Mohon tunggu...
Kahla Sabrina Ayudeli
Kahla Sabrina Ayudeli Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Universitas Gadjah Mada

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Museum Ullen Sentalu: Menjelajahi Dunia Dongeng

13 September 2024   08:58 Diperbarui: 13 September 2024   09:01 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

   Yogyakarta memiliki keindahan tersendiri yang selalu memikat setiap mata yang memandang. Sejak kali pertama aku membuka mata di kota ini, ia tak pernah berhenti membuatku kagum. Bagiku, Yogyakarta adalah tempat pelarian dimana jiwa yang lelah dapat menemukan kedamaian, di tengah gemuruh riuhnya kehidupan yang tiada henti. Pesona Yogyakarta bukan hanya dari candi-candinya yang menjulang bak istana atau pantai-pantainya yang memikat jiwa, Kota ini memiliki kekuatan magis di setiap sudutnya, di antara senyum ramah penduduknya, di pasar-pasar tradisional yang ramai oleh cerita, dan di jalanan yang penuh dengan kenangan.
   

Di kala keraguan memilih di sekian banyak destinasi wisata di Yogyakarta, Kaliurang menjadi tempat di mana ketenangan dapat ditemukan tanpa takut dikecewakan oleh rasa jenuh. Kemarin, aku dan teman-teman mengisi liburan dengan mengobati kerinduan kami akan keindahan Kaliurang. Meski sudah beberapa kali mengunjungi tempat ini, biasanya hanya untuk jalan-jalan santai. Akan tetapi,  kali ini terasa berbeda. kami tiba saat jam masih menunjukan pukul 10.30 pagi. Disambut dengan suasana mendung dengan udara dingin menyentuh kulit kami, serta pepohonan yang terselubung kabut, menciptakan suasana mistis. 

Tempat pertama yang kami kunjungi adalah Museum Ullen Sentalu, yang letaknya menyatu dengan alam di kaki Gunung Merapi. Nama Museum Ullen Sentalu berasal dari singkatan "ULating bLENcong SEjatiNe TAtaraning LUmaku," yang bermakna "nyala lampu blencong sebagai petunjuk bagi umat manusia dalam melangkah dan meniti kehidupan." Museum ini menyimpan kekayaan warisan seni dan budaya Jawa yang bersejarah. Bangunannya memiliki aura sejuk yang mempesona bak dunia dongeng. Perpaduan arsitektur modern dengan patung-patung tradisionalnya menciptakan suasana yang terasa magis dan seolah-olah berada di dunia lain. Awalnya, aku berpikir bahwa kunjungan ke museum akan terasa membosankan, namun ternyata aku keliru. Pandanganku berubah sepenuhnya begitu bertemu dengan Tina, pemandu wisata di museum tersebut.  Kunjungan ini menjadi sangat menarik dan membuatku ingin kembali.
  

Di Museum Ullen Sentalu, terdapat tiga pilihan tur yang bisa kamu pilih: Adiluhung Mataram, Skriptorium, dan Vorstenlanden. Kami memutuskan untuk memilih tur Vorstenlanden, dengan biaya masuk sebesar 100 ribu rupiah. Tur ini memberikan gambaran tentang zaman keemasan raja-raja Mataram , pecahnya kerajaan Mataram, perbedaaan budaya Jawa dan Solo dan berlangsung selama 60 menit.Selama tur, kami bebas mengajukan pertanyaan apa pun seputar Vorstenlanden atau museum secara umum. Bagiku, tur Vorstenlanden benar-benar layak menerima pujian.

Ditemani oleh pemandu yang berwawasan luas dan durasi tur yang lebih lama, kami diajak untuk menyelami jejak sejarah Kerajaan Mataram, mendalami budaya Jawa, serta menikmati koleksi literasi, lukisan, batik, dan berbagai warisan budaya lainnya memungkinkan kami untuk benar-benar mendalami setiap cerita yang disampaikan. Selain itu, hanya dalam paket tur ini kami mendapatkan coffee break dan cookies time,  yang menambah kesan istimewa pada pengalaman tersebut. 

Pemandu wisata kamai kak Tina juga merupakan sosok yang lucu dan penuh kehangatan. Ia gemar menebar senyuman. Setiap kisah yang ia ceritakan selalu terselip humor yang membuat kami tertawa, menjadikan tur kami lebih menyenangkan. Bukan hanya karena penjelasannya yang jelas dan mudah dipahami, tetapi juga karena keramahannya yang membuatku merasa betah di sana. Kehadirannya membawa suasana yang hidup dan akrab, membuat setiap sudut museum terasa lebih dekat dan penuh cerita.

Eser Huis
Eser Huis

  Gedung ini merupakan tempat di mana tur terakhir Vorstenlanden berakhir. Di sini, kami diberi penjelasan tentang perpaduan budaya yang tercermin dalam pakaian. Menurut penjelasan dari kak Tina, busana wanita yang belum menikah biasanya berwarna cerah, yang kini sering disebut sebagai cewek kue, sedangkan busana wanita yang sudah menikah cenderung berwarna gelap, yang mungkin saat ini orang orang menyebutnya sebagai cewek bumi atau mamba. 

Namun, terdapat lukisan wanita paruh baya yang mengenakan kebaya berwarna cerah. Tina, pemandu kami, mengungkapkan bahwa pada kebaya tersebut terdapat pola segitiga di kain bawahannya, yang ia sebut dengan istilah tertentu. Jika pola tersebut berada di bagian depan, itu menunjukkan bahwa wanita tersebut masih lajang. Jika pola tersebut berada di belakang, berarti wanita itu sudah menikah. Apabila pola berada di samping, itu menunjukkan bahwa wanita tersebut telah ditinggal suami atau pernah menikah. Posisi pola yang miring, seperti arah timur laut atau barat laut, menandakan bahwa wanita tersebut adalah seorang janda. Penjelasan ini menambah dimensi baru pada pemahaman kami tentang simbolisme dalam pakaian tradisional.

   Perjalanan kami di museum ditutup dengan sebuah coffee break yang menyenangkan. Kami disajikan teh hangat dan cookies manis di Eser Huis, yang menjadi teman sempurna saat kami mengabadikan momen dengan berfoto. Suasana santai dan hangat ini menambah keistimewaan kunjungan kami, membuat kami merasa semakin puas dan berkesan dengan pengalaman di museum.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun