Mohon tunggu...
kaekaha
kaekaha Mohon Tunggu... Wiraswasta - Best in Citizen Journalism 2020

(Mantan) Musisi, (mantan) penyiar radio dan (mantan) perokok berat yang juga penyintas kelainan buta warna parsial ini, penikmat budaya nusantara, buku cerita, sepakbola, kopi nashittel, serta kuliner berkuah kaldu ... ingin sekali keliling Indonesia! Email : kaekaha.4277@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Brimo dan Lorong Waktu Menuju Elegi Mudik Tahun 90-an

25 Mei 2022   23:34 Diperbarui: 25 Mei 2022   23:42 626
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mudik 90-an | You Tube/PRIBUMI SLIDE

"Tolong anak dan isteri saya masih di bawah" teriak si-bapak masih tanpa terlihat sosoknya, sedangkan saya dan penumpang lain yang berjejal di sepanjang lorong pintu dan sambungan kereta hanya bisa saling memandang, karena kamipun tidak bisa bergerak sama sekali, terhimpit padatnya penumpang.

Apalagi, gelombang penumpang di Stasiun Jember yang baru saja naik memang lumayan banyak, hingga memaksa semua penumpang, termasuk si-bapak untuk tetap berada diposisinya dan tidak bisa kemana-mana, ketika laju gerbong kereta semakin kencang.

Ternyata, kabarnya si-bapak tidak hanya terpisah dari anak dan istrinya saja, tapi juga dengan dompet berisi uang bekal yang sebelumnya beliau titipkan ke sang isteri, sebelum berusaha untuk menaikkan barang bawaan terlebih dulu saat kereta berhenti.

Lantas bagaimana nasib si-bapak dan juga anak istrinya yang tertinggal!?

Mudik Solo | Unsplash/Ivan Hermawan 
Mudik Solo | Unsplash/Ivan Hermawan 

Kertosono, Suatu Sore di 1997

Ini kali ke-4, saya harus singgah ke tukang tambal ban untuk menambalkan ban sepeda motor yang saya pakai mudik dari Kota Tembakau ke Kaki Gunung Lawu hari ini. Sayang, kali ini ban luar dan dalamnya tidak bisa diselamatkan lagi, harus diganti baru! Waduuuuh, padahal bekal uang saya hanya cukup untuk persiapan beli seliter bensin saja, sedangkan perjalanan masih jauh.

Ketika nambal ke-2, sesaat sebelum masuk Kota Pasuruan, sebenarnya saya disarankan mengganti ban belakang luar-dalam yang memang mulai gundul, sedangkan ban dalamnya juga sudah banyak tambalannya. Begitu juga tukang tambal ke-3, di ruas jalan Mojosari, Kabupaten Mojokerto. 

selain menyarankan ganti ban, beliau  juga mengaku terkejut mendengar pengakuan saya mudik sendirian dengan motor butut dari ujung timur Jawa Timur ke ujung barat Jawa Timur yang berjarak sekitar 400 km tersebut. "Mudahan sampai tujuan kata beliau!"

Jujur, sebenarnya bukan saya tidak mau mengganti ban sepeda motor, karena semua juga demi keamanan, kelancaran dan keselamatan saya di perjalanan ini, tapi karena anggarannya yang memang tidak ada dalam perjalanan ini. Terus bagaimana kalau sudah begini?

 

151437700000-mudik780x390-628e27e153e2c30d31769793.jpg
151437700000-mudik780x390-628e27e153e2c30d31769793.jpg

Pasar Krian, Sidoarjo Sore di Pebruari 1999 

Setiap Sabtu sore, ruas jalan di depan Pasar Krian, Sidoarjo ini selalu dipadati oleh penumpang bis dan angkutan umum jarak menengah sampai jauh ke arah barat seperti Kediri, Blitar, Jombang, Madiun, sampai seputar Solo Raya yang didominasi oleh pekerja pabrik dan perusahaan di seputar Sidoarjo yang ingin pulang kampung mingguan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun