Masyarakat Indonesia lebih suka melakukan mudik saat mendekati lebaran ataupun saat hari-hari lebaran. Yang jadi masalah, lalu bagaimana orang yang tidak mempunyai keluarga? Bukan bermaksud menyinggung tetapi keluarga saya sudah tidak memiliki kakek dan nenek. Jadi setelah lebaran hari kedua kami sekeluarga memutuskan untuk melakukan traveling di Jawa Timur.
Hari kedua lebaran, kami melakukan perjalanan ke Wonosari terlebih dahulu untuk silaturrahmi kepada keluarga besar kakek buyut saya. Habis dhuhur, hujan deras membasahi bumi Wonosari. Karena kami berangkat menggunakan mobil, kami tetap menerobos hujan tersebut. Tujuan pertama kami adalah Kota Pacitan,kota dimana Bapak Presiden ke-6, Bapak SBY berasal. Objek wisata yang pertama kali kita datangi adalah Sungai Maron. Menurut warga sekitar Sungai Maron adalah Amazonnya Jawa. Mengapa? Karena sungai tersebut memang sungai panjang dan diujungnya kita akan bertemu dengan laut. Jika saja kalian meilhat di media sosial bahwasannya sungai tersebut berwarna kehijauan. Namun apalah daya, ketika kami kesana sungai justru berwarna kecoklatan. "Nggak mas." Kata mas-mas nahkoda kapal kami,"Biasanya hijau namun karena habis hujan deras saja. Jadi warna kecoklatan." Mungkin kami yang kurang beruntung.
Setelah puas melihat-lihat Sungai Maron, karena waktu masih ada sedikit supaya kami bisa melihat Sunset. Kami memutuskan untuk pergi ke Pantai Klayar. Jarak Sungai Maron ke Pantai Klayar hanya memerlukan waktu lima belas menit. Di Pantai Klayar, ternyata parkirannya di atas dan pantainya perlu jalan kaki ke bawah. Adek saya yang suka rewel tentu saja ingin menaiki atv dan ingin menaiki ojek hanya untuk turun ke bawah. Saya dan adek saya bermain atv di sana hingga matahari terbenam. Setelah itu kami menaiki mobil dan melihat Google Map ternyata jarak Pantai Klayar ke Kota Pacitan memakan waktu 2 jam. Baiklah, hanya dua jam. Namun yang jadi masalah adalah jalannya. Jalan menuju kesana hanya sebuah jalan kecil yang hanya bisa dilewati satu mobil. Sebenarnya bisa dua mobil, namun setengah mobil harus keluar jalan dari aspal sehingga kedua mobil bisa lewat bersamaan. Dan jalan tersebut melewati pegunungan dan tidak ada lampu. Mata kami harus ekstra untuk melihat jalan lebih jelas.
Saat sampai Kota Pacitan kami pergi ke alun-alunnya untuk sholat di Masjid Raya Pacitan. Setelah itu kami menginap semalam disana. Ada pantai yang bernama Pantai Parai. Disana ada beberapa hotel. Kami menginap di salah satu hotel tersebut. Keesokan harinya, kami berjalan-jalan di Pantai Parai. Pantai Parai adalah satu pantai yang bisa dibuat surfing. Tidak semua pantai di selatan dapat digunakan utnuk surfing. Megingat pantai tersebut dapat dibuat surfing. Banyak sekali pengunjung disana. Bahkan ada posko bencana bila saja terjadi sesuatu. Dari Pacitan kami beranjak menuju tujuan berikutnya adalah Kota Kediri. Jarak dari Pacitan ke Kediri menghabiskan waktu sekitar 4 jam, yang dimana kami melewati Jalur Lintas Selatan. Sebelum meninggalkan Pacitan kami berusaha mencari makan siang di Pacitan. Anehnya tiap kali kami ke restoran apapun itu pasti disana nasi telah habis. Itu sangat aneh. Sampai kami mencari restoran yang sepertinya mahal pun ternyata nasi disana juga telah habis. Alhsasil kami pergi ke restoran makanan cepat saji, sebut saja nama restorannya adalah Rocket Chiken yang sudah pasti di sana ada nasi. Saat melewati Jalur Lintas Selatan jalan terasa halus, tetapi yang jadi masalah adalah sinyal tidak ada disana. Alhasil kami hanya menggunakan insting dan penunjuk jalan hijau yang ada di jalan-jalan.
