Alangkah baiknya bila banyaknya waktu yang digunakan santri untuk mengaji kitab itu juga diselingi dengan menambahkannnya dalam sebuah tulisan.Â
Pasti hasilnya akan maksimal, tentu dengan adanya tulisan-tulisan para santri ini akan membuat eksistensi pesantren menjadi lebih terlihat dan juga bermanfaat bagi masyarakat luas tentunya. Â
Dorongan menulis juga sejak zamannya Rasulullah. Karena dalam perspektif islam, menulis adalah kegiatan yang sangat mendapatkan perhatian. Ketika Perang Badar, saat itu kaum muslimin telah menawan 70 orang dari kaum musyrikin.Â
Sebagian mereka agar dapat terbebas, maka mereka dikenai tebusan dengan uang 400 dirham. Sedangkan sebagian yang bisa menulis, Rasulullah memintanya untuk mengajarkan menulis kepada 10 pemuda Madinah.
Hal Itu merupakan sebuah bukti bahwa dalam islam menulis sangat penting. Yang tak lain tujuannya agar pemuda-pemuda bisa menulis serta dapat menyalurkan ilmu-ilmu mereka kepada pemuda lainnya.
Tradisi menulis seharusnya dapat ditumbuhkembangkan dipesantren menjadi kebiasaan santri. Karena supaya ilmu dan pengalaman yang telah diperoleh dapat dipelajari oleh orang lain bukan hanya melalui secara tatap muka saja, namun juga dalam bentuk tulisan. Karena bila dalam bentuk tulisan, maka ilmu yang tersalurkan dapat dinikmati banyak orang sampai selama-lamanya, karena tulisan itu sifatnya abadi.
Dengan tulisan yang bermanfaat, tulisan kita akan dikenang baik saat kita masih hidup atau setelah kita mati puluhan bahkan ratusan tahun. Seperti contoh saja Imam Ghazali yang hidup ratusan tahun lalu. Namun karyanya Ihya' Ulumudin dan karya lainnya  tetap masih bisa kita pelajari sampai detik ini.
Menulis juga merupakan sebuah kewajiban bagi santri, untuk menyebarluaskan tulisan-tulisan ulama yang hanya berupa kitab kuning dengan tulisan Arab dan tanpa makna. Karena sudah jelas pasti masyarakat awam akan mengalami kesulitan dalam memahami isi teks dan kandungan kitab-kitab tersebut.Â
Jadi tugas santri yaitu membuat bagaimana isi dari kitab-kitab tersebut dapat dipahami dengan mudah oleh masyarakat awam. Dan tak lain yaitu dengan menulis, baik itu dalam bentuk buku, artikel atau yang lainnya.Â
Dengan keterampilan menulis, santri akan mudah menyebarkan isi-isi dari kitab kuning yang sulit dipahami menjadi tulisan yang dapat dinikmati manfaatnya oleh mayarakat luas.
Sarana untuk berdakwah juga bisa didapatkan dengan cara menulis. Karena tentunya dipesantren santri hanya bisa eksis dikalangan santri-santri saja. Namun yang lebih butuh itu ialah masyarakat.Â