Di penghujung ramadan, tema mudik atau Urang Banjar menyebutnya sebagai bulik madam atau ada juga yang menyebutnya sebagai bulik kampung, selalu menjadi buah bibir masyarakat nusantara. Bahkan jauh-jauh hari, biasanya berbagai media, terlebih media elektronik sudah memulai memberikan porsi liputan juga pemberitaan ekstra dengan beragam kreatifitasnya masing-masing demi memberikan informasi teraktual terkait mudik kepada pemirsa.
Fenomena mudik di Indonesia yang biasanya mulai masif terjadi sejak H-7 lebaran, memang selalu menarik untuk dicermati. Selain tiap episodenya selalau memunculkan kisah-kisah fenomenal yang bisa saja menguras adrenalin, emosi, juga tangis dan gelak tawa, pergerakan manusia dalam jumlah besar secara hampir bersamaan ini juga memicu dampak sosial yang tidak sedikit dan sederhana, baik dampak positif yang diyakini banyak pihak seperti adanya pergerakan perekonomian, transfer teknologi dan juga transfer knowledge, maupun yang negatif seperti arus urbanisasi tanpa bekal keterampilan spesifik, juga meningkatnya angka kriminalitas dan kecelakaan di jalan raya.
Inilah uniknya fenomena mudik di Indonesia, dirindukan sekaligus sering diratapi disaat yang bersamaan! Lanjut mudik, kang?
Mudik 2020 & Pandemi Covid-19
Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, sepertinya lebaran tahun 2020 kali ini akan menjadi kenangan tersendiri bagi seluruh mudikers di seluruh nusantara bahkan juga dunia. Pandemi covid-19 alias invasi penyebaran virus corona ke seluruh dunia, termasuk Indonesia telah memaksa pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan kedaruratan untuk memutus mata rantai penyebarannya, salah satunya yang paling "panas" adalah dengan melarang aktifitas mudik kepada seluruh masyarakat terutama di daerah yang memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), zona merah, dan aglomerasinya. Â
Dikhawatirkan, para mudikers yang pulang kampung dari daerah epicentrum zona merah yang telah diidentifikasi terkontaminasi virus corona, juga akan membawa pulang (carrier) virus tersebut ke kampung halaman, sehingga secara tidak sengaja bisa saja menularkannya kepada anak, istri, orang tua atau orang-orang terdekat serta terkasih lainnya, bahkan rantai penyebarannya bisa saja terus bersambung dan berkembang kemana saja!
Apalagi seperti yang kita ketahui, mayoritas yang kita sebut sebagai mudikers ini merupakan representasi dari Kota Jakarta yang sejak awal memang menjadi pusat dari epicentrum covid-19 di Indonesia. Karenanya, pemerintah melarang keras aktifitas mudik pada tahun ini, apalagi mudikers dari wilayah Kota Jakarta. Â
Uniknya, larangan mudik dari pemerintah yang jelas-jelas bermaksud baik untuk mengendalikan pandemi covid-19 ini ditanggapi secara beragam oleh masyarakat, terutama para mudikers dan juga yang mengaku terpaksa menjadi mudikers, karena sudah tidak ada lagi penghasilan/pendapatan untuk bertahan hidup karena berbagai sebab, tapi yang pasti masih menjadi efek domino dari pandemi covid-19. Nah, khusus untuk mudikers jenis kedua tersebut, seharusnya pemerintah juga tidak boleh tutup mata, harus dicarikan solusi terbaiknya.
Mungkin,  respon yang paling menarik perhatian adalah pemberitaan terkait kreatifitas sedikit "nakal" para mudikers yang memaksakan diri mudik dengan cara-cara yang sebelumnya sama sekali tidak terbayangkan, seperti sembunyi dalam kontainer yang penuh dengan tumpukan barang, sembunyi dalam mobil pick-up yang ditutup terpal bersama-sama denga barang-barang dan banyak lagi yang lainnya. Sunggh sangat disayangkan, demi mudik para mudikers rela mengesampingkan keamanan dan keselamatan jiwanya sendiri. Â