Mohon tunggu...
Amalia Kairani Mardiana
Amalia Kairani Mardiana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Menulis menemukan makna dan menipiskan luka

Anak muda yang hobinya santai tapi maunya memberikan dampak untuk sesama. Suka hewan berbulu kecuali Anjing dan Burung. Maunya sih produktif tanpa dibatasi, tapi apalah daya setiap manusia diberikan kebebasan yang terbatas. Dalam artian, bebas dalam lingkup yang sewajarnya saja. Masih jadi Mahasiswi di Universitas Negeri Jakarta, Prodi Ilmu Komunikasi. Lebih jauh tentang saya, ada di @kairanidiana

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menilik Ketulusan dari Keadaan, Kasih Mereka Sepanjang Hayat

10 Oktober 2020   02:31 Diperbarui: 10 Oktober 2020   02:35 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mbah satu tahun yang lalu|dokpri

Genap satu bulan lalu, saya dan keluarga diberikan kabar bahwa mbah sedang tidak fit seperti biasanya. Orang rumah mengeluhkan kalau mbah sudah mulai sulit untuk berjalan. Jangankan berjalan, bangun dari tempat tidur saja sudah mulai lesu dan lemas. Bahkan kami sekeluarga sempat dikabarkan kalau mbah jatuh dari tempat tidur karena ingin ke toilet. Memang hal ini termasuk wajar, karena mbah pun sudah berumur kurang lebih 85 tahun.

Hal yang paling memilukan bagi saya adalah ketika ayah dikabari orang rumah, bahwa di bawah kasur mbah, ada kotoran dan pipis nya menempel pekat. Mendengar hal itu saya sudah tidak bisa berkata-kata lagi. Padahal satu atau tiga bulan yang lalu, saya masih bercanda ria dengan mbah.

"Mbah kini harus ditemani dan didampingi, tidak boleh lagi ditinggal sendiri. Fisik dan psikologis nya sudah tidak mendukung, meskipun sudah ada orang rumah, tetap saja peran kami sebagai  anak dan cucunya masih dibutuhkan disisinya."

Seharusnya sebagai seorang anak, kita tak perlu disuruh untuk menunjukan baktinya kepada kedua orangtua. Menjadi hal yang wajib bagi kita seorang anak, untuk mulai merawat mereka ketika sudah mulai menua. Merawat mereka memanglah cukup melelahkan, tapi coba pikirkan, rasa lelah itu mungkin tidak sebanding dengan orangtua yang telah mengurus kita sedari bayi hingga dewasa. Bayangkan, berapa tahun kita diasuh dan dirawat oleh orangtua dengan penuh kasih sayang?...
Lalu saat ini, ketika berganti kita yang harus merawat mereka perlu pertimbangan?...
Saya rasa itu tidak sepadan.

Tidak sepadan dengan jasa dan keringat yang bercampur air mata saat mereka mengasuh kita. Saat mereka berjaga malam ketika kita sedang demam, membawa ke rumah sakit ketika sudah mulai ada gejala pilek ataupun batuk, tetap menyuapi dengan sabar ketika susah makan, juga mengantarkan ke gerbang pintu sekolah untuk pertama kalinya. Bagaimana dengan semua hal diatas ?...
Bagaimana dengan tingkat kesabaran mereka?...
Berapa tahun kita dididik dan diasuh oleh mereka?...

Saya disini hanya menyampaikan, keadaan kita sekarang tidaklah terlepas dari peran besar dari orangtua. Didikan pertama dari orangtua lah yang mengantarkan kita menuju ke gerbang kesuksesan masa depan. Maka ketika hal merawat dan mengurus dikesampingkan, rasanya saya sudah tidak paham lagi bagaimana alur berfikir seperti apa yang dipakai?... Teganya menyia-nyiakan orangtua tanpa berfikir dengan matang.

"Karena kita tidak pernah tau siapa yang duluan meninggalkan, kita yang masih muda atau mereka yang sudah renta". 

 Kematian adalah rahasia yang dipegang tuhan.Tugas kita adalah membenahi diri sebagai bekal persiapan menuju sang illahi.
Mungkin itu sedikit yang bisa saya sampaikan, semoga kita semua menjadi seorang anak, ibu, bapak dan keluarga yang juga mencintai dan menyayangi orangtua seperti layaknya cinta dan kasih mereka kepada kita.

Hai temen-temen kompasiana!!!...
Sudah lama ya kita tidak bersua lagi di kolom Comment...
Saya rindu dengan riuhnya kolom comment yang selalu mengatakan "salam saya...". Khas nya kompas banget, orang-orang nya ramah, kalau mengkritisi pake salam dulu. Tak ayal klo budaya indonesia kental banget disini.
Mohon kritik dan sarannya, karena kritik dari temen-temen semua, membantu saya untuk terus mengembangkan tulisan ini menjadi lebih baik lagi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun