Fakta Kesenian Wayang Nusantara
Masyarakat Indonesia tentu sangat familiar dengan kesenian wayang, salah satu  kesenian warisan leluhur yang mempunyai varian paling beragam dalam budaya berkesenian, khususnya seni pertunjukan di lingkungan masyarakat Indonesia.Â
Meskipun ragam kesenian wayang dikenal lebih banyak tumbuh dan berkembang di Pulau Jawa dan Bali, faktanya di Kalimantan Selatan sampai saat ini masih eksis dua jenis pertunjukan kesenian wayang, yaitu wayang Gung (sejenis wayang orang Jawa) dan Wayang Kulit Banjar. K
edua jenis wayang yang tumbuh dalam budaya masyarakat Banjar tersebut sekilas memang mempunyai kemiripan dengan "saudara-nya" di Pulau Jawa, khususnya dalam konteks tema cerita. Tapi untuk aspek lainnya, relatif berbeda. Mungkin istilah "serupa tapi tak sama" bisa mewakili hubungan kekerabatan diantara keduanya.
Wayang berasal dari kata 'Ma Hyang' yang artinya menuju kepada roh spiritual, dewa, atau Tuhan Yang Maha Esa. Ada juga yang mengartikan wayang adalah istilah bahasa Jawa yang maknanya 'bayangan', merujuk pada konteks pertunjukan wayang kulit dimana penonton juga bisa menonton pagelaran wayang dari sisi belakang kelir atau dibelakang layar, sehingga melihat kelebatan bayangannya saja.
Perjalanan panjang kesenian wayang Indonesia mencapai klimaks sejak mendapatkan pengakuan dari UNESCO (United Educational, Scientific and Cultural Organization), badan PBB yang khusus mengurusi masalah pendidikan dan budaya pada tanggal 17 November 2003 di Kota Paris. Â Wayang (kulit) Indonesia diakui sebagai karya agung budaya dunia dengan titel "Masterpiece of the Oral and Intangible Heritage of Humanity". Secara resmi, penyerahan sertifikat/Piagam Penghargaan UNESCO diserahkan pada tanggal 21 April 2004 juga di Paris, Perancis. Inilah salah satu alasan kita harus bangga memiliki wayang?
Secara faktual, Indonesia memiliki beragam jenis wayang yang tumbuh dan berkembang sejalan dengan kultur budaya masing-masing daerah di seluruh nusantara yang sudah pasti masing-masing juga mempunyai ciri khas, keunikan dan juga gaya teknis pertunjukan yang berbeda-beda.
Berangkat dari keunikan dan keragaman itulah, pemerintah akhirnya merasa perlu untuk membangun museum khusus wayang di gedung yang terlihat artistik, bekas bangunan gereja milik penjajah Belanda di Jalan Pintu Besar Utara No. 27 Jakarta Barat atau di kawasan Kota Tua Jakarta yang diresmikan oleh Gubernur DKI Jakarta Bapak H. Ali Sadikin pada tanggal 13 Agustus 1975 dan sejak 16 September 2003 mendapat perluasan bangunannya hibah dari Bapak H. Probosutejo.Â