[caption id="" align="aligncenter" width="400" caption="Ilustrasi/Kompasiana (Kompas.com)"][/caption]
Besok (Kamis, 9 April) merupakan penentuan bagi para calon legislatif yang telah berusaha menggaet suara pemilih. Para calon legislatif (caleg) telah memanfaatkan masa kampanye mereka dengan memperkenalkan diri, menyampaikan visi dan misi, memberikan bantuan, dan satu hal yang tak kalah penting bagi sebagian dari mereka, berkunjung ke ‘paranormal’. Beberapa waktu lalu, ada yang berendam di aliran sungai, ada yang bermeditasi di kawasan hutan yang angker, dan ada yang bermeditasi dan mengasingkan diri ke dalam gua. Kesemuanya menjalankan petunjuk sang ‘paranormal’ untuk dapat meraup suara sebanyak-banyaknya dalam pesta demokrasi esok hari. Sebagian kalangan menganggap hal ini sebagai fenomena yang menggelikan, sebagian menganggap hal ini sebagai kelakuan ‘konyol’ para calon wakil rakyat tersebut. Mereka rela melakukan apa saja demi sebuah kursi jabatan, termasuk melakukan ritual sesuai petunjuk sang ‘paranormal’.
Di samping ‘menggelikan’ dan ‘konyol’, tanpa kita sadari, fenomena ini mengingatkan kita pada kata ‘paranormal’. Sebuah kata yang menarik untuk kita cermati. Menelusuri sejarah, kata ini muncul di dalam bahasa Inggris sekitar tahun 1915 s.d. 1920. Adalah seorang Eva Cariere seorang tokoh spiritisme Perancis yang pertama kali mempertunjukkan aktivitas yang ‘tidak dapat dijelaskan dengan akal sehat’ ini pada tahun 1912. Dia mampu mengeluarkan sinar dari kedua telapak tangannya. Aksi ini sungguh melegenda, bahkan foto aksi ini masih dapat disaksikan sampai sekarang. Selain itu, tentu saja, sebagai seorang spiritisme dia juga mampu melakukan aktivitas ‘paranormal’ lain, yakni menjadikan tubuhnya sebagai media komunikasi dengan makhluk takkasat mata, sebuah praktik yang marak di Eropa pada abad ke-19.
Konon, bangsa Indonesia telah mengenal praktik ‘di luar logika’ dan ‘tidak wajar’ semacam ini sejak zaman kuno, walaupun catatan resmi mengenai hal ini masih perlu dipertanyakan. Satu hal yang pasti, kata ‘paranormal’ bukanlah kata asli bahasa Indonesia. Kita dapat memperkirakan bahwa bahasa Indonesia menyerap kata ini dari bahasa asing. Sayangnya, kita tidak dapat memastikan apakah kata ini diserap dari bahasa Belanda atau bahasa Inggris.
Keraguan mengenai asal kata ini muncul karena tidak ada satu pun kamus bahasa Indonesia yang mencantumkan catatan kapan kata ‘paranormal’ ini diserap ke dalam bahasa Indonesia. Sepotong informasi yang dikemukakan oleh Alan Steven dan Schmidgal Telling dalam kamus mereka A Comprehensive Indonesian-English Dictionary yang dapat kita gunakan, yakni bahwa kata ini berasal dari bahasa Belanda atau Inggris. Walaupun demikian, kapan kata ini masuk dalam wacana tutur (atau tulis) bahasa Indonesia tidak dicantumkan di dalamnya.
Berangkat dari sebuah pertanyaan kapan kata ini muncul dalam bahasa Indonesia, kita akan menghadapi ‘keanehan’ berikutnya. Di dalam kamus Belanda, kata paranormaal berkelas kata adjektiva yang bermakna bovennatuurlijke atau ‘tak biasa’, ‘di luar kewajaran’, atau ‘tidak wajar’. Menurut Webster's Eleventh Collegiate Dictionary, kata paranormal berkelas kata adjektiva bermakna “mustahil dapat dijelaskan dengan kewajaran atau dengan ilmu pengetahuan” sekaligus berkelas kata nomina yang bermakna “segala sesuatu yang tidak dapat dijelaskan dengan wajar atau dengan ilmu pengetahuan”.
Sedikit berbeda dengan kamus Oxford English Dictionary yang hanya menuliskan kata ini sebagai kata benda yang bermakna “kejadian atau fenomena yang tidak dapat dipahami secara ilmiah”. Sama halnya dengan kamus bahasa Inggris yang lain, tidak ada satu pun kamus bahasa Inggris (atau Belanda) yang memaknai kata ini sebagai “orang”, “pelaku”, atau “profesi” seperti halnya dalam bahasa Indonesia.
