Mohon tunggu...
Esa Khairina
Esa Khairina Mohon Tunggu... -

Life is too short to be just ordinary. My another online journal: http://echakhairina.multiply.com/ Enjoy! :D

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dear Lucerne, with Love part 1

22 Januari 2012   06:51 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:35 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Lagi-lagi hujan...."

Ia menghembuskan nafas, menghasilkan uap dalam prosesnya. Ditatapnya butiran air yang membasahi kaca bening jendela. Dihirupnya secangkir kopi, lalu dirapatkannya winter coat. Jangankan hujan, di musim panas saja hawa Lucerne lumayan menusuk!

Wanda Ayuningtyas Sadewi, si orang Indonesia keturunan Jerman, menatap arlojinya sejenak, kemudian mendesah dongkol. Sudah hampir satu jam ia menunggu di sini, dan kawannya, Liberty, belum juga datang. Ke mana sih anak itu?! Jangan bilang ketinggalan tram! Eh tapi tidak mungkin juga, berhubung tram di Lucerne datang dalam hitungan menit.

"Are you waiting for someone, Miss?"

Wanda mendongak, kemudian tersenyum tipis. Sejak pertama kali ia memesan makanan di kafe ini dalam Bahasa Inggris, pelayan-pelayan selalu menyapanya dalam bahasa itu. Padahal Wanda sebetulnya lumayan bisa Bahasa Jerman, walau nggak jago-jago amat.

"Yes," tukasnya, melemparkan senyum. Dirogohnya saku, dan diambilnya selembar uang 5 Franc, dan diberinya si pelayan uang itu. Biasa, uang tip kalau ia kelamaan nunggu di kafe.

Akhirnya dengan tidak sabar, dikeluarkannya ponsel, kemudian menekan nomor Liberty, teman seapartemennya. Cewek Amerika tulen yang kalau ngomong suka seenak jidat dan agak childish, tapi luar biasa baik hati. Kadang Liberty memang suka ngabisin sabar, tapi dia satu-satunya orang yang dapat Wanda andalkan.

"Halo, Liberty? Di mana kau?" tanyanya dalam Bahasa Jerman, pelan-pelan.

"English, okay? This rain is so heavy, I must stay at my class. My teacher begged me to help her, I'm sorry Wanda... halo?"

Memaki dalam kejengkelan, diletakkannya ponsel dengan kasar ke atas meja, kemudian buru-buru menghabiskan kopinya. Kalo tau begini ngapain dia bengong kayak sapi ompong di kafe? Mana rugi lima franc pula! Huh, dasar!

Wanda berdiri, mengancing pullover-nya walau sebenarnya winter coat sudah cukup menghangatkan. Ia keluar dan anehnya, hujan berhenti. Tinggal berupa gerimis kecil yang tidak mengganggu. Dihirupnya aroma hujan, salah satu bau yang disukainya. Hujan di Lucerne selalu menyisakan pemandangan indah yang simpel. Sayang untuk dilewatkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun