Mohon tunggu...
Kagan Wibowo
Kagan Wibowo Mohon Tunggu... Nahkoda - Sang Pertapa Agung

Seorang Pertapa yang masih mencari apa yang di maksud 'Pertapa ideal'?

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Andong dan Kabut

12 Mei 2024   13:49 Diperbarui: 12 Mei 2024   13:57 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di tengah--tengah ganasnya organisasi dan tugas-tugaas kuliah yang berjibun. Saya merasa ada yang kurang dalam rutinitas yang itu-itu saja. Di saat itu saya melihat jadwal bahwa ada tanggal merah di tengah-tengah minggu ini. Maka dengan cepat saya menghubungi teman-teman saya untuk mengajak mereka untuk medaki. Haslinya diluar dugaan ternyata mereka sudah memilki acara masing-masing. Saya pun iseng bertanya dengan teman saya yang di UII. Karena di UII saat ini sedang ada minggu tenang. Maka dari itu saya memutuskan saya akan mendaki berdua. Saya menghubungi dia hari rabu, dan kami berangkat pada hari kamis.

Kami berangkat jam 4 sore dari Jogja. Kami berniat menaiki melewati via Pendem tanpa mengetahui jalur mana yang paling gampang. Perjalanan dari Jogja ke Andong memerlukan waktu 2 jam lebih. Sampai di basecamp saat itu waktu telah menunjukkan pukul setengah tujuh. Jadi kami memutuskan untuk menjama' sholat mahgrib isya' terlebih dahulu. Di resgitrasi pendakian kami perlu membayar sekitar dua puluh ribu untuk melakukan pendakian. Kami berangkat saat jam delapan. Dengan bertanya kepada mas-mas pendakian berapa waktu yang perlu dilakukan untuk melakukan pendakina? Mas-mas tersebut menjawab kalau nyantai 2 jam. Kalau laki-laki mungkin satu setengah jam, kami dengan bodohnya percaya bisa melakukannya dalam sejam.

Saat mulai pendakian, kami belum melewati jalan yang bebatuan. Samping-samping kami masih sawah-sawahan. Tetapi kami berdua sudah ngos-ngosan. Maklum kami hanya anak kuliahn yang jarang berolahraga. Hingga akhirnya kami sampai di pos 1. Saat di pos satu kami mencoba menghilangkan penat sejenak. Setelah dari pos satu kami bertemu dengan dua jalan. Yang pertama, tulisan jalur utara dengan jalan menanjak. Dan jalur selatan dengan jalan melandai. Dengan kerennya kami memutuskan jalur menanjak. Karena kami sangat percaya diri. Jalannya beneran menanjak. Jadi kami memerlukan break berkali-kali karena kecapekan. Sampai di pos dua kami bertemu orang yang sedang menonton Indonesia vs Guinea. Kami menonton bersama sampai selesai babak pertama. Orang-orang tadi lanjut melakukan pendakian. Kami melakukan deep talk terlebih dahulu baru kami melanjutkan pendakian lagi. Jam menunjukkan pukul sepuluh malam sampailah kami di puncak Alap-alap. Disana ada beberapa orang yang sudah mendirikan tenda. Kami pun setelah sampai kami juga mendirikan tenda. Tenda kami kecil, mungkin hanya bisa diisi sekitar 2 orang doang. Setelah mendirikan tenda. Kami memutuskan memasak terlebih dahulu sebelum tidur. Kami memutuskan memasak daging ayam yang sudah di potong tipis, diberi bumbu dikit dan memasaknya menggunakan blue band. Di tengah-tengah memasak hujan mulai turun. Dan ada badai di luar. Kami pun bersykur, ketika badai terjadi kami sudah membangun tenda. Tiba-tiba ada yang mengetuk tenda kami.

Ada orang yang tendanya bocor, dan ingin mengungsi satu orang doang. Karena di luar sedang badai kami pun mengiyakan. Saat mata kami mulai mengantuk, dan badai tersebut telah reda. Orang tersebut tiba-tiba mengatakan "Ini terus bagaimana kita tidurnya?" saya dan teman saya pun saling tatap. Waduh kami sepertinya tidak bisa tidur tenang. Alhasil kami tidur seperti keong. Sempit-sempitan. Sampai jam tigaan ada orang-orang mulai telah sampai di puncak. Irang asing ini pun keluar. Dan kami akhirnya bisa tidur nyaman. Jam sudah menunjukkan jam lima. Waktunya kami melihat sunrise. Tetapi ketika kami keluar. Hanya kabut yang menutupi kami. Sepertinya kami tidak bisa melihat sunris yang indah ini. Di Andong memiliki dua puncak. Kami pun berjalan ke puncak satunya. Dengan harapan tidak tertutupi kabut. Tapi ternyata sama saja. Pada akhirnya kami hanya berfoto-foto dan bertemu dengan orang orang baru. Bahkan saya malah bertemu teman-teman saya di atas.

Jam delapan pagi atas Andong masih tertutupi kabut. Kami memutuskan untuk turun setelah sedikit sarapan. Saat turun kami mencoba melalui jalur lain. Namanya jalur Sawit. Ternyata jalurnya diluar dugaan, jalur tersebut sangat enak. Bahkan cendrung ramai. Rupanya orang-orang melalui jalan yang ini. Yang kami lewati tadi malam justru mengerikan. Saran kami bila anda masih pemula dan ingin mendaki Gunung Andong coba lewati jalur Sawit, jangan Jalur Pendem

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun