Kecelakaan Bus Pemicu Trauma
Kecelakaan maut antara dua bus penuh penumpang, layaknnya adu banteng di tengah hutan di salah satu daerah di Jawa Timur tahun 1982 silam ternyata begitu membekas dalam alam bawah sadar saya.Â
Saat tersadar, saat itu saya merasa berada di kedalaman air keruh berwarna cokelat kemerah-merahan dan tidak bisa melihat apapun. Ditengah kesadaran yang masih belum sempurna, saya merasa ada tangan yang merengkuh tubuh saya dan membawa saya naik ke permukaan.Â
Sesampai di pemukaan air, saya baru bisa melihat pemilik tangan kokoh yang berkenan mengangkat tubuh mungil saya yang saat itu belum genap menjadi balita sampai permukaan. Sayang, wajah yang dibagian pelipis kirinya tampak sobek itu sama sekali tidak saya kenali, karena seluruh mukanya tertutup warna merah darah segar.
Baca Juga : Â Terus Berikhtiar, Pasar Wadai Ramadan-pun Move On ke Layanan Online
Sampai saat ini, saya masih ingat dengan nada berat suaranya yang berusaha menenangkan saya, saat membawa tubuh saya menuju ke tepian sungai dengan cara berenang .Â
"Tenang ya dik, Insha Allah kita selamat!" ucapannya saat itu.
Sayangnya, sejak sosok itu menyerahkan saya kepada seseorang di tepi sungai yang seluruh tubuhnya juga terbalut darah segar berwarna merah, saya tidak pernah lagi melihat, bertemu apalagi mengenali sosok yang telah menyelamatkan saya dari dasar sungai. Saya ingat, setelah menyerahkan saya kepada seseorang di pinggir sungai sosok itu pamit untuk kembali lagi ke dalam air untuk menyelamatkan korban yang lain dan saya dibawa oleh masyarakat yang kebetulan lewat ke Puskesmas terdekat.
Efek Trauma
Alhamdulillah, dalam kecelakaan maut yang menewaskan lebih dari separuh penumpang bus itu, saya, adik, ibu dan bapak semua selamat, kecuali saya yang hanya mengalami luka lecet di punggung kaki sebelah kanan, ibu, bapak dan adik saya semuanya mengalami patah tulang pada tangan dan kaki serta beberapa luka memar di bagian tubuh lainnya.
Hanya saja, tanpa saya sangka-sangka kecelakaan maut yang akhirnya juga menenggelamkan dua bus sampai tidak terlihat bangkainya di kedalamn salah satu sungai terbesar di Jawa Timur itu berbuntut sangat panjang dan membekas begitu dalam di alam bawah sadar saya. Akibatnya, tanpa saya sadari saya menjadi takut dengan air alias aquaphobia.