Hong Kong terkenal dengan negara majunya, saya dan ayah saya mencoba mencari bagaimana dengan budaya Islam di Hong Kong? Kami tidak langsung pergi langsung ke Hongkong. Kami saat itu berangkat pagi. Kami harus transit dulu di Singapura. Karena memang tidak ada pesawat yang menuju ke sana. Kami singgah terlebih dahulu di Bandara Changi Airport, Singapura..
Menjelang sore, kami mencari gate bandara yang akan membawa kami menuju Hongkong. Ini pengalaman pertama saya menaiki pesawat Singapore Airlines. Saat kami barusan duduk. Kami langsung ditawari handuk basah oleh para pramugari. Aku mencoba mengambilnya dan mengusapnya ke wajahku, ternyata handuk tersebut dibasahi dengan air hangat. Aku tersadar tenyata dari pagi kami di Changi Airport terkena paparan AC sehingga tidak kami sadari kulit kami sangat kering. Rasanya sangat nyaman sekali.
Pesawat kami mulai lepas landas, meninggalkan negara kecil Singapura. Perjalanan Singapura-Hong Kong memakan waktu 5 jam. Sehingga kami mendapat makan di pesawat. Saat pramugari ingin memberikan makanan terlebih dahulu ia menanyakan, apakah kita Islam, Buddha, Hindu. Aku menjawab Islam. Setiap agama melarang beberapa makanan yang tidak boleh diamakan oleh pemeluknya. Dan ini merupakan fasilitas hebat menurut saya sebuah maskapai sampai berpikiran untuk menghormati setiap agama. Setelah di suguhi makan saya ditanyai lagi, "Beer or juice?" aku dengan reflek bilang juice. Yang jadi pertanyaan adalah, bukankah pramugari ini sudah mengetahui saya Islam? Mengapa ditanyakan lagi? Di sini menjadi sedikit renungan. Bahwa umat Islam jelas-jelas mengharamkan babi tetapi menghalalkan yang lain. Contoh misal yang barusan saja Beer. Orang-orang muslim mungkin saja mengaharamkan babi tetapi mereka masih saja meminum beer. Hal ini membuat orang-orang non muslim berpikir bahwa beer memang halal di konsumsi seorang muslim.
Saat sampai di Hong Kong, ternyata Hong Kong terdiri dari beberapa pulau. Sehingga baru kami ketahui bahwa bandaranya dengan kotanya berbeda pulau. Hal ini membuat kami harus memesan tiket kereta yang akan mengantarkan kami dari Bandara International Hong Kong menuju Hong Kong City. Sebelumnya kami telah memesan sebuah hotel di daerah distrik Tsim Sha Tsui. Distrik tersebut katanya distrik Muslim di Hong Kong. Sesampai disana ternyata biasa saja seperti kota-kota  barat pada umumnya. Gedung-gedung pencakar langit, stasiun bawah tanah, orang-orang bermain gadget seolah-olah tak peduli daerah sekitar. Namun ada satu hal yang membuat berbeda, yaitu suatu saat saya melihat orang berjubah mengenakan peci di sebuah perempatan. Saya dan ayah saya pun berpikiran bahwa di sekitar sini mungkin saja ada masjid. Kemudaian kami memutuskan akan pergi masjid keesokan harinya.
Keesokan harinya kami berangkat dengan berjalan kaki menuju masjid berdasarkan google maps. Setelah kami berjalan kurang lebih satu jam, kami akhirnya menemukan masjid. Di sekitar masjid tersebut ada lahan kosong seolah-olah sedang ada pembangunan dan masjid tersebut berada tepat di tengah-tengah area lahan tersebut. Kami sholat dhuhur di sana kemudian berbincang-bincang dengan takmir di sana. Kata takmir tersebut (tentu saja kami menggunakan bahasa inggris) Masjid ini akan dihancurkan. Untuk pembangunan atau lain sebagainya. Kalau ingin melihat masjid ada yang namanya Kowloon Mosque. Saat kami melihat di maps ternyata masjid tersebut benar-benar di bSelakang hotel kami. Setelah berbincang-bincang dengan takmir tersebut kami memutuskan sholat Isya' di Masjid Kowloon tersebut.
Saat melihat masjid tersebut ternayat masjid itu sangat besar, orang-orang berlalu-lalang menggunakan baju muslim. Ada hal unik yang saya dan ayah saya lakukan, tadi malam kami membeli nasi kebuli seharga satu porsi seharga 100 ribu yang rasanya bahkan lebih enak makan nasi goreng warmindo, di depan masjid itu ada bapak-bapak yang berjualan nasi kebuli hanya dengan harga 20 ribu, kenyang dan benar-benar enak. Parahnya lagi bapak tersebut bisa bahasa Indonesia. Hal ini benar-benar menjadi  nilai jual lebih dibanding dengan toko-toko makanan lainnya.
Ini menandakan bahwa umat Islam sangat banyak dan kita yang hanya di Indonesia tidak benar-benar sendirian. Ada teman-teman kita di luar san yang mungkin saja masjidnya mau di gusur. Ini renungan untuk kita bahwa, kita sholat saja di masjid itu mungkin sebuah nikmat yang tak terkira.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H