Bulan Ramadan atau wulan posoan, selalu menjadi waktu yang istimewa bagi siapa saja, termasuk bagi kami "anak-anak langgar" era 80-an yang tumbuh dan besar di kampung-kampung, seputaran kaki Gunung Lawu bagian timur laut. Tidak heran jika saat itu, kami anak-anak yang ikut menikmati romansanya akan selalu menantikan kehadirannya, sekaligus tidak akan pernah bisa melupakan berbagai  kenangan indahnya sepanjang masa.Â
Dunia Berteman dan Main-main.Â
Sudah menjadi rahasia umum, dunia anak-anak itu ya dunia main-main. Naluri ini yang menuntun anak-anak bisa merasakan dan menikmati masa kanak-kanak kami lebih maksimal. Kita saat itu seperti tidak pernah kehabisan ide dan cara yang asyik mengisi ruang dan waktu yang kami miliki tanpa rasa bosan, termasuk saat tetap harus "bermain-main" ditengah-tengah manghidupkan sakralitas bulan puasa Ramadan dengan cara kami, anak-anak! Marhaban ya Ramadan!
Seperti dunia anak-anak lainnya, cara kami mengisi ramadan-an saat itu layaknya mengambil "spirit" bermain-main ala anak-anak yang saat itu lebih suka berteman, selalu bersama-sama dan tentunya bersenang-senang sebagai spirit beribadah kami.Â
Itulah sebabnya, saat itu kami bisa lebih menikmati hampir semua waktu kami selama bulan ramadan sebagai quality time untuk beribadah tapi tetap dalam suasana yang  menyenangkan.Â
Saat itu , circle kami anak-anak di kampung sebagian besar memang teman-teman yang seumuran, jadi lebih mudah ngeklik-nya! Kami biasa bersama-sama beribadah puasa seharian penuh, sholat lima waktu, taddarus Alquran dan juga shalatul lail setiap malam di langgar (sebutan lain dari mushalla di kampung kami).Â
Bahkan, Â makan sahur-pun sebagian besar juga kami lakukan bersama-sama, meskipun kadang harus berpindah-pindah kerumah beberapa teman, kalau kebetulan tidak ada takjil taddarusan yang tersisa untuk sahur, karena inilah kami dijuluki sebagai anak-anak langgar.
Kemul Sarung
Salah satu yang paling spesial di bulan Ramadan adalah hadiah sarung baru untuk sholat di langgar. Tidak seperti sarung jaman sekarang yang bahan, desain, corak, warna dan tentu harganya juga sangat beragam, sehingga memberi banyak pilihan. Sarung anak-anak saat itu semuanya bermotif kotak-kotak dengan warna yang ngejreng.
Baca Juga : Â Merindu Ramadan, "Kurikulum Langit" Penuntun Fitrah Manusia
Namanya juga anak-anak, sarung tersebut selalu kami bawa ke langgar. Selain untuk sholat, biasanya juga kami pakai untuk bermain-main dengan teman-teman, seperti ikat kepala bajak laut, topeng ninja, atau jadi jubah terbang layaknya superman, batman dan teman-temannya.
Setelahnya, apalagi kalau bukan untuk perang sarung dan setelah kecapekan, barulah kain-kain bakalan sarung itu kembali kepada fungsi legendaris-nya, untuk kemul  sarung alias selimut yang menemani tidur malam kami di langgar selama Ramadan.
Ritual Lus SikilÂ
Kami anak-anak langgar mempunyai satu "ritual" unik yang telah mentradisi sejak lama yang biasa kami sebut sebagai lus sikil atau usap kaki yang biasa kami lakukan secara beramai-ramai, secara paralel setelah rangkaian ibadah malam Ramadan tunai semuanya dan semua sudah bersiap untuk tidur.Â
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!