Dari situs tambang Pengaron seluas 169,6 m ini, produksi batu baranya saat itu mencapai 10.000 ton/tahun dan terus meningkat sampai 14.794 ton/tahun di tahun 1854.
Sayangnya untuk mendapatkan "tambang" batubara di pengaron ini, Belanda lebih dulu "mengadu domba" para pagustian atau  keluarga inti Kesultanan Banjar dengan suksesi, pasca berpulangnya Sultan Adam (1857).Â
Belanda dengan "seenak perutnya" Â menunjuk Sultan Tamjidillah yang hanya putra dari seorang selir, sebagai Sultan karena menyetujui "tambang Belanda" di wilayah kekuasaan Kesultanan Banjar dan konon mendapatkan 140 gulden setiap produksi 1 ton batu bara.
Peristiwa ini menjadi salah satu pemantik pecahnya perang Banjar yang meletus pada 1859 di bawah komando Pangeran Antasari yang kelak juga dikenal sebagai salah satu dari 4 pahlawan nasional dari Kalimantan Selatan.
Benteng Oranje Nassau
Guna mendukung operasional tambang Oranje Nassau dari kemungkinan "gangguan" dari pihak-pihak dari Kesultanan yang berseberangan dalam suksesi yang pastinya didukung  Urang Banjar yang "marah", karena suksesi yang tidak sesuai adat plus eksploitasi kerja paksa di tambang Oranje Nassau yang dibayar sangat murah, tapi dengan hukuman pelanggaran yang tidak berperikemanusiaan.
Akhirnya pada 1848 Belanda membangun Benteng Oranje Nassau yang sebagian sisa-sisa peninggalannya masih bisa kita lihat di Desa Benteng, Kecamatan Pengaron, Kabupaten Banjar, sekitar 50 km arah Timur Laut dari Kota Martapura.
Baca Juga :Â Stigma "Rumah Setan" dalam Persinggungan Societeit de Kapel dengan Peradaban Urang Banjar di Masa Lalu
Selain sebagian bangunan benteng, jejak-jejak Peninggalan situs pertambangan batubara Oranje Nassau di pengaron berupa fasilitas kegiatan penambangan, juga masih bisa dilihat sampai saat ini, seperti lorong-lorong, terowongan, sumur lubang batu bara, lantai batu bata dengan cap impor dari Inggris dan lain-lainnya.
Semoga Bermanfaat!
Salam matan Kota 1000 Sungai,
Banjarmasin nan Bungas!