"Kegemilangan terbesar kita bukanlah karena kita tidak pernah jatuh, tetapi karena kita bangkit setiap kali kita jatuh". (Confucius)
Dahsyatnya Dampak Sistemik Kegagalan Ekonomi Regional Kalimantan Selatan
Perjalanan kehidupan ini memang layaknya sebuah roda pedati yang berputar. Ada saatnya harus cepat introspeksi dan beradaptasi ketika posisi sedang dibawah.Â
Begitu pula ketika posisi sedang diatas, tetap harus waspada, tanggap sasmita, tidak boleh terlena dan tergoda untuk lupa diri, adigang adigung adiguna, sehingga tidak siap ketika tiba-tiba roda yang berputar ternyata masih harus berputar lagi.
Kisah tamsil "roda" seperti diatas benar-benar kami alami saat perekonomian regional Kalimantan Selatan benar-benar jatuh di titik terendah dalam sejarah ekonomi banua, sekitar tahun 2014-2016 yang  sampai sekarang masih terasa efeknya akibat rontoknya bisnis si-emas hitam alias batubara, komoditas utama penopang perekonomian Kalimantan Selatan.
Seumur-umur baru sekali ini secara riil saya melihat sendiri "dahsyatnya"dampak sistemik dari sebuah kegagalan sistem perekonomian regional sebagai akibat dari jatuhnya core bussines di kawasan regional tersebut.
Turunnya harga pasar internasional, banyaknya buyer atau pelanggan tetap yang menyetop pembelian, tidak terjaganya mutu batubara plus stok yang berlebihan akibat proses produksi yang tidak terkontrol, penegakan regulasi pemerintah yang semakin baik dan isu internasional terkait dampak lingkungan pemakaian batubara yang semakin menguat diduga menjadi penyebab dari jatuhnya bisnis batubara yang dampaknya begitu dahsyat di Kalimantan Selatan.
Ekonomi regional terpuruk, daya beli masyarakat menurun drastis, kios-kios kecil, toko eceran sampai level grosiran-pun banyak yang gulung tikar, begitu juga dengan warung-warung makan, katering, laundry, rental mobil sampai tempat hiburan apalagi jenis usaha atau pekerjaan yang berhubungan langsung dengan pertambangan batubara, seperti geologis, rental alat berat dan kendaraan operasional, surveyor, broker, jasa keamanan, penyedia logistik, penyedia BBM dan yang lainnya, semuanya tutup satu persatu.Â
Kalaupun diantara mereka ada yang tersisa, selain karena faktor modal dan pasar yang sangat kuat, pastilah mereka dalam keadaan "hidup segan mati tak mau", sama seperti usaha toko kelontong kami.