Penelusuran selanjutnya, bentuk terikat ‘para-‘ ini ternyata berasal dari bahasa Yunani Kuno yang bermakna “di samping, dekat, mengenai, berlawanan dengan”. Makna terakhir “berlawanan dengan” lah yang berlaku di dalam kata paranormaal dan paranormaldalam bahasa Belanda dan Inggris. Dalam bahasa Inggris, makna-makna lain tersebar pada kurang lebih 169 kata seperti parasol (tabir surya), parameter (parameter), paragliding (paralayang), dan lain-lain. Namun demikian, terdapat satu kata yang dibangun dengan bentuk terikat para- yang bermakna “orang yang berprofesi sebagai” di dalam bahasa Belanda paramedicus dan bahasa Inggris paramedic yang bermakna “pembantu dokter; orang yang berprofesi sebagai pembantu dokter”. Pergeseran makna bentuk terikat ini ternyata terjadi pada bahasa Belanda dan Inggris. Bentuk terikat para- dimaknai sebagai “orang”. Bahasa Belanda yang diyakini sebagai bahasa pengantar ilmu kedokteran diyakini sebagai bahasa sumber penyerapan kata "paramedis".
Tentu hal ini masuk akal karena pada masa penjajahan, Belanda memperkenalkan ilmu kedokteran di Jawa pada 1840. Pada waktu itu didirikan Sekolah Dokter Djawa yang lama pendidikannya hanya 2 tahun untuk mencetak ‘tenaga pembantu dokter’ atau ‘mantri cacar’ sebagai reaksi pemerintah kolonial atas merebaknya wabah cacar di Banyumas. Pada waktu itu pula, penerjemahan istilah kedokteran mulai dilakukan untuk menjembatani pengajar berbahasa Belanda dan siswa berbahasa Melayu dan Jawa. Kata bahasa Belanda paramedicus diyakini sebagai asal serapan kata paramedis dalam bahasa Indonesia yang bermakna “orang yang bekerja di lingkungan kesehatan sebagai pembantu dokter”. Selain menyerap kata, bahasa Indonesia juga menyerap pergeseran makna.
Sebagai penutur bahasa Indonesia, kita mungkin lupa bahwa bahasa Indonesia telah menyerap bentuk terikat ‘para-‘. Kita dapat membuka kembali Kamus Besar Bahasa Indonesia yang meletakkan bentuk terikat ini sebagai lema keenam dan memaknainya dengan“berlawanan dengan; tidak sama atau tidak menyerupai; di sebelah; di samping; dekat dengan; dan di seberang; di atas”. Tidak terdapat makna “orang yang berprofesi sebagai” di dalamnya. Sebuah upaya yang menarik telah dilakukan oleh dr. Sugito Wonodirekso,M.S., seorangstaf pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia menawarkan istilah naramedis (di samping istilah ‘tenaga madis’ yang telah ada sebelumnya) sebagai terjemahan paramedic.
Usulan kata ini beliau sampaikan pada makalah yang berjudul “Upaya Penerjemahan Istilah Kedokteran di Indonesia dari Waktu ke Waktu” yang disampaikannya pada Lokakarya Sejarah Terjemahan di Indonesia dan Malaysia di Centre International d’étude Pédagogiques (CIEP) Sèvre, Paris, Perancis pada 2 s.d. 5 April 2002. Sebuah usulan yang masuk akal, mengingat bahasa Indonesia telah mengenal kata Sansekerta ‘nara’ untuk mengungkapkan makna ‘orang’ seperti dalam kata gabung narasumber, narahubung, narapidana, narapraja, dan lain-lain. Setidaknya, beliau telah berusaha mengembalikan makna para- kembali pada makna sebenarnya. Mungkinkah ‘paranormal’ kita kembalikan pada makna sebenarnya?
RUJUKAN
Hornby, A S. 2010. Oxford English Dictionary 8th Edition. New York: Oxford University Press
Tim Penyusun Kamus. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia IV. Jakarta: Pusat Bahasa
Mish, F. (Ed.).2004. Webster's Eleventh Collegiate Dictionary. Springfield, Mass.: Merriam Webster.
Wonodirekso,Sugito. 2002. “Upaya Penerjemahan Istilah Kedokteran di Indonesia dari Waktu ke Waktu”. Makalah yang disajikan pada Lokakarya Sejarah Terjemahan di Indonesia dan Malaysia di Centre International d’étude Pédagogiques (CIEP)Sèvre, Paris, Perancis 2 s.d. 5 April 2002.
Steven, Alan dan Telling, Schmidgal. 2009. A Comprehensive Indonesian-English Dictionary2nd Edition. Athens: Ohio University Press.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H