan nilai-nilai agama dan budaya, bukan melalui pendekatan yang terlalu permisif.