Ada yang menarik di sepanjang jalan Ahmad Yani yang menghubungkan Kota Banjarmasin dengan Banjarbaru serta kota-kota lain di banua anam (enam kabupaten di bagian utara Kalimantan Selatan) ketika sinar sang mentari mulai memancarkan karhangatannya.
Di kiri-kanan jalan lintas propinsi ini, banyak sekali gerobak dorong dengan cirikhas warna hijau daun yang secara seragam menjajakan es kelapa khas NTB (Nusa Tenggara Barat) yaitu es kelapa yang memadukan lumernya kelapa muda pilihan dengan manis-gurihnya gula merah plus segarnya jeruk nipis.
Kemunculan puluhan (seluruh Kota Banjarmasin bisa ratusan) pedagang es kelapa khas NTB ini terlihat semakin banyak pasca bencana alam berupa gempa bumi dan tsunami mengguncang Pulau Lombok, NTB sekitar setahun yang lalu.
Seperti dikisahkan oleh Lalu Umar Jayadi atau biasa disapa dengan Bang Umar, pedagang es kelapa khas NTB langganan saya. Setelah Gempa berkekuatan 7,0 skala Richter mengguncang Lombok dan memporak-porandakan berbagai fasilitas ekonomi, sosial, pendidikan dan juga peribadatan baik milik pribadi maupun publik, stabilitas perekonomian sebagian besar masyarakat Lombok, khususnya yang terdampak bencana secara langsung seperti Bang Umar, juga ikut terdampak secara serius.
Setelah beberapa bulan tidak ada penghasilan, sedangkan kebutuhan untuk makan dan minum keluarga besarnya tidak bisa seterusnya mengandalkan bantuan, selain itu kebutuhan untuk biaya sekolah anak-anaknya serta beberapa tagihan kredit barang yang terlanjur menjadi tanggungannya secara normatif tetap harus di bayar, (walaupun saat itu ada kebijakan khusus untuk korban bencana)
Bang Umar beranggapan sistem keuangan keluarganya yang terganggu dan tidak stabil pasti akan mengganggu kelangsungan perjalanan bahtera rumah tangganya, karena tidak ada aktivitas ekonomi yang produktif sekreatif apapun ide mengelola keuangan semuanya akan sia-sia dan kalau dibiarkan rumah tangganya akan hancur.
Bang Umar Sedang Melayani Pembeli (dokpri)
Sedangkan alokasi dana tersisa baik dari bantuan yang masuk maupun pinjaman teman yang seharusnya untuk kebutuhan darurat, jadi tidak sesuai peruntukannya karena dipakai membayar angsuran kredit dan ini jelas-jelas salah, karena kebutuhan darurat tidak semuanya terpenuhi, sedangkan dari segi perbaikan ekonomi juga tidak akan memberi pengaruh yang signifikan.