Berkenalan dengan BPJS Ketenagakerjaan (JAMSOSTEK)
Saya bekerja di salah satu perusahaan holding company yang bergerak di bidang industri plastic, dengan produk utama berupa woven bag atau karung plastic sejak awal tahun 2000-an. Saat pertama kali diterima, posisi jabatan awal saya adalah junior staff di Departemen Human Resources & General Affair atau mungkin lebih dikenal masyarakat sebagai personalia dan umum.
Lingkup pekerjaan yang saya tangani saat itu memang relatif banyak, selain komunikasi internal perusahaan yang meliputi recruitment, training, dan manajemen kebutuhan umum perusahaan non produksi. Untuk komunikasi external, link pekerjaan saya adalah dengan berbagai institusi baik yang berkaitan langsung maupun tidak langsung dengan operasional perusahaan tempat saya bekerja, seperti Dinas tenaga Kerja, DLLAJ, Dinas Perindutrian dan Perdagangan, Kantor Imigrasi, Kantor Pelayanan Pajak, Dinas Kesehatan, Kantor Pemerintahan dari tingkat RT/RW, Kelurahan sampai Gubernur dan tentunya Kantor Pelayanan BPJS Ketenagakerjaan ( saat itu masih JAMSOSTEK).
Diantara lingkup pekerjaan yang saya tangani, pekerjaan “mengurusi” karyawan dan JAMSOSTEK, merupakan pekerjaan yang paling banyak memberikan kesan, kenangan, pelajaran dan pengalaman hidup luar biasa yang sangat berharga dan berguna, baik untuk kemajuan kinerja saya pribadi di perusahaan maupun untuk kehidupan sosial diluar perusahaan.
“Berhubungan dengan JAMSOSTEK (BPJS Ketenagakerjaan), itu gampang-gampang susah, kamu harus pintar mengatur sikon agar komunikasi lancar dan tidak dipersulit!”
Inilah kalimat sugestif pertama tentang JAMSOSTEK (BPJS Ketenagakerjaan) yang terekam dengan baik dalam alam bawah sadar saya, membuat sedikit agak bergidik juga…!Kalimat ini disampaikan oleh manager saya, ketika untuk pertama kali saya diberi tugas melakukan sinkronisasi data rekonsilisasi tahunan kepesertaan JAMSOSTEK (BPJS Ketenagakerjaan) perusahaan kami, berikut total rincian iuran tahunannya yang kebetulan ada perbedaan antara data perusahaan dengan JAMSOSTEK (BPJS Ketenagakerjaan), sehingga menimbulkan selisih pembayaran yang cukup besar dan celakanya, sudah beberapa tahun terakhir masalah data rekonsiliasi tahunan yang bermasalah ini tidak juga terselesaikan. Entah apa sebabnya….? Sepertinya hubungan perusahaan tempat saya bekerja dengan JAMSOSTEK (BPJS Ketenagakerjaan) kurang harmonis.
Menurut (versi) manajer saya, staff kita tidak ada yang bisa ngurus! Sementara pihak JAMSOSTEK (BPJS Ketenagakerjaan), khususnya bagian data susah untuk diajak komunikasi, sepertinya kultur dan budaya kinerja JAMSOSTEK (BPJS Ketenagakerjaan) tidak jauh beda dengan kultur BUMN lainnya, yang punya kecenderungan kalau bisa dipersulit, kenapa dipermudah? Inilah kalimat sugestif kedua tentang JAMSOSTEK (BPJS Ketenagakerjaan)yang masuk dalam benak saya saat itu.
Angker juga sepertinya sosok JAMSOSTEK (BPJS Ketenagakerjaan) yang digambarkan oleh bos saya saat itu, bahkan darah muda saya sempat berdesir juga lho, mendengarnya. Untungnya logika saya segera bermain! Kemungkinannya ada dua, Pertama, Ini skenario shock therapy sekaligus test case bagi karyawan baru seperti saya pada masa training 3 bulan. Kedua, Ini benar-benar test case pertama dari perusahaan untuk menguji kecakapan kinerja saya dalam memanage konflik dengan pihak eksternal, berarti ini tantangan sekaligus ujian bagi keberhasilan saya melewati masa training.
Kesan pertama memasuki kantor JAMSOSTEK (BPJS Ketenagakerjaan) yang terlihat penuh dan sibuk, sepertinya baik-baik saja. Saya diterima oleh security dan diantarkan ke bagian pengawasan dan data yang ada di lantai dua dan akhirnya bertemu langsung dengan petugas yang selama ini memegang data untuk wilayah kerja yang mencakup perusahaan tempat saya bekerja, sebut saja Pak Arbi. Dalam obrolan yang relatif santai itu, akhirnya terungkap semua permasalahan yang menyebabkan terjadinya perbedaan perhitungan nilai iuran yang harus dibayar perusahaan dan miss communication akut antara perusahaan saya dengan JAMSOSTEK (BPJS Ketenagakerjaan) selama ini, yaitu
- Tidak adanya wadah komunikasi intensif untuk menyelaraskan persepsi dalam bentuk forum komunikasi atau grup diskusi antara perusahaan dan JAMSOSTEK (BPJS Ketenagakerjaan), Sudah menjadi rahasia umum, adanya perbedaan kepentingan yang mendasar antara sebagian besar perusahaan dengan JAMSOSTEK (BPJS Ketenagakerjaan) dalam “memandang” dana iuran yang harus dibayarkan perusahaan tiap bulannya. Bagi perusahaan, ini adalah beban (biaya) tetap yang pasti (compulsory) dengan prosentase maksimal sekitar 12,74% X Gaji tenaga kerja X Total Jumlah Karyawan. Sedangkan JAMSOSTEK (BPJS Ketenagakerjaan), wajib memungut iuran bulanan dari perusahaan untuk menjaga keberlangsungan fungsi-fungsinya yang telah diatur oleh Undang-Undang (apapun kondisi perusahaan).
- Keterbatasan personel bagian data dan pengawasan JAMSOSTEK (BPJS Ketenagakerjaan) tidak sebanding dengan banyaknya jumlah perusahaan yang di handle, sehingga menyebabkan intensitas kunjungan semakin berkurang. Hal ini menyebabkan minimnya komunikasi data yang akurat, karena tidak ada fungsi korektif dini secara berkala untuk mencegah penyimpangan (deviasi) akurasi data yang seharusnya menjadi salah satu tugas dari bagian pengawasan JAMSOSTEK (BPJS Ketenagakerjaan).
- Kurang tertibnya administrasi perusahaan dalam mencatat dan melaporkan karyawan resign yang juga anggota JAMSOSTEK (BPJS Ketenagakerjaan). Paling sering adalah, keterlambatan pelaporan, sehingga terjadi selisih bulan kepesertaan anggota yang ujung-ujungnya menyebabkan selisih rincian iuran yang harus dibayar perusahaan.
- Perbedaan nilai gaji karyawan yang didaftarkan perusahaan dengan nilai gaji riil yang diterima karyawan. Hal ini merupakan sumber masalah terbesar dalam trilogy pola hubungan perusahaan, karyawan dan JAMSOSTEK (BPJS Ketenagakerjaan). Meskipun sudah diatur dalam Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah berikut sangsi-sangsi hukumnya, tapi anehnya masalah ini terus muncul. Jelas ini merugikan tenaga kerja /karyawan.
- Tidak adanya PIC (Personal In Charge) definitif atau penanggung jawab komunikasi dan data yang ditunjuk oleh perusahaan terkait JAMSOSTEK (BPJS Ketenagakerjaan) yang sifatnya permanent, sehingga pihak JAMSOSTEK (BPJS Ketenagakerjaan) mengklaim sering kebingungan ketika harus menghubungi perusahaan jika ada masalah-masalah yang perlu dibahas.
Alhamdulillah, pertemuan pertama saya dengan JAMSOSTEK (BPJS Ketenagakerjaan) cukup memberi kesan. Situasi yang sebenarnya tidak saya duga sebelumnya ini, paling tidak mulai merubah pandangan awal saya terhadap JAMSOSTEK (BPJS Ketenagakerjaan). Dari sini ada beberapa kesimpulan awal yang bisa saya dapatkan, yaitu
- Memang, inti dari sebuah hubungan, apapun itu bentuk dan jenisnya adalah komunikasi yang baik dan terjaga.
- Perlunya JAMSOSTEK (BPJS Ketenagakerjaan) membangun komunikasi intensif dan persepsi positif kepada publik sebagai bagian membangun goodwill perusahaan, khususnya stake holder agar tidak terjadi miss communication yang berujung pada ketidakharmonisan hubungan yang tentu saja memberikan efek yang tidak nyaman.
- Untuk internal perusahaan, tidak ada kata lain selain harus merapikan proses administrasi data tenaga kerja, termasuk akurasi data perubahan dan ketepatan waktu pelaporan status ketenagakerjaan karyawan ke JAMSOSTEK (BPJS Ketenagakerjaan).
Dengan total karyawan aktif mencapai 10.000-an plus budaya kerja perusahaan yang sudah terbentuk sekian lama, memang bukan pekerjaan mudah untuk merubah dan berubah. Tapi, bukan berarti tidak bisa! Bukankah sudah menjadi kodrat kita harus selalu berubah mengikuti desain dan pola baru yang lebih baik, efektif dan efisien. Meskipun pelan tapi harus yakin dan pasti.