Mohon tunggu...
kaekaha
kaekaha Mohon Tunggu... Wiraswasta - Best in Citizen Journalism 2020

(Mantan) Musisi, (mantan) penyiar radio dan (mantan) perokok berat yang juga penyintas kelainan buta warna parsial ini, penikmat budaya nusantara, buku cerita, sepakbola, kopi nashittel, serta kuliner berkuah kaldu ... ingin sekali keliling Indonesia! Email : kaekaha.4277@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Sampai Kapan Tradisi Kuliner Berbahan Anak Ikan Tersedia di Meja Makan Urang Banjar?

18 Januari 2020   22:58 Diperbarui: 19 Januari 2020   17:32 1033
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anak Ikan Dijual Bebas di Salah Satu Pasar di Kalsel (dokpri)

Umumnya harga anak ikan campur dijual antara 50-100 ribuan/kilo dan 10-20ribuan/gelas. Biasanya yang menjadi primadona tetap saja, anakan ikan haruan atau Ikan Gabus (channa striatus) dan Papuyu atau ikan betok/betik (Anabas testudineus) yang biasanya persediannya juga sangat terbatas, sehingga harganya menjadi semakin lebih mahal dibanding yang lainnya!

Penangkapan dan penjualan anakan ikan untuk keperluan konsumsi ini tetap berlangsung dan terus terjadi meskipun aturan hukum secara berlapis dari provinsi ke daerah telah diterbitkan, juga berbagai penyuluhan, operasi dan juga razia yang terus dilakukan tanpa henti. 

Kok bisa!? Jawabannya, karena tingginya permintaan di pasar (masyarakat). Di sinilah berlaku hukum demand dan supply atau adanya barang karena adanya permintan. Ini faktual!

i7u-20200112-081059-lg-1000-5e232b08097f3678e6151183.jpg
i7u-20200112-081059-lg-1000-5e232b08097f3678e6151183.jpg

Uniknya, di level masyarakat banua sendiri dan lebih spesifik di Urang Banjar sendiri, tidak semua sepakat dan menerima kebiasaan menangkap anakan ikan secara massive setiap tiba awal musim penghujan ini.

Meskipun diantaranya mungkin tetap saja merasa nyaman menikmati kuliner berbahan anakan ikan semacam paisan anak ikan dan juga  pakasam atau Iwak Samu.

Selain kalangan akademisi dan pemerhati/penggiat lingkungan umumnya kalangan yang menolak eksploitasi anakan ikan ini adalah para pemairan (pemancing dengan joran bambu panjang) dan juga petani atau penggarap sawah di rawa lebak yang disela-sela menggarap atau memelihara tanaman padinya juga biasa menangkap ikan di area sawahnya yang melimpah.

Sampai kapan kuliner berbahan anak ikan ini terhidang di meja makan kita?

dok. Kombatan
dok. Kombatan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun