I} Identitas film
Jenis film: Drama Isu Sosial/ Mokumenter
Sutradara: Bambang "Ipoenk" Kuntara Mukti
Produser:Damar Ardi dan Suryo Wiyogo
Perusahaan Produksi: Lajar Tantjap Film
Ditulis oleh: Bambang "Ipoenk" Kuntara Mukti, Gin Teguh
Pemain: Jefri Nichol, Chicco Jerikho, Aksara Dena, Agnes Natasya Tjie
Penyunting: Fajar Kurniawan Effendy
Sinematografer: Ujel Bausad
Penata Musik: Bigheldy
Tanggal Rilis: 30 September 2021 (Bioskop Online)
Asal Film: Indonesia
Durasi: 85 menit
II) Orientasi
Film ini menceritakan tentang Sekelompok anak muda yang memperjuangkan hak-hak rakyat yang hidup tertindas menjelang reformasi 1998 yang penuh risiko di bawah pengawasan ketat para militer. Jefri Nichol memerankan Satriya, seorang pemuda cerdas dan kritis yang terus berjuang untuk kebebasan bersama dengan Aksara Dena yang memerankan Adam. Kisahnya terbagi menjadi dua bagian. Pertama, "Pertunjukan," mengisahkan perjuangan Satriya sebagai mahasiswa yang ingin mengadvokasi reformasi, serta usaha kakaknya, Adam , seorang anggota militer, untuk melindungi adiknya dari tekanan militer. Sementara itu, bagian kedua, "Perjalanan," memaparkan proses pembuatan film pendek kita diberikan gambaran proses shooting yang begitu menegangkan dalam bentuk dokumenter.
Proses ini direkam oleh wartawan asal Amerika yaitu Paul Whiteberg yang menunjukkan ambisi produser Linda (diperankan oleh Agnes Natasya Tjie) untuk menggambarkan semangat reformasi dalam film tersebut, dibantu oleh sutradara Panca (diperankan oleh Chicco Jerikho). Bagi mereka, narasi melalui sinema sama pentingnya dengan demonstrasi mahasiswa di jalanan. Berbeda dengan bagian pertama yang berisi adegan yang tegangan dan kejar-kejaran, bagian ini menyoroti konflik di antara kru selama produksi film
Film "Aum!" dari Bioskop Online menggambarkan perjuangan pemuda di akhir Orde Baru dengan latar belakang tahun 1998. Meskipun bergenre drama politik, film ini lebih mirip dengan mockumentary karena menggambarkan kesulitan membuat film pada masa itu dalam format dokumenter. Peristiwa reformasi 1998 menjadi momen besar bagi Indonesia di mana ada tahun 1998, terjadi peristiwa reformasi yang menjadi peristiwa besar bagi rakyat Indonesia karena seluruh bentuk kepemimpinan di Indonesia berubah secara penuh. Masyarakat yang dulunya dibungkam oleh pejabat negeri kini diberi kebebasan berpendapat. Melalui "Aum!", sutradara mempertanyakan kembali makna reformasi 1998 dengan harapan menginspirasi generasi muda saat ini, agar meneruskan perjuangan dari generasi sebelumnya dalam menegakkan demokrasi dan kebebasan berpendapat yang selalu memiliki tantangan berbeda di setiap generasinya.
Tahun
Penghargaan
Kategori
Penerima
Hasil
2021
Jogja-NETPAC Asian Film Festival
JAFF Indonesian Screen Award (Sinematografi Terbaik)
Ujel Bausad (director of photography)
Lajar Tanjap Films (production company)
Bioskop Online (production company)
Menang
JAFF Indonesian Screen Award (Honorary Mention in Directing)
Bambang 'Ipoenk' K.M. (director)
Lajar Tanjap Films (production company)
Bioskop Online (production company)
Menang
2022
Piala Maya
Film Cerita Panjang Terpilih
Damar Ardi dan Suryo Wiyogo
Nominasi
Penyutradaraan Berbakat Film Panjang Karya Perdana Terpilih
(Piala Iqbal Rais)
Bambang "Ipoenk" K. M.
Nominasi
Aktor Utama Terpilih
Chicco Jerikho
Nominasi
Aktor Pendatang Baru Terpilih
Aksara Dena
Nominasi
Aktor Pendukung Terpilih
Jefri Nichol
Nominasi
Aktris Pendatang Baru Terpilih
(Piala Tuti Indra Malaon)
Agnes Natasya Tjie
Nominasi
Penulisan Skenario Asli Terpilih
Bambang "Ipoenk" K. M. dan Gin Teguh
Nominasi
Indonesian Movie Actors Awards
Pemeran Pria Pendukung Terbaik
Jefri Nichol
Nominasi
Pemeran Pria Pendukung Terfavorit
Nominasi
sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Aum!
