Rumus mengelola harta (keuangan) yang baik adalah dengan membaginya menjadi tiga bagian, sepertiga untuk sedekah, sepertiga untuk rumah tangga, dan sepertiga lagi untuk modal.
Rumusan dasar mengelola harta (keuangan) diatas bisa juga disebut sebagai "Rumus Bagi Tiga", didasarkan dari (HR. Ahmad [2/296 no. 7928] dan Muslim [8/222, 223]) sedangkan versi kedua dari hadits ini, dengan sanad hadits sama, dari Wahb bin Kaisan sampai kepada Abu Hurairah ra, ada sedikit perbedaan redaksionalnya, walaupun esensinya tetap sama. Di hadits versi kedua, redaksi sepertiga harta untuk sedekah, diperinci/diperjelas menjadi "sepertiganya untuk orang miskin, peminta-minta, dan para perantau (ibnusabil).”
Rumusan yang bersumber dari sabda Rasulullah SAW ini bisa menjadi rujukan siapa saja untuk mengelola keuangan (harta) dengan basis harapan keberkahan dari Allah SWT di dunia dan akhirat. Luar biasanya, tidak sekedar Sami'na wa Atha'na semata, kita juga bisa mengkaji dan membdahnya!
Kisah yang bersumber dari hadits ini, lebih populer atau lebih umum dikenal masyarakat sebagai kisah sepetak sawah/ladang/kebun milik petani yang sangat diberkahi oleh Allah SWT, karena selalu mendapatkan siraman air hujan yang cukup secara kontinyu, ketika sawah/ladang/kebun milik petani lain kering-kerontang tidak mendapatkan air setetespun dan jawabnya, ternyata adalah "Rumus Bagi Tiga" diatas.
Baca Juga : Kisah Kecerdikan Utsman bin Affan "Mengakuisisi" Sumur Yahudi
Kalau diperhatikan lebih detail dan seksama, ada konsep keseimbangan yang adil dan sangat masuk akal dalam konsep "rumus bagi tiga" yang dalam konteks asalnya memang mengacu pada harta pendapatan dari seorang petani atau pekebun tersebut.
"Rumus bagi tiga" ini layaknya sebuah sistem berkonsep segitiga tertutup yang diantara ketiga elemennya saling terhubung dan saling memberi manfaat, sehingga bila salah satunya tidak dihidupkan atau tidak aktifkan maka sistem akan lumpuh dan secara perlahan akan mematikan semua elemen.
Insha Allah, dengan konsep keseimbangan yang adil dalam "rumus bagi tiga" diatas, kita bisa lebih mudah memposisikan harta sesuai pada proporsinya yang pada gilirannya juga akan membawa kita pada konsep kezuhudan. Dimana kita lebih dewasa memperlakukan harta, bukan lagi semata-mata berstatus sebagai budak dunia dan disaat bersamaan lebih merdeka untuk menuju kepada Sang Khaliq. Umumnya kalau sudah diposisi ini, apapun usahanya untuk menambah harta, tidak akan memudaratkannya.
Tanda-tandanya adalah, ketika kita mulai bisa memperlakukan harta layaknya toilet! Tidak mungkin ada cinta dan keterpautan hati kita dengan toilet yang sejatinya menjadi tempat najis, sehingga kita datangi hanya saat ingin buang hajat saja. Meskipun, tetap wajib dirawat dengan baik agar bisa memberi manfaat semaksimal mungkin. Itulah harta!
Baca Juga : Syahdunya Lantunan Tarhim Syaikh Mahmoud Al-Hussary Memang Ngangeni