Itulah gambaran kehidupan riil sehari-hari Nabi Muhammad SAW, seorang pemimpin umat, pemimpin pemerintahan yang juga tercatat dalam sejarah sebagai politisi dan juga pengatur strategi perang sekaligus panglima perang yang tangguh, ternyata juga seorang "bapak rumah tangga" sejati. Ini persis dengan yang digambarkan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari-nya yang menggambarkan keseharian Rasulullah SAW sebagai sosok yang tawadu, tidak dilalaikan kenikmatan dan mandiri.Â
Frasa "Bapak Rumah Tangga"
Frasa Bapak Rumah Tangga, memang tidak se-familiar dengan istilah frasa ibu rumah tangga yang sejak lama begitu populer, hingga menjadikan banyak aktifitas (pekerjaan) di dalam "wilayah domestik" rumah tangga (baca;keluarga) menjadi begitu identik dengan ibu-ibu. Terlebih, pekerjaan-pekerjaan rumah tangga, seperti memasak, mencuci piring, mencuci baju, menyeterika baju, bersih-bersih rumah dan juga "momong" anak di rumah.
Tapi apa iya, aktifitas domestik atau pekerjaan rumah tangga memang hanya domain dari isteri atau ibu-ibu semata, sehingga ada juga pemeo yang menyebutkan bahwa tugas perempuan atau ibu-ibu itu ya "3 ur", yaitu dapur, sumur dan dapur atau dalam bahasa Jawa ada juga yang menyebutnya sebagai macak, manak dan masak!? Nah loooooo...
Dengan logika sederhana, kita bisa merunut asal-usul istilah frasa ibu rumah tangga, sebagai hasil dari penggabungan antara kata ibu dan rumah tangga. Ketika lahir frasa ibu rumah tangga, seharusnya secara otomatis disaat yang bersamaan juga lahir frasa bapak rumah tangga. Logikanya begini!
Baca Juga:Â Estetika "Seni Menjemur Baju" dan Manfaatnya yang Tak Terduga
Muncul dan lahirnya  frasa ibu rumah tangga pada dasarnya merupakan konsekuensi logis dari pembentukan keluarga (yang dalam beberapa situasi juga biasa disebut sebagai rumah tangga) yang ditandai dengan pengikatan dalam sebuah tali pernikahan antara seorang laki-laki dan perempuan. Artinya, yang namanya rumah tangga secara umum pasti dibangun dari dua elemen, suami dan isteri.Â
Nah relevansinya, jika di kemudian hari lahir frasa ibu rumah tangga, seharusnya di saat bersamaan juga lahir frasa bapak rumah tangga, sebagai refleksi dari bentuk keterseimbangan posisional.Â
Tapi, meskipun antara suami dan isteri sama-sama punya kewajiban posisional dalam rumah tangga, sebagai bapak rumah tangga dan ibu rumah tangga, tapi secara faktual, memang tidak bisa serta merta" menterjemahkan sekaligus menempatkan "posisi bapak rumah tangga dan ibu rumah tangga dalam kewajiban yang linier atau sama persis, khususnya menyangkut aktifitas domestik atau pekerjaan rumah tangga secara umum.
Secara kodrati antara laki-laki dan perempuan memang diciptakan berbeda, tapi takdir mereka untuk berpasang-pasangan, jelas menyiratkan "pesan-Nya", bahwa segala perbedaan diantara keduanya, justeru untuk saling mengisi kekurangan masing-masing atau saling menyempurnakan yang dalam Islam biasa disebut sebagai konsep Mubaadalah.
Konsep Mubaadalah dalam Rumah Tangga
Semua yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW dalam mengerjakan aktifitaa domestik atau pekerjaan rumah tangga beliau pada dasarnya merupakan aplikasi dari konsep mubaadalah atau yang dalam bahasa Indonesia sering diterjemahkan sebagai "kesalingan", yaitu cara pandang dan juga sikap untuk saling menghormati dan menghargai satu sama lain (dalam konteks keluarga) yang secara riil, berwujud saling berbagi beban dalam rumah tangga dengan cara saling bekerjasama dan tolong menolong.
Jadi konsep "bapak rumah tangga" ala Rasulullah SAW memang tidak serta merta menggantikan secara penuh peran "ibu rumah tangga" seperti yang kita pahami selama ini, tapi di antara keduanya ada komunikasi, kompromi, toleransi, ada kerjasama dan ada keterikatan untuk saling tolong menolong dalam segala urusan aktifitas domestik atau rumah tangganya.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!