Mohon tunggu...
Kaha Anwar
Kaha Anwar Mohon Tunggu... Serabut-an -

MJS Press

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Rokc Mini

12 Oktober 2011   02:56 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:03 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Petruk, Bagong tidak tahan lagi untuk segera bercerita dan minta pendapat pada boponya, Ki Semarbodroyono. Menurut mereka apa yang dilihatnya di kota yang penuh hiruk pikuk itu sesuatu yang asyik untuk diperbincangkan, apalagi dengan boponya yang sering menjadi tempat bertanya mereka dan warga desa Karang Kabuludan. Mesti bapaknya tidak merasakan bangku sekolah apalgi kuliah namun pemikirannya setidaknya menjadi oase bagi mereka. "Ono opo ngger? Kok kelihatannya ada yang wigati? Apa angger bawa oleh-oleh dari kota?" tanya Ki Semar. "Inggih bopo, saya dan Kangmas Bagong membawa oleh-oleh", jawab Petruk. "tapi sepurane romo, oleh-oleh ini bukan makanan atau rokok merek terkenal". "Terusss..." "Hanya cerita, peristwa yang lagi terjadi di kota yang ramai itu..." "Hoalah, kukira jajan kesenanganku. Dasar anak tidak tahu balas budi.." jawab Ki Semar sambil cengar-cengir ngulu idu kekecewaan. "Ya maklumlah romo, kondisi lagi krisis. Barang-barang lagi mahal, apalagi kami berdua belum kerja, jadi ya...Cuma kantong bolong". Jawab petruk. "Tidak usah bawa-bawa alasan krisis segala. Alasan kuno, ganti dengan alasan yang baru, yang up-date gitu loohh. Krisis kok masih jalan-jalan, ngumbah moto neng papan rame. Gak usah banyak cing cong: hayoa cepat ceritakan oleh-olehmu itu". Pinta Ki Semar. "Begini romo". Petruk mengawali pembicaraan. Bagong yang sejak tadi diam mulai mengatur tempat duduknya. Di ambil kursi dari bambu dan duduk di sebelah Petruk yang sejak tadi menjadi juru bicara. "Waktu kami asyik jalan-jalan menikmati gedung-gedung yang menjulang tinggi, jalan-jalan yang lebar namun sesak tak mampu mewadahi kereta tak berkuda itu. Bahkan terlihat jalan yang setiap hari dirawat dan dilebarkan sehingga menggusur lapak-lapak dagang dan menebang pohon-pohon yang ngos-ngosan menghirup apeknya asap kota itu terlihat tak sanggup lagi menampung turonggonya manusia-manusia modern dan terkesan semakin terpaksa menampung. Kalau kita bandingkan dengan jalan yang ada di Karang Kabuludan ini, jelas sekali jalan desa ini kalah apiknya, kalah mulusnya namun soal kelancaran jelas lempang jalan ini..." Petruk terhenti bicaranya, ngos-ngosan mirip jalan-jalan di kota besar itu. "Saat kami menikmati hasil pembangunan negeri ini, romo, menikmati setiap sudutnya yang "mewah" itu...", Bagong terhenti sebentar karena merasa mengucapkan kata mewah begitu tak pas sebab di tengahnya, di setiap sudutnya bahkan di pinggir-pinggir kemewahan dan gemerlapnya pembangunan kota itu berjejer-jejer manusia yang tangannya menggapai-gapai kemewahan yang tak sampai. Pemulung, pengamen, gelandangan yang sering diucapkan "gepeng" itu tangannya riuh rendah menjumbul ke atas seolah menandakan mereka tenggelam dalam riuh kemewahan namun tak ada yang mau menolong malah sebaliknya mereka ditenggelamkan sehingga ora ngreget-ngregeti indahnya samudera kota, mung ngisin-ngisini. Seharusnya yang malu para penanggung jawab negeri ini, yang setiap pemilihan raja selalu membusungkan diri seolah sanggup ngopeni rakyatnya. "Terusss..." Ki Semar segera menyadarkan lamunan Bagong yang mulai kelihatan kayak ketek ketulup itu. "Terus kami melihat para perempuan yang semlohe, yang asolole tenan pokoke, romo. tidak ada kalau dicari di desa ini, kecuali anaknya Pak Dhe Tengul. Tapi tetap saja kalah romo, wong anaknya Pak Dhe Tengul tidak pernah dandan kok. Pinggangnya nawon kemit, idepe seperti blarak sempal..." "Sempal terus nyebloki sirahmu yo kang...hahahaha". sergah Petruk "Husss..jane yo karep dimas. Tapi kok gak dapat sempalannya ya..hahaha". Petruk dan Bagong terbahak-bahak membayangkan nasib apesnya. Ah mbok sekali-kali dapat blarak sempal yang bisa dibuat geretan. Tapi ya mau gimana lagi, sekian banyak alis yang mirip blarak itu tak sedikit pun yang menggubris mereka berdua. Mosok Limbuk lagi yang harus jadi pelarian mereka? Ah tak apa: tak ada rotan pring petung pun jadi. "Perempuan-perempuan yang cantiknya mirip bidadari yang lari dari kayangan itu berkumpul, seperti mau pentas, romo. mereka bawa tulisan-tulisan yang besar. Pakaian yang aduhai, bikin imron montang-manting pokoknya" "Itu bukan mau pentas kangmas..tapi demo" "Ah embuh, mau pentas atau demo itu gak tak gagas dimas, penting tampilannya yang asoi tenan...romo pasti gak kuat kalau melihatnya. Lha piye romo, sudah cantik-cantik, kulitnya mulus..wheladhalah ditambah roknya "bupati" pisan eoie. Sopo sing ra adem panas romo? mesti wae aku karo dimas Petruk ingin lihat. Wes lumrah tho romo..lha di sini jarang ada defile kayak gitu je..." "Lha terus, yang kamu bingungkan apanya? Yang mau kamu tanyakan apanya? Kok malah mung manas-manasi romo. romo ini sudah tua, sudah tidak ngeh lagi sama yang gituan. Kalau kau cerita ngalor ngidul kayak begitu mendingan romo pergi saja. pamer kok barang sing ra jelas!" Ki Semar mulai gerah dengan cerita anak-anaknya. gerah bukannya tak suka tapi sudah tidak waktunya lagi mendengarkan cerita-ceriita abu-abu. Rambutnya yang kuncung, tinggal sak ler itu sudah memutih. Mulutnya memutih juga menandakan bahwa sudah waktunya untuk memutihkan diri. Ngreseki atine dari segala yang hitam. "Nah, romo, mereka yang demo, sebagaimana katanya Dimas Petruk, mereka menuntut pemimpinnya yang keceplosan ngomong. Kata pemimpinnya perbuatan asulila yang marak di kota, seperti pelecehan seksual, pemerkosan dan lain sebagainya itu disebabkan karena perempuan sendiri yang tak bisa menjaga dirinya. Banyak wanita yang berpakaian mini. Pakaiannaya ketat hingga terlihat lekuk bodynya. Teng mrentul, begitu bahasa kerennya romo. intinya yang diperingatkan pemimpinnya adalah pihak wanintanya, romo". "Terussss..." "Ya otomatis perempuan-perempuan itu tidak terima kalau hanya menjadi sasaran tembak kesalahan. Mereka tak terima romo, makanya mereka demo. Mereka mengecam pemimpinnya. Mereka membawa tulisan yang isinya: rock mini Vs otak mini. Bukan karena rokc mini yang menyebabkan maraknya pelecehan seksual namun karena otak-otak mini. Otak-otak kerdil, manusia yang cekak nala- lah yang memicu tindakan asusila itu romo". "Terusss..." "Jangan teras-terus dong romo, nanti malah mblusuk ke rokc mini lho...hahaha" Petruk dan Bagong cekikikan membayangkan "sesuatau" "Ooo..dasar kalian juga otak mini..maksud romo mereka, para srikandi itu maunya apa?" "Ooo..ya mereka menuntut jangan mereka dong yang disalahkan. Harus ada sikap adil!" "Lantas maunya siapa yang mau disalahkan: laki-lakinya?" "Mungkin saja romo!" "Heemmmm...ngene angger, memang kalau kita mencari kesalahan memang mudah, begetu juga melimpahkan kesalahan juga sangat mudah tetapi siapa yang mau menjadi pelampiasan salah, tak ada. Gak ada yang mau menjadi bahan kesalahan, semua inginnya benar..ya benar sendiri sesuai benarnya sendiri. rebutan benar inilah yang menjadi punjering perkoro." "Enggih romo, tapi kalau rebutan salah yo repot romo..opo yo enek wong kok podo rebutan salah. Koyo cerito tv wae ya romo?" "Yo ngene ki ngger, zaman sudah tua ketika manusia tidak lagi merasa cukup dengannya melainkan semakin tambah rakus. Dan kehadiran Sang Hyang Maha Widi bukannya semakin dekat melainkan menjauh..menurut angger-angger ku ini siapa yang menjadi pokok perkara sehingga patut untuk dikoreksi?" "Wah yo niku romo, kami susah menelaahnya. Kata mereka yang rock mini: itu hak asasi manusia, pilihan hidup, tuntutan hidup. Lha yang laki-laki, sebagaimana saya, melihat yang begituan juga merinding...merinding sodo lanangku romo. kucing weruh dendeng meler-meler yo pengen clutak to romo, mosok meneng wae lha opo kucing gemblung..hua..hua..hua". Kata Petruk. "Lha dalah..yo kuwi, yo kuwi sing gawe perkoro mung mbulet koyo entut. Tapi kenapa manusia selalu membawa HAM, hak asasinya. Kenapa HAM selalu menjadi tameng untuk menutupi segala kesalahan? Apakah manusia benar-benar memiliki hak dirinya sendiri secara penuh? Bukankah hak itu "haq" yang artinya puncak kebenaran. Apa jadinya kalau kebenaran dicampur adukkan dengan kesalahan, kebatilan ngger? "Lha katanya kebenaran tetap menjadi kebenaran meski bercampur aduk dengan kesalahan. Emas tetaplah emas meski berkubang dalam lumpur..bukan begitu romo?" "itu benar ngger, tapi kebenaran itu sifat bukan pelaku. Dia tidak akan muncul jika tidak diadakan meski ia selalu ada. Jika semua berpikiran kayak kamu, mestinya tidak perlu para nabi, para wali, pastur, biksu atau para pujangga yang selalu meneriakkan kebenaran. Tegaknya kebenaran harus didukung dengan laku ngger..." Ki Semar menghentikan pembicaraannya, kemudia mengambil kopi yang ada dari jimbengnya. Udut klobot menjadi teman diskusi bersama anak-anaknya. Ki Semar meneruskan... "Hak asasi itu memang ada, itu adalah fitrah yang diberikan Tuhan kepada makhluknya. Hak asasi bukanlah kebebasan melainkan sesuatu yang sudah sepatutnya dimiliki dan dijaga oleh manusia. bahkan manusia yang tediri berbagai elemen jasad dan jiwa itu memiliki hak bagi setiap elemen penyusunnya. Tangan punya haknya untuk menjadi tangan, sehingga dia disebut tangan. Tubuh juga memiliki haknya, harus dirawat dan ditutupi bukan malah diler. Manusia harus berpakaian, harus punya dodot yang harus selalu dibersihkan. Dodotlah yang membedakan antara manusia dengan makhluk lain. Jika kucing saja dirawat sedemikian rupa kenapa manusia tidak merawat dirinya sendiri dengan baik?. Kalau itu tuntutan, benarkah? Siapa yang menuntut mereka? Zaman? Zaman tak pernah menuntutnya, zaman menjalani perannya sebagai waktu. Tak lain yang