Ketika sampai Trenggalek jalanan mulai macet, sehingga estimasi dari Google Maps bertambah menjadi lebih lama. Kami sampai sekitan jam sepuluh malam. Sebenarnya kami di Kediri hanya untuk bersilaturrahmi dengan teman ayah saya. Setelah selesai ayah saya bilang "Setelah ini kita ke Surabaya." Saya kaget bukan kepalang. Bukannya sekarang sudah jam sebelas malam. Tetapi ayah saya mengatakan bahwa di Kediri sudah habis hotelnya semua. Bagaimana bisa? Maka dari itu kami sekeluarga langsung memesan hotel di Kota Surabaya sekaligus pergi menuju pintu tol. Dari perjalanan ini ayah saya yang menggantikan sopir. Sedangkan saya tidur. Karena daritadi yang nyopir saya. Ketika di rest area saya terbangun dan menggantikan ayah saya lagi sampai di hotel. Di hotel kami memesan dua untuk dua malam.
Keesokan harinya destinasi pertama kami  adalah Tunjungan Plaza. Tunjungan Plaza adalah mall terbesar di Surabaya, bahkan kata orang terbesar di Asia Tenggara. Ketika masuk pun kami memerlukan waktu satu jam kira-kira hanya untuk mencari parkir. Tunjungan Plaza sendiri dibagi menjadi empat, TP 1, TP 2, TP 3, TP 4. Kami pergi ke TP 4. Disana tempat kuliner dan kami makan siang disana. Setelah selesai kami berputar-putar di sekitar mall. Kami memutuskan menuju destinasi berikutnya, Pulau Madura.
Pulau Madura biasanya tidak jauh-jauh dari sarung, skrup rel kereta api dan bebek. Tetapi ketika saya kesana pandangan saya berubah meskipun sarungnya belum. Ketika melewati Jembatan Suramadu kami sekeluarga terpukau karena kami menyadari bahwa Indonesia bisa membuat jembatan semegah itu. Saat mencapai Pulau Madura kami menuju Masjid Raya Madura. Kemudian tidak lupa kami mampir makan malam Bebek Sinjai. Terlewat dari rasanya yang murah dan bebeknya yang kecil. Banyak orang mengatakan bahwa bumbu bebek tersebut enak. Darimana mengetahuinya? Dari banyaknya orang yang mengantre berlama-lama di kasir. Setelah selesai dari sana kami kembal ke Surabaya. Untuk menginap di hotel lagi.
Keesokan paginya. Jam limaan kami langsung check out dari hotel menuju Gunung Bromo. Dari sini, ayah saya yang nyopir ditambah pagi itu beliau ada pengajian online dan saya yang menjadi navigator. Saat itu secara tidak sadar saya mengambil rute untuk tidak melewati tol. Saya sadar saat kami sudah di Sidoarjo. Dari sana kami langsung mencari pintu tol yang dimana saat masuk kami malah salah ambil jalur dan menuju Kota Surabaya lagi. Baru dari Surabaya kami baru kembali menuju Bromo dan berangkat mulai jam delapan.
Sampai di Bromo sudah mulai jam sebelasan. Orang-orang yang mencari sunrise sudah turun kami justru baru naik. Saat disana kami disuruh turun dari mobil dan wajbi menyewa jeep. Karena memang peraturannya dari sana. Alhasil mau gak mau kami tetap menyewa jeep. Destinasi pertama kami adalah bukit Teletubies. Disana kami berfoto-foto sebentar baru kemudian kami menuju tempat asli wisatanya yang disana ada warung. Tak lupa kami membeli Pop Mie karena perjalanan wisata belum sah jika memakan Pop Mie di keluarga kami. Setelah makan Pop Mie saya mencari kuda untuk saya naiki menuju Gunung Bromo. Saat saya sedang di atas kuda saya mencoba mewancarai mas-masnya.
Apakah di hari lebaran ini lebih ramai seperti ini atau justru lebih sepi? "Ini justru sepi mas." Di luar dugaan mas Agus, sang penunggang kuda menjawab seperti itu."Biasanya lebih ramai dari ini mas. Bahkan beberapa pendapatan dari kita mulai turun. Walaupun sekarang terlihat ramai tetapi sebelum-sebelumnya lebih ramai."