Mohon tunggu...
abdul kahar
abdul kahar Mohon Tunggu... Freelancer - Saya orang biasa dan ingin menjadi biasa dan ternyata itu tak mudah

gnothi seauton

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Randang Philosophy

24 Desember 2019   18:47 Diperbarui: 24 Desember 2019   19:06 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Apakah rendang itu nama makanan ? Ya. Tapi benarkah?

Pertanyaan di atas merupakan pertanyaan radikal (tapi boleh juga dianggap nyinyir), dan merupakan salah satu kriteria berfikir filsafat. Ia menyeret kita untuk mempertanyakan kembali dan menyelidiki sampai ke akar persoalan.

Bila Friedrich Nietzsche dikatakan sebagai filosof yang berfilsafat sambil menggenggam palu godam, maka kita saat ini (anggaplah) sedang berfilsafat sambil memegang sendok garpu.

Rendang berasal dari kata Minang: randang atau marandang yang merujuk pada sebuah proses atau tindakan yang dilakukan secara perlahan-lahan. Secara harfiahl, rendang itu bukan nama makanan atau hasil dari tindakan memasak. Tapi merupakan proses memasak itu sendiri.

Merandang adalah sebuah metode memasak daging, santan kelapa dan rempah-rempah (bumbu rendang) yang diaduk secara perlahan dan terus-menerus dengan nyala api yang tidak terlalu besar. Santan harus terus diaduk agar tidak terjadi apa yang diebut pecah santan, sampai kadar airnya habis (kering).

Selain mengolah makanan siap hidang, merandang juga ditujukan untuk mengawetkan dan melembutkan daging. Komposisi bumbu rendang merupakan bahan pengawet alami sehingga daging rendang bisa tahan lama dengan nilai gizi dan cita rasa yang tetap terjaga.

Berfikir universal (menyeluruh) juga merupakan kriteria berfilsafat. Dari proses pembuatan rendang kita bisa melihat bahwa leluhur kita selalu berfikir meryeluruh, tidak parsial. Hal ini sehursnya bisa kita teladani.

Mungkin proposisi yang mereka ajukan adalah: Bagaimana membuat makanan yang tidak sekedar enak di lidah dan mengenyangkan. Tapi juga harus bergizi dan tahan lama.

Uniknya, universalitas berfikir tersebut tidak berhenti sampai di situ. Di luar fungsi intrinsiknya, rendang, juga memiliki fungsi sosial.

Misalnya, ketik terjadi becana seperti tsunami dan gempa, rendang dikirim sebagai bantuan pangan ke wilayah terkena bencana. Yang tak kalah penting, dalam masyarakat Minang, rendang memiliki makna filosofis sebagai realitas simbolis dalam kehidupan sosial.

Dalam tradisi Minang, rendang disebut sebagai kepala samba atau induk makanan. Hal ini menunjukkan bahwar rendang menduduki kasta tertinggi diantara hidangan lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun