Kalau menurut UUD 1945 memang sudah cukup. Tapi kalau melihat tugas dan juga "kuasa" MKRI yang mirip-mirip Tuhan, dimana hasil putusannya bersifat final and binding, tidak bisa dibanding atau dilakukan upaya hakim selanjutnya, sepertinya masih perlu ditambahkan lagi beberapa klausul persyaratan bagi calon hakim MKRI agar lebih sehat dan kuat lagi dalam menjalankan semua tugas dan perannya mengawal konstitusi kita.
Salah satunya adalah perlunya sosok hakim yang beriman dan bertakwa (imtak). Karena kalau melihat fakta sekarang, ketiadaan imtak atau setidaknya tidak adanya rasa takut kepada Tuhan inilah yang menjadi sebab semakin mengerikannya korupsi, kolusi dan nepotisme di lingkungan para pejabat kita saat ini.
Uniknya, meskipun menjadi hakim konstitusi akan lebih banyak berkutat dengan permasalahan hukum, ternyata tidak ada ketentuan spesifik "harus sarjana hukum" untuk menjadi hakim di lembaga tinggi termuda ini. Apakah faktor ini juga berpengaruh terhadap "kesehatan dan kekuatan MKRI? Jadi, sejauh ini pada dasarnya siapa saja bisa menjadi hakim konstitusi juga asal memenuhi semua yang dipersyaratkan dalam UUD 1945 seperti di atas dan tentunya harus non partisan dan harus bebas dari kepentingan politik.
Rakyat Semakin Berdaulat, Indonesia Bermartabat
Konstitusi merupakan kristalisasi nilai-nilai luhur kebangsaan dari satu generasi ke generasi yang mampu memoderasi kepentingan beragam suku, bangsa, agama, dan ribuan kategori identitas lainnya hingga bisa berdiri di atas semua golongan sebagai tonggak awal terbentuknya negara sekaligus menjadi dasar utama bagi penyelenggara negara.
Karenanya, konstitusi menempati posisi penting dan strategis dalam kehidupan ketatanegaraan sebuah negara. Konstitusi merupakan penunjuk arah bagi generasi penerus bangsa dalam mengemudikan negara menuju tujuannya dan sebagai negara yang memilih demokrasi sebagai tatanan sistem ketetanegaraannya, maka pemegang kedaulatan tertinggi dalam pemerintahan Indonesia ada pada rakyat.
Banyaknya “gugatan” masyarakat yang masuk ke MKRI sejauh ini , jelas menunjukkan adanya dinamika “melek konstitusi” pada masyarakat kita yang sudah pasti sangat bermanfaat bagi perjalanannya dalam berbangsa dan bernegara bersama-sama dengan masyarakat warga negara lainnya.
Karena, dengan “melek konstitusi”, berarti masyarakat mampu memahami hukum dasar yang berlaku sebagai aturan-aturan pokok berbangsa dan bernegara, sehingga berbagai aktifitas kehidupan yang dilakukan sehari-hari sebagai pemegang keaulatan tertinggi bisa dipertanggungjawabkan secara konstitusi. Sehingga dalam prosesnya, masyarakat tidak akan kehilangan jati dirinya, apalagi tercerabut dari akar budaya bangsa dan tentunya juga keimanannya. Inilah kedaulatan rakyat yang hakiki.
Situasi ini jelas selaras dengan goal MKRI yang terus berusaha mewujudkan masyarakat sadar Pancasila dan Konstitusi, selain terus berusaha mewujudkan sistem peradilan konstitusi yang bersih dan terpercaya, juga mewujudkan putusan yang bermutu dan implementatif yang akan bermuara pada kepastian hukum yang bisa dipertanggung jawabkan.
Kepastian hukum jelas akan berdampak pada berbagai bentuk stabilitas di berbagai sektor, mulai ekonomi, politik, sosial budaya dan juga pertahanan dan keamanan yang sudah pasti akan membawa Indonesia kearah yang jauh lebih baik, lebih bermartabat di mata dunia internasional.
Semoga Bermanfaat!