Mohon tunggu...
Esa Khairina
Esa Khairina Mohon Tunggu... -

Life is too short to be just ordinary. My another online journal: http://echakhairina.multiply.com/ Enjoy! :D

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dear Lucerne, with Love part 1

22 Januari 2012   06:51 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:35 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tadinya Wanda berniat untuk naik tram, tapi apartemennya toh nggak begitu jauh, dan sekarang masih pukul sepuluh. Sambil bersiul kecil, ia berjalan menyusuri deretan pub dan kafe di Old Town, kemudian menyeberangi Chapel Bridge yang merupakan landmark kota Lucerne. Setiap kali melewati jembatan kayu yang dibangun tahun 1300-an itu, Wanda selalu terpikat pada lukisan-lukisan segitiga di setiap rangka jembatan, menceritakan sejarah dua pelindung Lucerne.

Udara yang mulai menghangat membuatnya memberanikan diri untuk membuka winter coat, kemudian kembali berjalan santai. Terkadang ia menjepret pemandangan Lucerne dengan kamera HP-nya dan dikirim ke ponsel Niken, adiknya di Indonesia yang memiliki ketertarikan besar terhadap Eropa. Biar kata kakak-beradik, tapi penguasaan Bahasa Jerman Niken jauh lebih baik, dan adiknya juga cerdas dan kritis. Apalagi kenyataan bahwa cewek itu lebih sering main-main daripada belajar, membuat Wanda terkadang menaruh iri padanya.

Wanda kembali menghembuskan nafas, kemudian mempercepat langkahnya. Dan sialnya, karena terburu-buru, ia tak sengaja menabrak seorang perempuan berambut pirang bermuka judes.

"Ah, maaf," ucapnya dalam Bahasa Jerman.

"Hati-hati dong, Mbak! Mbak punya mata, kan?" omel si pirang ketus, kemudian asal menyambar tas Louis Vuitton. Ketika ia berjalan di depan, Wanda baru sadar tas mereka sama.

Mengedikkan bahu, Wanda bangkit dan berjalan sampai ke apartemennya, lalu menjatuhkan diri ke atas kasur. Ia baru saja akan memejamkan mata ketika tiba-tiba ponselnya berbunyi. Dari ibunya di Indonesia.

"Halo, Ma? Iya, alhamdulillah Wanda sehat.... Niken udah balik? Oh, ya, ya, syukur deh. Apa? Tas yang waktu itu?" Wanda memukul keningnya sendiri. "Iya, deh, iya, iya. Mungkin Sabtu besok kali, Wanda sih udah beli tiket ke Changi, nanti baru ke Jakarta. Oke, Ma, nggak kok, belinya nggak jauh."

Menonaktifkan handphone, Wanda bangkit dan meraih tasnya. Sialan, kenapa dia lupa membeli tas pesanan ibunya? Tanpa mengganti pakaian, Wanda keluar dan berlari-lari kecil.

Untunglah toko tempat ia membeli tas yang diirikan ibunya tidak terlalu jauh, jadi dia nggak perlu boros-boros pass ticket untuk tram. Dan untung juga, tas yang diinginkan ibunya itu masih ada dua. Bersenandung kecil, dibawanya tas tersebut ke kasir.

"190 franc persis," kata si kasir.

Wanda mengangguk, kemudian membuka tasnya. Sejurus kemudian ia mulai panik karena dompetnya tidak ada! Begitu pula buku catatan kuliah dan paspornya!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun