"Mereka yang tangguh, di tengah "ketidak samaan" yang mengabadi. Tangguh bercengkrama dengan kebahagiaan-kebahagiaan kecil. Sketsa kebahagiaan itu, berjejer rapi berjarak berapa inci dari sudut mata memandang. Jika kita memasuki pelosok-pelosok daerah. Â
Di Bastem, kita jumpai, desa sebagai "basis kebahagiaan, kegotongroyongan" sementara Kota sebagai pusat kebahagiaan meteri pusat segala "kebendaan" menumpah ruah.Â
Di Bastem Utara tangan-tangan kecil saling bercengkrama. Di atas sepeda-sepeda dari Bambu ber ban kayu, saling melempar senyum, sesekali mereka berlomba dari ketinggian, layaknya para pembalap. Sepeda itu membahagiakan, mesti kota tak pernah ramah menyapa. Â Desa akan selalu tumbuh dalam tradisi-taradisi yang sulit dicerna masyarakat kota. Sebab mereka tumbuh bersama alam, saling menjaga untuk keberlanjutan generasi mereka dimasa akan datang.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H