Kesaksian Hajjah SukaesihÂ
Setiap datang  musim haji di seputaran bulan Dzulhijjah dalam kalender Hijriyah yang di Indonesia "kesibukannya" biasa sudah dimulai setidaknya sebulan sebelumnya dan ditandai dengan keberangkatan para calon jamaah haji ke Tanah suci melalui titik-titik  embarkasinya masing-masing, saat itulah memori Hajjah Sukaesih yang oleh tetangga dan masyarakat sekitar tempat tinggalnya di jalan Mahligai, Kertakhanyar, Kab. Banjar lebih dikenal sebagai "Haji Kolombo" daripada nama aslinya, seperti otomatis memutar kembali detik-detik peristiwa kelam yang terjadi menjelang tengah malam, Rabu 15 Nopember 1978 atau hampir 45 tahun silam.Â
Sebuah kengerian luar biasa di depan mata yang membuktikan betapa berkuasanya Allah SWT atas hidup dan mati kita, hamba-hambaNya.
Sebuah kenangan pahit tak terlupakan, ketika pesawat haji DC-8 milik maskapai Icelandic Airlines yang rencananya akan mengantarkannya pulang ke Indonesia, setelah menunaikan ibadah haji di Tanah suci bersama sang suami dan juga rombongan haji lainnya dari Kalimantan Selatan, ternyata  mengalami insiden kecelakaan.Â
Pesawat nahas yang disewa Garuda Indonesia untuk transportasi pemulangan jamaah haji yang seharusnya landing dan mengisi bahan bakar, sekaligus mengganti semua kru-nya di Bandara internasional Bandaranaike di Katunayake, pinggiran Kolombo, Sri Lanka sebelum lanjut menuju ke Indonesia ini, jatuh dan "menyapu" batang-batang pohon kelapa dan berakhir di perkebunan karet milik masyarakat di pinggiran Kolombo, Sri Lanka, hanya beberapa menit sebelum mendarat yang menyebabkan badan pesawat patah menjadi 3 bagian, kepala, badan dan ekor, sebelum akhirnya meledak.
Menurut Hajjah Sukaesih, posisi duduk beliau dan suami saat kecelakaan terjadi ada di patahan pesawat bagian ekor dan begitu menyadari apa yang terjadi dan mendapati ada kesempatan untuk keluar dari bagian ekor pesawat, beliau bersama suami langsung berlari keluar dan menjauh dari bangkai pesawat.Â
Baca Juga : Â Mohon... Jangan Naik Haji Lagi!Â
Menurut Hajjah Sukaesih yang saat kejadian berumur 25 tahun, dalam suasana yang gelap gulita, situasi saat itu sangat kacau. Teriakan takbir  dan tangisan histeris penumpang yang selamat terdengar begitu menyayat hati, tapi apa daya beliau juga tidak bisa berbuat apa-apa untuk menolong.Â
Ditengah-tengah "pertempuran" dalam hati kecil beliau, tiba-tiba terjadi 2 kali ledakan cukup besar dan setelahnya, dunia menjadi sunyi dan senyap. Suara takbir dan teriakan-teriakan histeris yang sebelumnya membahana dan menyayat hati siapa saja yang mendengarkan, tiba-tiba lenyap tidak lagi terdengar.
Inna lillahi wa inna ilaihi roji’un