Mohon tunggu...
Kagan Wibowo
Kagan Wibowo Mohon Tunggu... Nahkoda - Mahasiswa 23107030 UIN Sunan Kalijaga

Seorang sobat senja yang sedang mencari "Apa arti idealis dari senja ideal?"

Selanjutnya

Tutup

Trip

Paku Raksasa di Pendakian Gunung Pakuwojo

2 April 2024   13:07 Diperbarui: 2 April 2024   13:12 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.wonosobo.click/2019/07/paku-waja-si-indah-yang-tersembunyi.html

Saat itu masih era Covid-19. Karena saya waktu itu gabut di rumah. Saya menekatkan diri ke rumah teman saya di Wonosobo untuk melakukan pendakian. Kami ingin mendaki Gunung Prau. Saya dari Jogja bersama teman SMP saya naik travel menuju Wonosobo. Sesampai di Wonosobo cuaca di sana dingin, jadi kami menggunakan jaket kemanapun. Nah, di rumah teman saya ini kami menunggu teman satu lagi, teman saya yang berasal dari Wonosobo juga.

Ketika kami berempat telah berkumpul. Muncul satu persoalan, bahwa untuk mendaki Gunung Prau wajib menggunakan swap. Untuk memastikan anda tidak terkena Covid-19. Kami berpikir ulang untuk melakukan pendakian. Mengapa? Ya, karena melakukan swap akan menghabiskan biaya mahal, ditambah lagi bagaimana jika salah satu dari kita memang beneran terkena Covid-19. Masalah akan semakin runyam. Telponlah teman saya ke sepupunya yang pendaki ulung di Wonosobo. Setelah berbicara sana-sini akhirnya kita menemukan satu gunung, yaitu gunung Pakuwojo. Pakuwojo? Mendengar namanya saja tidak pernah. Aku bertanya kepada temanku apakah di sana tidak di cek harus swap atau tidak. Temanku justru tertawa kecil, "Tidak." Katanya, "Kita tidak lewat basecamp, bisa dibilang ini ilegal."

Perjalanan dari rumah teman saya ke gunung Pakuwojo memerlukan waktu sekitar dua jam. Ini menandakan betapa besat kabupaten Wonosobo. Sebelum kesana kami mampir dulu ke ke kota untuk menemui sepupu teman saya, karena hanya dia yang mengetahui tempatnya. Perjalanan yang melelahkan akhirnya terlewatkan. Kami sampai di rumah warga yang di sampingnya jalan setapak kecil, yang di sana memang tidak ada siapa-siapa. Saat itu aku membenci imajinasiku. Jika di penakian ini kamihilang ataupun terkena bencana alam, siapakah yang tau? Toh, kami juga tidak terdaftar dimana-mana dalam pendakian ini.

Mulanya berjalan kami melewati jalan setapak, sampai kmi naik terus kami menemui jalan semen putih. Di kanan-kiri terhampar sawah warga-warga. Bagusnya waktu itu, kami tidak perlu menyalakan senter, karena bulan bersinar sangat terang sampai-sampai menerangi jalan kami. Saat perjalanan kami semakin jauh, sawah warga mulai berkurang dan jalanan diganti oleh jalan setapak. Masih ada sedikit kebun-kebun warga sih namun semak belukar mulai meninggi. Dan ada beberapa jalan bercabang. Saat jalan mulai bercabang kami mencoba berpencar. Meskipun sbenarnya tidak boleh dalam pendakian. Sampai akhirnya menemukan jalan yang tempat. Ketika sawah dan kebun sudah mulai tidak terlihat kami melihat jurang di samping kanan. Dan mendapati bahwasanya itu sebuah kawah.

Kawah tersebut sedikit janggal, karena di tengah-tengah kawah tersebut ada sebuah batu hitam menjulang. Seperti sebuah paku. Mungkin karena gunung tersebut disebut sebagai Pakuwojo. Kalian pernah melihat kawah gunung pada film Kimi No Nawa (Your Name). untuk persisnya seperti itu, bedanya ada batu hitam saja menjulang di tengah-tengahnya. Di malam hari yang mata kita hanya bisa remang-remang. Batu itu benar-benar terlihat gelap. Saking gelapnya di tengah-tengah malam sampai-sampai mata kita bisa fokus terhadap batu tersebut. Seolah-olah ada aura mistis saja waktu itu.

Mata kami dapat melihat puncak. Kami pun menuju kesana dengan melewati semak belukar. Sampai kami berkali-kali mengucap syukur karena mendaki gunung ini dengan jalan yang ilegal. Karena kami tidak tau dimana harus mengecamp. Kami camp di samping tulisan "Puncak Gn. Pakuwojo" (Meskipun dimana-mana jarang ada yang membolehkan untuk camp tepat di puncak) di sana lumayan ada sinyal satu batang. Meskipun jikalau mengirim pesan mungkin akan terkirim 15 menitan.

Keesokan harinya, kami memasak mie dan mulai melihat sunset dengan benar-benar jelas karena kami berada di puncak gunung tersebut. Kami juga akhirnya bisa melihat batu mistis tadi malam ini. Ternyata kami tidak sendirian. Ada pendaki-pendaki lain yang melalui jalur legal. Sepertinya jalur mereka lebih terjal karena harus melewati tali-tali. Padahal kami hanya melewati kebun dan sawah. Ketika turun kami sempat berfoto-foto dengan batu mistis itu, dan ketika melewati kebun-kebun kami bertemu dengan beberapa warga. Pertanyaanya, jika mereka ke kebun mereka setiap hari berarti mereka mendaki setiap hari. Hebat sekali. Sehat-sehat warga-warga Wonosobo.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun