Dunia kembali berduka. Insiden penembakan yang terjadi pada dua masjid di Christchurch, Selandia Baru yaitu masjid Al Noor dan masjid Linwood telah menghilangkan nyawa 49 muslim tak bersalah. Insiden biadab tersebut terjadi saat umat Islam Selandia Baru melaksanakan ibadah sholat jum'at.Â
Pelaku masuk masjid dan menembaki seluruh jamaah yang sedang beribadah tanpa rasa belas kasih dan empati. Tidak hanya menghabiskan nyawa puluhan orang, pelaku bahkan merekam aksi bejatnya dan menyiarkannya secara live di jejaring media Facebook. Dalam hitungan jam insiden berdarah tersebut telah menjadi trending topik pembicaraan di seluruh belahan dunia.Â
Aksi kutuk-mengutuk serta ucapan belasungkawa datang silih berganti dari seluruh kepala Negara dan kepala pemerintahan yang ramai menghiasi media mainstream maupun media sosial. Citra Selandia Baru yang terkenal sebagai Negara damai dan teraman selama puluhan tahun runtuh dalam satu hari.Â
Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern dalam konferensi persnya menyebut bahwa penembakan brutal yang terjadi di sebagai aksi terorisme dan memberlakukan status keamanan tertinggi di Selandia Baru. Kepolisian kota Christchruch mengisolasi seluruh kota dan meliburkan sekolah serta menghimbau warga untuk tidak keluar rumah pada hari kelam tersebut.
 Satu hari pasca aksi teror, empat pelaku berhasil ditangkap oleh kepolisian Selandia Baru yang terdiri dari 3 laki-laki dan satu perempuan. Salah satu pelaku bernama Brenton Tarrant berkewarnegaraan Australia dan merupakan aktor dibalik perekaman dan penyebaran video penembakan yang mengerikan tersebut.Â
Brenton merekam aksinya dengan kamera yang dipasang pada bagian kepala dan menyebarkanya lewat layanan streaming atau siaran langsung Facebook sehingga terlihat oleh viewer yang menonton video tersebut seperti sedang memainkan sebuah game. Setelah diselidiki pelaku memiliki 5 senjata api secara legal dan terpapar paham radikalisme dan ekstrimisme. Hal tersebut diketahui dari manifesto setebal 87 halaman yang ia posting secara online sebelum melancarkan aksi bejatnya mengenai dukungan terhadap supremasi kulit putih serta menentang ideologi kaum imigran dan anti is;am.Â
Aksi terorisme di Selandia Baru menjadi bukti nyata serta mematahkan pemikiran bahwa paham radikalisme dan ekstrimisme erat kaitannya dengan Islam, karena justru pemeluk agama islam lah yang kali ini menjadi korban dari paham sesat tersebut. Tidak satupun agama di dunia termasuk Islam membenarkan atau memperbolehkan untuk menghilangkan nyawa manusia tidak bersalah hanya karena berbeda ideologi, keyakinan, suku atau ras. Â
Terorisme bukan hanya masalah satu Negara atau satu golongan saja, melainkan masalah bersama yang harus diatasi dengan solusi konkret bukan hanya sekedar ucapan belasungkawa atau kutuk-mengutuk semata. Seluruh Negara di dunia harus bersatu dan duduk bersama untuk memikirkan solusi nyata agar aksi terorisme di Selandia Baru tidak terulang kembali dan menjadi yang terakhir bagi sejarah kelam kemanusiaan. Terorisme bisa terjadi dimana saja dan kapan saja tanpa mengenal batasan ruang dan waktu.
 Langkah-langkah nyata yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya aksi terorisme adalah dengan memberantas paham radikalisme dan ekstrimisme sebab hal inilah yang menjadi motif utama seseorang menjadi teroris. Penyebaran paham radikalisme dan ekstrimisme harus ditangani secara serius oleh semua pemangku kepentingan yang ada baik di tingkat eksekutif maupun legislatif seperti membuat undang-undang anti terorisme dan melakukan rehabilitasi terhadap oknum-oknum yang sudah terpapar paham radikalisme.
 Undang-undang Peredaran dan perizinan kepemilikan senjata api yang berlaku juga patut untuk dikaji ulang dan diperketat tak hanya di Selandia Baru namun di Negara lainnya yang memperbolehkan sipil untuk memiliki senjata api, sebab berdasarkan hasil penyelidikan dari kasus terorisme di Selandia Baru, diketahui bahwa senjata api yang digunakan pelaku sudah mengantongi izin secara legal di mata hukum. Kepemilikan senjata api oleh sipil harus memperhatikan berbagai aspek, tidak hanya dari usia, tetapi juga dari sisi psikologis orang tersebut.
 Selain mengkaji ulang undang-undang kepemilikan senjata api, mengawasi perilaku seseorang yang bertindak mencurigakan di lingkungan sekitar dan melaporkanya segera kepada pihak yang berwajib juga dapat dilakukan untuk mencegah atau setidaknya menimalisir jatuhnya korban jiwa. Terakhir, tidak menyebarkan konten-konten berbau radikalisme dan terorisme dalam bentuk apapun di media sosial baik tulisan, foto maupun video. Jika sudah tersebar, maka sebaiknya konten provokatif tersebut tidak disebarkan kembali karena salah satu tujuan teroris melancarkan aksi bejatnya dan mengunggahnya di media sosial adalah untuk menyebarkan rasa takut kepada masyarakat.