menuntut ya mereka sendiri....." "Wah romo kayaknya kok ikut menyalahkan para perempuan itu tho..bisa-bisa romo akan di demo juga?". Kata Bagong "Siapa yang menyalahkan ngger? Romo ngomong opo eneke..lha coba sekali-sekali tanya pada mereka, kenapa kok pakaiannya icikiwir begitu? Opo yo ora risi, maksute opo nganggo pakaian ngono kuwi? "Lha terus yang laki-laki bebas dong..bebas dari semua tuntutan sehingga asyik menikmati pemandangan audahi itu, mo?" "Wah kamu memang semprul kok gong. Jadi laki-laki ya jangan mudah ngileran. Otaknya jangan mini-mini amat. Ojo cekak banget". "Maksud romo?" "Maksud romo, pikiran laki-laki jangan terhenti pada fisik luarnya, nikmati sampai dalam!" "wah uasyiiik tenan.....". mereka berdua bersamaan mengomentari pembicaraan Ki Semar. Tapi, mak plek..tamparan Ki Semar menyadarkan mereka. "maksud 'dalam' ini bukan 'daleman', jeroan Jo..maksud romo bawalah keindahan itu ke derajat lebih tinggi. Kalian harus membawanya menjadi cahaya..cahaya keilahian. Apa kalian pernah membayangkan...?" "Pernah romo, malah sering..hahaha" "Dasar kampret..o'on tenan kowe ki. Maksud romo, apa kalian pernah berpikiran jauh saat melihat keindahan tubuh itu. Kenapa kalian begitu senang melihatnya? Bukankah itu hanya daging? Daging yang terdiri dari getih. Jika daging itu terluka akan membusuk juga dan metu nanahe? Kenapa daging yang tak beda jauh dengan dagingmu itu begitu menarik? Apa yang menjadikan itu menarik? Apa karena bodynya? Bentuknya? Ataukah ada Dzat yang membuatnya menarik? kalau memang benar dia dapat 'menarik' karena dia sendiri kalian bisa memujanya tetapi jika sebab menariknya itu tak lain ada kemahakuasaan dari Tuhan kamu seharusnya memalingkan keherananmu itu kepada Tuhan, fafiruillah". "Keindahan-keindahan yang ada di dunia ini tak lain adalah keindahan Tuhan. Tuhan sengaja menyelubungi keindahan-Nya dengan keindahan lain. Lewat merekahnya wawar, gunung yang menjulang tinggi dan pepohonan yang menghijau. Beragam jenis bentuk, warna kulit manusia, termasuk keindahan perempuan. Semua itu tak lain adalah keindahannya Tuhan. sudah semestinya manusia menikmati keindahan Tuhan sesuai kerangka ketuhanan, bukan malah terjebak dalam selubungnya semata. Jika kita memuja mawar karena keindahan luarnya, warnanya lama-kelamaan timbul hasrat untuk memiliki. Memotong tangkainya dan meletakkan pada jambangan yang tak bisa menjamin keindahan mawar itu tetap indah kecuali sementara saja. sebentar lagi kembang mawar itu layu dan tak berwarna lagi, garing koyo klara-klaras godong yang lainnya. Apa yang akan kamu lakukan jika mawar itu telah layu dan menjadi klaras? Tak lain kecuali membuangnya ke pawuan." Bagong dan petruk manggut-manggut seolah paham. Padahal mereka tak paham apa yang dikatakan boponya. Apa hubungan mawar dengan rokc mini, keindahan body? Lha boponya kalau menjelaskan kok pakai bahasa sanepan terus. Jelas-jelas mereka wegah berpikir kelamaan kok ya masih pakai bahasa yang jlimet. Sudahlah kalau memang mau mengatakan berpakaian mini dapat menyebabkan getar-getir. Sudah tahu kalau banyak yang berotak mini kok malah ditambahi rock mini, ya jadinya mini semua. Oalah..ngono yo ngono nanging yo ojo ngono.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun