pernikahan. Kurang lebih jika disarikan, beliau tidak ingin terburu-buru menikah dengan alasan mencari ridho-Nya dan ingin mempersiapkan segala sesuatunya agar kelak ketika menikah, Ia benar-benar bisa merasakan kebahagiaan. Entah apa yang Dia maksud dengan kebahagiaan itu, mungkin kemapanan secara materi atau sesuatu yang lain. Tetapi untuk diketahui, teman saya tersebut kebetulan sudah memiliki teman dekat atau sebut saja dengan istilah pacar dan secara usia juga sudah masak untuk menikah.
Tadi malam tidak sengaja saya membaca status Whatsapp seorang teman. Menariknya, beliau-teman saya itu memposting sebuah kata-kata tentangSingkat cerita, dalam diam saya merenung. Apakah saya termasuk orang yang terburu-buru untuk menikah ?. Jika "terburu-buru" menikah berkorelasi dengan ridho Allah dan kebahagiaan, maka apakah saya yang satu bulan lalu memutuskan menikah diusia 24 tahun lantas tidak bisa bahagia dan mendapatkan ridho-Nya ?.
Menikahlah Karena Menikah Itu Ibadah
Mungkin benar kalau saya masuk dalam kategori orang yang "terburu-buru" menikah. Betapa tidak, saat saya memutuskan menikah di bulan April yang lalu, saya adalah seorang pengangguran. Sejak lulus kuliah tahun 2017, saya belum sekalipun merasakan empuknya kursi kantor sebagaimana kebanyakan teman-teman kuliah saya yang lain. Jika ditanya mengapa, maka saya akan jawab qodarullah karena segala usaha juga sudah saya lakukan dengan maksimal.
Keputusan yang saya anggap cukup nekat tersebut bukanya tidak membuat saya kawatir akan nasib saya kedepan pasca menikah. Tetapi saat itu saya berpedoman pada dua hal. Pertama, saya teringat nasihat seorang kawan kuliah dan seorang ustad yang pada intinya jangan pernah takut untuk menikah karena menikah adalah ibadah, dan ibadah tidak akan menghalangi kebaikan. Apalagi dalam sebuah hadits, Rosulullah Muhammad SAW juga pernah mengatakan dengan tegas jika pernikahan adalah sunnahnya dan barangsiapa yang membenci sunnahnya maka bukan termasuk bagian dari umatnya.
Kedua, jika saya semakin menunda pernikahan, itu sama halnya dengan semakin menumpuk dosa dan membuat saya berada di bibir jurang perzinahan. Meskipun saya tidak pernah melakukan dosa besar tersebut, tetapi bisa dibilang saya telah mendekatinya saat itu karena apapun alasannya, menjalin hubungan dengan lawan jenis diluar ikatan suci pernikahan adalah tidak bisa dibenarkan. Allah pun tidak main-main dengan mereka yang mendekati zina, yaitu dengan menyebutnya sebagai fakhisyah wa saa'a sabiila.
Menikahlah, Engkau Akan Mendapat Ridho-Nya
Jika teman saya memilih menunda pernikahan dengan alasan mencari momentum yang tepat untuk mendapatkan ridho Allah, maka saya pikir hal tersebut sebagai sebuah pemahaman yang keliru.
Bukankah telah jelas bahwa Allah melarang mendekati zina dan menyuruh mengambil jalan halal lewat ikatan sakral pernikahan ?. Lantas apa yang masih membuat kebanyakan kita ragu-ragu dalam mengambil sebuah keputusan yang sudah pasti akan diridhoi-Nya ?.
Menikahlah, karena apa yang haram sebelumnya akan menjadi halal dan justru berpahala karena bernilai ibadah. Memegang tangan suami atau istri, bercumbu, berpelukan, dan sebagainya adalah larangan sebelum terjadinya pernikahan. Tetapi semua itu akan dengan begitu cepat berubah menjadi ladang pahala hanya dengan niat dan kesungguhan yang termanifestasi dalam ucapan suci qobiltu nikaakhaha wa tazwiijaha bil mahril madzkuur.
Menikahlah, Engkau Akan Bahagia