III) Analisis
Plot pada film ini tidak terduga dan menghadirkan dua plot twist yang menarik. Yang pertama terungkap di awal bagian kedua yaitu “perjalanan”, di mana tampak proses pembuatan film “Aum!” pada masa reformasi itu yang direkam behind the scenes nya oleh Paul Whiteberg. Dalam adegan tersebut, terungkap berbagai konflik yang dihadapi para pembuat film, Linda berkali-kali menyuruh rekan-rekannya untuk tak berisik. Omelannya paling sering tertuju ke Panca , yang selalu berteriak saat mengarahkan pemain dan kru. Situasi sedang genting dan mereka tak bisa menarik perhatian sehingga mereka melakukan pengambilan gambar secara diam-diam di bawah pengawasan militer yang ketat. Plot twist kedua muncul di bagian akhir film, yang mengungkapkan bahwa tokoh Panca memiliki sisi yang tidak terduga, tidak sesuai dengan ekspektasi penonton. Kehadiran plot twist ini menjadikan film "Aum!" semakin menarik karena tidak terduga, serta memberikan sentuhan unik yang membuat film ini berbeda dari yang lain.
Terlihat jelas tokoh yang paling semangat dalam proses syuting ini adalah Linda, yang berperan sebagai mahasiswa yang menjadi produser film nasionalis memiliki watak yang keras dan memiliki semangat dalam menyampaikan suaranya untuk reformasi lewat film, ia juga tampak turut menggebu-gebu ketika pengambilan adegan terakhir pada film yang mereka buat. Selain itu, tokoh Panca juga sangat menonjol, dengan sifatnya yang idealis dan egois sehingga Linda dan Panca tidak dapat bekerjasama dengan baik karena bertentangan pendapat .Watak karakter setiap tokoh diperlihatkan lewat beberapa adegan wawancara yang menjabarkan peran dan pemikiran masing-masing. Adegan tersebut bertujuan untuk memperjelas konflik yang dialami para tokoh kepada penonton serta pendapatnya masing-masing tokoh. Walaupun tegang, film ini menjadi lebih seru karena adanya adegan komedi yang dilakukan oleh para kru film selama proses penyuntingan film. Interaksi antara Panca, produser, kru, dan para aktornya terlihat begitu natural dan tidak kaku.
Dalam Aum!, penonton menyaksikan tiga lapis kenyataan lewat tiga kamera. Pertama, kamera yang merekam adegan film, atau Bagian 1 dalam Aum!-nya kamera ini dikendalikan oleh Anwar .Di bagian ini kita disuguhi pelarian Satriya dan kawan-kawan dari kejaran militer, yang dipadukan dengan simbolisasi melalui tari dan performance art. Selanjutnya adalah kamera dalam sudut pandang Paul Whiteberg yang merekam wawancara kru dan aktor. Paul adalah wartawan Amerika Serikat yang hadir untuk mendokumentasikan proses syuting. Kamera atau sudut pandang ketiga berasal dari kamera Paul dan asistennya, yang melakukan perekaman di balik layar (behind the scene). Melalui sorotan mereka, penonton diajak untuk mengintip dinamika kekuasaan antara Linda dan Panca, keluh kesah para kru, kegigihan aktor dalam mementaskan adegan terutama Satriya, juga suasana sepi nan mencekam saat Reformasi berlangsung.
Konflik yang timbul selama proses pembuatan film juga dipenuhi dengan kelucuan adegan yang terjadi di antara para kru. Interaksi antara karakter Panca, produser, kru, dan para aktor terasa sangat alami, mirip dengan suasana yang biasa kita saksikan dalam video behind the scenes suatu produksi film. Film ini menghadirkan sejumlah adegan komedi yang ringan, menambahkan keseruan bagi penontonnya. Adegan-adegan tersebut juga berhasil memperkuat pesan yang ingin disampaikan oleh film. Dengan cara yang halus, film ini menggambarkan realitas di mana kebebasan berpendapat terbatas dan korupsi, kolusi, serta nepotisme merajalela. Aktivis dan mahasiswa dalam cerita harus melangkah dengan hati-hati karena nyawa mereka dipertaruhkan. Selain itu, film ini juga mengkritisi hasil reformasi yang telah menjadi sejarah. "Aum!" bertujuan menyampaikan bahwa perjuangan belum berakhir setelah reformasi, karena kondisi masa lalu masih terus berlangsung dengan wujud yang berbeda hari ini.
III) Evaluasi
Menurut kamus besar bahasa Indonesia tahun 2016, AUM memiliki arti sebagai tiruan bunyi raung harimau atau singa. Judul Aum! dipilih untuk merepresentasikan era Soeharto, ketika Indonesia dianggap sebagai Macan Asia. Bahkan, simbol macan yang digambarkan mengejar karakter utama pada bagian awal film dijadikan sebagai representasi militer, yang kemudian diungkapkan sebagai simbol yang menggambarkan twist di bagian akhir film. Selain itu, terdapat juga beberapa adegan teatrikal yang menggunakan topeng macan dan suara-suara macan.
Keunggulan film ini terletak pada penampilan dua aktor utamanya, Jefri Nichol dan Aksara Dena. Keduanya berperan ganda dalam film ini, yang membutuhkan penampilan yang konsisten. Ketika menjadi Satriya dan Adam, Jefri dan Aksara berhasil menampilkan akting yang mengesankan, dengan gaya berbicara dan ekspresi yang sesuai dengan gaya aktor era 1990-an. Namun, ketika keluar dari peran tersebut, keduanya mampu menampilkan penampilan yang lebih santai. Selain itu, aktor-aktor lain juga berhasil mengimbangi penampilan mereka, sehingga keseluruhan pemain terlihat gemilang dalam perannya masing-masing. Tak ketinggalan, tingkah lucu dari para aktor yang berperan sebagai kru turut menyemarakkan film ini dengan harmoni yang menyenangkan.
Aum! menampilkan konsep cerita yang unik, terutama dalam menggunakan gaya found footage yang menggunakan handycam dengan resolusi rendah dan rasio 4:3, sehingga suasana tahun 90-an lebih terasa. Penonton juga dapat menemukan berbagai properti dalam film yang menambahkan nuansa vintage tahun 90-an, seperti radio, televisi tabung, dan gaya pakaian yang khas. Selain itu tone dan filter warna serta pencahayaan yang disesuaikan dengan latar waktu cerita. Pendekatan visual ini menjadi nilai tambah bagi film ini. Terkadang, kita mungkin telah menonton film Indonesia dengan setting jaman dulu, namun efek kameranya terlalu modern sehingga tidak sepenuhnya menghadirkan nuansa zaman tersebut. Namun, visual yang ditampilkan dalam Aum! berhasil menghadirkan nuansa zaman tersebut secara autentik, sehingga penonton merasa seolah-olah sedang menonton film yang benar-benar dibuat pada era 1990-an. Generasi yang hidup pada era tersebut pasti akan merasa teringat masa lalu dan terbawa nostalgia melalui visual film ini.
Sayangnya, beberapa adegan dalam film dimainkan dengan cara yang terlalu eksplisit, terutama dalam penggunaan unsur-unsur teatrikal di beberapa bagian film. Hal ini menyebabkan penonton harus berusaha lebih keras untuk memahami pesan yang ingin disampaikan oleh sutradara. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bagian awal film penuh dengan semangat dan diwarnai dengan adegan yang terkadang terasa tidak berhubungan satu sama lain. Selain dari itu, adanya banyak sudut pandang kamera yang berbeda juga dapat memicu kebingungan terhadap penonton karena tidak terbiasa dengan jenis film mokumenter ini.
Namun, dari film “Aum!’ terdapat pesan yang tersampaikan dengan baik yaitu Dengan memfokuskan perhatian pada tema ini, Aum! berperan sebagai suatu peringatan yang menggambarkan bahwa warga negara masih belum sepenuhnya bebas dalam menyuarakan pendapat mereka. Bahkan, saat ini penguasa memiliki kemampuan untuk dengan mudah memprovokasi kelompok tertentu untuk melakukan tindakan pembungkaman. Selain itu, meskipun Indonesia telah merdeka selama bertahun-tahun, masyarakat tidak sepenuhnya dapat merasakan kebebasan berpendapat karena seringkali dihadapkan pada hambatan dan pembatasan. Sebagian dari mereka yang mengungkapkan pendapat tentang kebijakan seringkali diabaikan, yang pada akhirnya menyebabkan rasa frustasi dan kehilangan semangat untuk bersuara. Pesan yang disampaikan dalam film 'Aum!' adalah pentingnya untuk tetap teguh dalam menyuarakan pendapat, karena jika menyerah dan tidak peduli, hasilnya hanya akan menjadi kekalahan yang lebih besar.
IV) Rekomendasi
Jika dilihat dari konteks saat ini, tantangan kebebasan berpendapat pada zaman sekarang adalah UU ITE yang sering digunakan sebagai alat untuk menekan mereka yang berani menyuarakan kritik terhadap penguasa. Tagline promosi film ini adalah "Tak Dapat Dibungkam!", yang tentunya menggelorakan semangat para aktivis muda saat ini untuk menghadapi tantangan tersebut. Tagline ini juga menjadi daya tarik utama dari film Aum!. Secara keseluruhan, menurut saya film Aum! wajib ditonton oleh masyarakat, apalagi para remaja. Dengan adanya pesan moral yang disampaikan oleh film ini, dapat menginspirasikan generasi muda untuk melakukan perubahan dan bertindak demi kemajuan bangsa Indonesia. Genre film yang tidak biasa juga membuka mata saya dengan adanya film bergenre mokumenter yang menurut saya sangat unik, walaupun filmnya sederhana dan mengambil tempat di latar dan properti yang kuno. Akting para aktor juga tidak terasa kaku sama sekali sepanjang film dan semuanya dapat saling melengkapi peran masing-masing. Durasi film nya tidak terlalu panjang yaitu 85 menit sehingga tidak terasa membosankan. Permasalahan kebebasan berpendapat selalu memiliki tantangan yang berbeda setiap generasinya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H