Mohon tunggu...
Kafi Insan Nafik
Kafi Insan Nafik Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa di Politeknik Keuangan Negara STAN

Menyukai sejarah, terutama Eropa dan Timur Tengah. Madridista sejak Zidane menjadi pelatih, namun juga Interisti sejak meraih treble. Mantan pemain Fate/Grand Order

Selanjutnya

Tutup

Financial

Di Balik Ekonomi yang Berkelanjutan, Ada Sosok Investasi yang Berkelanjutan Pula

21 Desember 2024   19:50 Diperbarui: 21 Desember 2024   19:50 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita mungkin pernah membaca atau mendengar pemberitaan dari berbagai media tentang kampanye-kampanye yang dilakukan para aktivis lingkungan tentang pentingnya menanggapi perubahan iklim. Saya termasuk orang yang skeptis dengan kampanye ini, pada awalnya, sampai saya merasakan sendiri dampaknya belakangan ini. Ketika melihat prakiraan cuaca yang cerah pada suatu hari, saya berniat untuk mencuci pakaian kuliah dan menjemurnya di balkon kos tempat saya tinggal. Akan tetapi, selang beberapa jam kemudian, hujan deras disertai angin kencang membuat jemuran saya basah kuyup sehingga saya harus mencuci dan menjemurnya kembali. Perubahan cuaca yang sangat tidak terduga ini terjadi berulang kali sehingga membuat saya jengkel dan teringat akan kampanye tentang perubahan iklim yang pernah saya jumpai. Dari kejadian tersebut, saya menaruh lebih perhatian terhadap isu perubahan iklim ini.

Perubahan iklim yang menyebabkan perubahan cuaca secara ekstrim dapat disebabkan oleh beberapa hal, salah satunya adalah aktivitas ekonomi. Pembukaan lahan untuk produksi, emisi yang dihasilkan perusahaan manufaktur, maupun pembakaran bahan bakar fosil untuk pembangkit listrik adalah beberapa contoh nyata dari kegiatan ekonomi yang berkontribusi terhadap masalah perubahan iklim. Berbagai praktik tersebut telah dilakukan sejak lama sehingga dampak yang telah terakumulasi kian terasa saat ini.

Meskipun berdampak buruk bagi lingkungan, kita tidak dapat menyangkal fakta bahwa kegiatan ekonomi adalah hal fundamental bagi kehidupan manusia. Manusia perlu melakukan kegiatan ekonomi sederhana seperti produksi, konsumsi, dan jual-beli untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Oleh karena itu, kita perlu sebuah konsep tentang kegiatan ekonomi yang memerhatikan lingkungan. Konsep tersebut adalah ekonomi berkelanjutan.

Secara sederhana, konsep dari ekonomi berkelanjutan adalah konsep bahwa kegiatan ekonomi yang kita lakukan saat ini tidak akan mengurangi kemampuan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka melalui aktivitas ekonomi. Dalam konsep ekonomi berkelanjutan, kita perlu mengenal istilah Triple Bottom Line (TBL) yang merujuk kepada tiga pilar utama dalam konsep ekonomi berkelanjutan, yaitu profit (keuntungan), people (masyarakat), dan planet (lingkungan hidup). Istilah TBL bersumber dari tulisan di buku karya John Elkington yang berjudul "Cannibals with Forks: The Triple Bottom Line of 21st Century Business". Intisari dari buku tersebut menunjukkan bahwa dalam membangun bisnis (baca: ekonomi) yang berkelanjutan, kita memerlukan sinergi antarketiga pilar yang telah disebutkan dalam TBL.

Generasi muda adalah salah satu bagian dari pilar utama ekonomi yang berkelanjutan. Terdiri dari generasi milenial dan generasi Z, persentase generasi muda mencapai 53 persen lebih dari keseluruhan jumlah penduduk Indonesia berdasarkan data yang dihimpun dari Badan Pusat Statistik pada tahun 2023. Jumlah yang besar ini adalah modal dalam mempraktikkan konsep dari ekonomi berkelanjutan. Hal ini disebabkan generasi milenial dan generasi Z cenderung memiliki pemikiran yang terbuka terhadap hal baru. Kedua generasi ini juga relatif tumbuh dan terpapar dengan kemajuan internet dan teknologi sehingga memiliki kecenderungan untuk mampu dalam memanfaatkan berbagai teknologi lainnya. Kemampuan dalam memanfaatkan teknologi ini dapat digunakan untuk mengenalkan tentang salah satu cara dalam mendukung ekonomi yang berkelanjutan, yaitu investasi dan perencanaan keuangan untuk optimalisasi #UangKita bagi masa depan Indonesia.

Dalam mewujudkan ekonomi yang berkelanjutan, kita tentunya perlu melakukan investasi yang berkelanjutan pula. Investasi berkelanjutan dapat dipahami sebagai investasi terhadap produk maupun produsen yang memiliki komitmen dan aksi nyata untuk melestarikan lingkungan sekitarnya dalam setiap kegiatan produksi yang dilakukan. Salah satu produk dari investasi yang berkelanjutan dapat kita temukan dalam bentuk Green Bonds atau Green Sukuk.

Green Bonds atau Obligasi Hijau adalah surat utang yang diterbitkan dengan tujuan menghimpun dana yang akan digunakan untuk mendanai proyek yang mendukung keberlanjutan lingkungan. Istilah ini pertama kali dipopulerkan oleh European Investment Bank pada tahun 2007. Ada pun Green Sukuk secara sederhana adalah Green Bonds berprinsip syariah Islam. Di Indonesia sendiri, pemerintah pernah menerbitkan beberapa obligasi atau sukuk yang termasuk dalam Obligasi/Sukuk Hijau seperti Sukuk Tabungan (ST) 006, 009, dan 010. Beberapa produk tersebut digunakan untuk membiayai berbagai proyek seperti transportasi yang berkelanjutan dan ketahanan terhadap perubahan iklim. Selain itu, masih terdapat beberapa Obligasi Hijau lainnya yang diterbitkan institusi pemerintah lain seperti dari Bank Mandiri, BRI, dan PT Sarana Multi Infrastruktur.

Meskipun sudah dijalankan, masih banyak generasi muda, termasuk saya, yang tidak menyadari bahwa berbagai produk yang telah disebutkan sebelumnya merupakan Obligasi/Sukuk Hijau. Kurangnya sosialisasi dari pemerintah mungkin menjadi salah satu penyebabnya, namun saya rasa perlu ada peran komunitas di sini. Beruntungnya saya dapat mengenal Komunita Kemenkeu sebagai salah satu komunitas yang dapat mengajak saya menjadi generasi produktif yang memahami kebijakan pengelolaan #UangKita dan berperan sebagai penggerak perubahan menuju masa depan Indonesia Emas 2045. Komunitas seperti Komunita Kemenkeu berperan penting dalam mengenalkan kebijakan pemerintah, misalnya penerbitan Obligasi Hijau, kepada setiap anggotanya. Tidak terbatas hanya di situ, kehadiran Komunita juga secara tidak langsung dapat berkontribusi dalam mengedukasi masyarakat sekitar dengan mengajak anggotanya untuk menyebarkan informasi ke luar dari komunitas itu sendiri. Selain Obligasi/Sukuk Hijau, instrumen investasi yang dapat digunakan generasi muda dalam mendukung ekonomi berkelanjutan adalah Green Equities atau Ekuitas Hijau.

Ekuitas Hijau merupakan instrumen investasi berupa saham dari berbagai perusahaan yang berkomitmen terhadap kelestarian lingkungan dengan melakukan praktik bisnis ramah lingkungan. Sayangnya, untuk menentukan sebuah perusahaan menerbitkan saham sebagai Ekuitas Hijau atau tidak kita masih perlu upaya lebih. Kita perlu melihat laporan tentang aktivitas bisnis perusahaan tersebut secara keseluruhan dan memastikan betul bahwa perusahaan menjalankan aktivitas bisnis sesuai komitmen. Komunita Kemenkeu dapat berkontribusi dalam mengenalkan Ekuitas Hijau dengan membagikan informasi terhadap para anggotanya tentang daftar perusahaan yang menerbitkan Ekuitas Hijau. Akan tetapi, Komunita saja tidak cukup dalam mendukung upaya ekonomi berkelanjutan melalui pengenalan Ekuitas Hijau. Perlu adanya sinergi antara pemerintah, swasta, dan komunitas dalam mengenalkan Ekuitas Hijau secara lebih luas. Sinergi yang dimaksud dapat berupa pelabelan perusahaan yang berkomitmen terhadap penerbitan Ekuitas Hijau.

Pelabelan ini akan semakin mempermudah masyarakat, termasuk generasi muda, dalam memilih tempat meletakkan dana untuk berinvestasi saham berdasarkan komitmen dan praktik perusahaan dalam menjaga kelestarian lingkungan. Untuk mendapatkan pelabelan, perusahaan harus memenuhi syarat yang telah ditetapkan pemerintah sebagai perusahaan yang berkomitmen untuk melakukan praktik bisnis yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. Syarat yang ditetapkan pemerintah tidak hanya meliputi pemenuhan proyek bisnis yang berorientasi lingkungan, melainkan juga mencakup tata kelola perusahaan yang akuntabel dan transparan, serta kehadiran komite audit beserta direktur dan komisaris yang independen. Selain itu, pemerintah perlu memberikan intensif bagi perusahaan yang menerapkan aktivitas bisnis yang berkelanjutan ini seperti pembebasan atas pajak-pajak tertentu dan subsidi untuk aktivitas produksi agar semakin banyak perusahaan yang ingin ikut serta.

Lebih lanjut, generasi muda dapat berinvestasi di Obligasi Hijau maupun Ekuitas Hijau melalui platform penyedia layanan investasi digital seperti Bibit, Ajaib, Bareksa dan lain sebagainya. Pemerintah perlu bekerja sama dengan berbagai platform penyedia layanan investasi digital tersebut untuk mengelompokkan mana saja obligasi dan saham yang termasuk dalam Obligasi dan Ekuitas Hijau. Hal ini bertujuan untuk memudahkan dan menumbuhkan minat generasi muda guna turut andil dalam melakukan investasi yang berkelanjutan. Tidak hanya itu, Komunita juga perlu mengedukasi anggotanya terkait urgensi untuk berinvestasi melalui platform yang tepercaya sebagai bagian dari perencanaan keuangan indvidu yang baik. Ini bertujuan untuk menyiapkan generasi muda yang mapan dalam meneruskan usaha mencapai ekonomi yang berkelanjutan. Dengan perencanaan keuangan yang benar, sinergi antarentitas yang baik, dan keterbukaan terhadap inovasi, kita dapat mencapai ekonomi berkelanjutan dengan mengoptimalkan #UangKita untuk Masa Depan Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun