Di Quran dikatakan "Kuciptakan manusia bersuku-bangsa agar saling mengenal", dari ayat ini bisa ditafsirkan, Â sebagai Perupa Bekasi,berkarya Seni Rupa punya kewajiban untuk merespon Lingkungan-Sosial dimana si Perupa tinggal, berikut Alamnya, agar dalam keINDONESIAan yang berbeda-beda Suku-Bangsa bisa dikenal. Bahkan dalam pergaulan di Dunia-Global.
Kota Bekasi, yang secara demografis, adalah termasuk Budaya PANTURA, yang berkarakter: egaliter, terbuka, demokratis dan sekaligus mistik-religius. Hal ini bisa dilacak dari bentuk Seni Topeng, Tanjidor, Ujungan dan Barong.
Secara geografis, Kota Bekasi adalah sebagai Penyangga dari Kota Metropolitan, sekaligus juga banyak terdapat sentra-sentra industri, dengan demikian bisa dikategorikan KULTUR URBAN. Maka Seniman Bekasi bisa diarahkan sebagai Perupa 'alternatif' disandingkan dengan Komunitas Pelukis Jakarta, Bandung dan Jogja, yang kebanyakan identik dengan "Produk seni akademis" yang terlanjur kena pengaruh Seni "GLOBAL" seperti Aliran Posmo, atau Pop-Art yang dipaksakan, tanpa diDIALOGkan pada LOKALITAS.
Padahal di Era-Globalisasi, sekarang ini, mestilah "Berpikir Global, Bertindak Lokal", yang saya istilahkan (dalam konteks kesenian) menjadi, "Berpikir Global, Berkarya Kearifan Bekasi"
Rawa Bambu - BEKASI
Senin, 15 Desember 2013
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H