Selama masa pandemi COVID-19 memang kemandirian orang tua dalam pengasuhan anak sangat dibutuhkan. Orang tua yang mengalami stres dalam peran pengasuhan mereka cenderung menampilkan pengasuhan yang lebih negatif dan keras, interaksi yang kurang mendukung dan mengasuh dengan anak-anak mereka, dan melaporkan lebih banyak masalah perilaku anak daripada orang tua yang mengalami lebih sedikit stres (Whiteside-Mansell et al., 2007).
Para peneliti dari Universitas Michigan menyatakan bahwa stres dan ketidakpastian yang disebabkan COVID-19 telah memengaruhi orang tua dan anak-anak merasakan beban fisik dan psikologis. Hal ini akan berdampak negatif terhadap kesehatan fisik terakit imunitas anak dan perkembangan (psikologis) anak terkait kemampuan sosialisasi, pemecahan masalah terhambat, terhambatnya perkembangan aspek kognitif, sosial dan emosional anak.
Selain terkait krisis COVID-19 ada hal yang harus kita pahami terkait cohort anak generasi kini. Orang tua perlu mengubah cara pandang dan mindset tentang realitas pendidikan saat ini. Realitas pendidikan di zaman dulu adalah anak harus diserahkan pada orang lain utamanya sekolah, pendidikan untuk membuat anak juara dan membanggakan, serta sekolah mengondisikan kita untuk memiliki mindset bahwa belajar itu harus di ruangan khusus, di waktu yang sudah ditentukan, dengan orang yang expert di bidangnya. Kenyataan yang ada untuk generasi saat ini pendidikan pendidikan bukan satu hal yang bisa dilakukan di sekolah. Tanggung jawab orang tua lebih besar dibanding guru. Kebijakan Mendikbud saat ini adalah “Merdeka Belajar: belajar dimanapun kapanpun, suasana menyenangkan (bahagia) buat semuanya” karena konsep pendidikan saat ini adalah memerdekakan hati, fisik ,dan pikiran.
Salah satu cara untuk mengurangi beban fisik dan psikologis anak selama wabah COVID-19 adalah melalui pola pengasuhan yang love based parenting (pengasuhan berbasis cinta). Anak-anak generasi saat ini tidak lagi tanggap dengan fear-based parenting (pengasuhan berdasarkan ketakutan). Pengasuhan berbasis cinta adalah pengasuhan bukan dengan mengkondisikan anak melalui rasa takut akan hukuman, penghinaan, atau kehilangan cinta. Caranya bagaimana?. Berikut adalah tipsnya:
1. Memahami keunikan pada si kecil dan menghargainya.
Misalnya, anak kita tertarik untuk membantu memasak di dapur. Maka, yang harus kita lakukan adalah:
a. Perlu menyediakan peralatan memasak untuk mereka;
b. Mengenalkan mereka dengan ‘medan dapur’ yang akan dihadapi, seperti panas, cipratan minyak goreng, bau hangus, bau bumbu-bumbu yang akan menempel di rambut dan pakaian;
c. Selanjutnya, kita biarkan mereka melakukan eksplorasi di dapur. Apakah nantinya anak akan menjadi koki atau tidak, itu terserah dia;
d. Orang tua atau guru tidak memiliki hak untuk menuntut, memerintah atau memasang standar. Karena 3 hal itu hanya akan mematikan semangat elajar anak. Hal ini akan secara tidak langsung akan membangun kesadaran belajar tanpa tuntutan pada anak.
2. Orang tua harus belajar menciptakan kesempatan yang tepat bagi anak-anak untuk merasakan dan mengekspresikan emosi negatif mereka;