Ranat Ek (Thailand), Balafon (Gabon), Marimba (Congo/Tanzania), Garantung (Indonesia), Mridagam (India), Ghatam (India), Udu (Nigeria), Bo (China), Bhusya (Nepal), Darbuka (Egypt), Tifa (Indonesia), Small Djembe (Mali/West Africa), Traditional Drum (Srilanka), Muzavu (Tamil), African Drums, Tabla (India), Kendang (Indonesia), Conga (Latin America), Pipa (China), Setar (Iran), Oud (Saudi Arabia), Biwa (Japan), Lute (English), Ud (Turkey), Bowed String (Italia), Dombra (Kazakhstan), Saung Gauk (Myanmar), Ngobi (Algeria), Sakota Yazh (Tamil), Kora (Gambia), Ekidongo (Uganda), Harp, Zeze/Lunzenze (Kenya), One String Zither (Peru), Kse Diev (Cambodia), Kwere (Tanzania), Sheng (China), Saenghwang (Korea), Keledik/Kedire (Indonesia), Sape' (Indonesia), Shio (Japan), Traditional Flute (Europe), Bansuri (India), Medieval Flute (Germany), Daegum (Korea), dan Suling atau seruling (Indonesia).
Dari daftar diatas, Indonesia menjadi penyumbang jenis alat musik terbanyak, dengan 6 jenis alat musik yang terdiri dari  Garantung, Tifa, Kendang,  Sape', Keledi dan Suling.Â
Uniknya, keenam alat musik diatas berasal dari daerah berbeda-beda, Garantung dikenal dari Sumatera Utara, Tifa dari daratan Papua, serta kendang dan suling. Meskipun konsentrasi terbanyak ada di Pulau Jawa, tapi faktanya dua jenis alat musik ini, sekarang juga telah mempunyai sebaran yang cukup luas di pelosok nusantara, bahkan beberapa sampai level Asia Tenggara.
Khusus untuk Sape' dan Keledi, ini yang membuat orang Kalimantan wajib berbangga! Ternyata, dua alat musik Suku Dayak di Kalimantan ini mempunyai sejarah yang sangat panjang, sampai terpahat dengan visual yang sangat jelas dan identik sejak 13 abad silam di dinding Candi Borobudur.
Mengenal Alat Musik Sape'
Pada pahatan relief di dinding Karmawibhangga, ditemukan waditra (alat musik) berdawai dengan resonator langsing yang bentuknya relatif persegi panjang dan sedikit menggembung ke sisi samping kanan-kiri pada bagian tengah. Dari detail visualnya alat musik tersebut dikenali sebagai sape' atau sampe', alat musik tradisional Suku Dayak di Pulau Kalimantan.Â
Nama sampe' atau sape' yang tersemat pada alat musik petik kebanggan Suku Dayak ini, juga berasal dari cara memainkannya yang dipetik. Kosakata sampe' dalam bahasa lokal Dayak maknanya "memetik dengan jari" khususnya untuk suku Dayak Kenyah, sedangkan sebutan sape'Â digunakan oleh Suku Dayak Bahau dan Kayaan. Sementara Suku Dayak Modang mengenal alat musik petik ini dengan sebutan sempe, sedangkan Suku Dayak Tunjung dan Banua mennyebutnya dengan kecapai.Â
Konon alat musik sape’ diciptakan oleh pemuda yang selamat dari kecelakaan sampan yang akhirnya terdampar di sebuah daratan kecil di tengah sungai. Dalam renunganya, si-pemuda mendengar suara musik dari dasar sungai yang menginspirasinya untuk membuat alat musik dengan bunyi yang identik dengan yang didengarkannya tadi.
Uniknya, bentuk resonator Sape' yang biasanya dibuat dari jenis kayu keras, kuat dan tahan lama, seperti kayu ulin, kayu arrow, meranti, kayu kapur dll yang  bagian kepalanya biasa dihias dengan visualisasi kepala burung Enggang itu bentuknya menyerupai sampan, langsing memanjang dan penuh dengan motif ukiran khas Dayak yang sangat mempesona.