Dampak Polarisasi dalam Pemilu dan Partisipasi Publik
Pendahuluan
Isu polarisasi politik menjadi salah satu tantangan besar dalam dinamika politik Indonesia, khususnya menjelang pemilihan umum (Pemilu). Polarisasi ini merujuk pada pembagian tajam masyarakat ke dalam kelompok-kelompok politik yang saling berseberangan, baik dalam hal pandangan politik, identitas sosial, maupun nilai-nilai yang diyakini. Polarisasi yang terjadi seringkali memunculkan ketegangan, konflik, dan menurunnya kualitas diskursus politik di masyarakat. Fenomena ini tidak hanya mempengaruhi proses pemilu, tetapi juga kualitas demokrasi dan partisipasi publik dalam pengambilan keputusan politik.
Polarisasi Politik di Indonesia
Polarisasi politik di Indonesia menjadi semakin tajam terutama pada masa-masa pemilu, di mana kontestasi antar partai politik dan kandidat sering kali mengarah pada penciptaan "kami vs mereka". Fenomena ini sudah tampak jelas sejak pemilu 2014, di mana persaingan antara kandidat presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Prabowo Subianto membelah masyarakat menjadi dua kubu besar yang sering kali saling menyerang secara personal, bukan hanya berbicara tentang kebijakan atau visi negara.
Pada Pemilu 2019, polarisasi politik semakin intens, terutama dengan munculnya isu-isu identitas, seperti agama dan etnisitas. Isu ini dimainkan dengan sangat kuat oleh berbagai pihak untuk menggalang dukungan, baik dengan cara menyebarkan narasi yang menyesatkan maupun dengan menggunakan media sosial untuk menghasut kebencian terhadap lawan politik.
Menurut sejumlah studi, polarisasi politik semacam ini dapat berdampak negatif terhadap kualitas demokrasi. Masyarakat yang terpolarisasi cenderung terjebak dalam "echo chambers", yaitu kondisi di mana mereka hanya mendengarkan opini yang sejalan dengan pandangan mereka sendiri, sehingga mengurangi kualitas diskursus politik yang sehat. Fenomena ini juga dapat memengaruhi tingkat partisipasi politik, dengan banyak orang yang merasa teralienasi atau bahkan apatis terhadap proses politik.
Dampak Polarisasi terhadap Partisipasi Politik
Polarisasi politik juga berpengaruh terhadap tingkat partisipasi publik dalam proses pemilu. Menurut survei yang dilakukan oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI), salah satu dampak dari polarisasi adalah meningkatnya ketidakpercayaan terhadap lembaga-lembaga negara, termasuk KPU dan aparat penegak hukum. Ketidakpercayaan ini membuat sebagian warga merasa bahwa proses politik sudah tidak lagi mencerminkan kepentingan umum, melainkan kepentingan kelompok tertentu yang memiliki kekuatan politik.
Dalam konteks ini, partisipasi politik masyarakat tidak hanya terbatas pada memilih dalam pemilu, tetapi juga mencakup partisipasi dalam diskursus publik, kampanye politik, dan proses-proses legislasi. Polarisasi yang tajam sering kali menghalangi terwujudnya konsensus politik yang inklusif, sehingga masyarakat merasa tidak dihargai dalam proses-proses tersebut.
Salah satu studi oleh Purwadi dan Juwari (2020) menunjukkan bahwa polarisasi politik dapat menurunkan tingkat partisipasi politik masyarakat, terutama dalam hal keterlibatan mereka dalam diskusi politik atau aktivitas sosial yang terkait dengan politik. Hal ini terjadi karena rasa ketakutan atau kebencian yang terbangun di antara kelompok-kelompok yang berbeda pandangan politik.