Seumur-umur belum pernah sekalipun saya menemui orang mudik alias pulang kampung dengan perasaan sedih, kalaupun ada tangis dan air mata di dalamnya itu merupakan tangis bahagia dan air mata kerinduan yang membuncah ke segenap jiwa dan raga, untuk kedua orang tua, semua keluarga dan juga kampung halaman yang membesarkannya.
Ritual mudik ke kampung halaman di kaki Gunung Lawu yang sebagian besar selalu memberi  bonus berupa ragam "kisah hikmah", secara rutin saya lakukan saat masih tinggal di Pulau Jawa  terkhusus saat masih kuliah di Kota Tembakau di ujung timur Pulau Jawa dan saat berkarir di Ibu Kota Jawa Timur dan Ibu Kota Negara yang sebagian besar  saat masih belum berkeluarga. Sedangkan setelah berkeluarga, justeru kedua orang tua sayalah yang keliling ke kediaman anak-anaknya, termasuk ke kediaman kami di Kota 1000 Sungai.
Dalam ritual mudik saat itu, saya lebih banyak memanfaatkan ragam kendaraan umum seperti kereta api, bis AKDP dan minibus (travel) serta sepeda motor untuk menjelajahi jalanan Propinsi yang berjarak sekitar 400 km dari Kota Tembakau di ujung timur Pulau Jawa menuju kaki Gunung Lawu di Ujung barat Propinsi Jawa Timur.
Hanya saja, diantara empat jenis moda transportasi diatas yang  paling memberi kesan mendalam di setiap perjalanannya menuju kampung halaman adalah sepeda motor dan kereta api. Berbeda dengan bis AKDP dan minibus (travel), dengan sepeda motor selain lebih irit dan fleksibel karena bisa berhenti untuk berbagai keperluan kapan saja dan dimana saja, saya juga mendapatkan banyak kisah hikmah yang sangat bermanfaat bagi perjalanan hidup saya sampai saat ini. Kepingin tahu kisahnya?
Selama hampir empat tahun kuliah di Kota tembakau di ujung timur Pulau Jawa, sepeda motor merupakan moda transportasi yang paling sering saya pakai untuk melakukan ritual mudik ke kampung halaman di kaki Gunung Lawu, tepat diantara Propinsi Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Biasanya, saya mudik tidak sendirian, tapi bareng atau bersama-sama dengan teman-teman lain. Ada teman satu kos-kosan, teman satu kelas, teman ngopi bahkan teman yang baru kenal saat berangkat konvoi!Â
Ini asyiknya! Karena kota Tembakau posisinya di ujung timur dan selatan Pulau Jawa maka sebagian besar rombongan mudik saat itu ya ke arah barat dan utara, walaupun dengan tujuan yang berbeda-beda. Artinya, Â Semakin banyak anggota rombongan mudik, Â semakin banyak keluarga baru yang akan saya kenal dan dapatkan di sepanjang perjalanan. Seperti yang saya ceritakan pada kisah Warna-warni Pengalaman Mudik Simpel dan Asyik. Â
Sudah menjadi hobi dan kebiasaan saya dan sebagian besar teman mudik waktu itu, ketika lewat di kota atau daerah tempat tinggal saudara/keluarga dan juga teman, bisa teman satu kelas, satu kos atau bahkan teman ngopi di sekitar kampus, saya dan teman-teman usahakan untuk blusukan, singgah dan bersilaturahmi.
Banyak manfaat silaturahmi, bisa kenal dengan keluarga teman yang sudah barang tentu menambah daftar keluarga baru yang bisa menambah rejeki, selain itu kita juga bisa mengenal daerah baru tersebut lebih "intens", termasuk rekomendasi tempat kuliner serta wisata terbaik dan yang tidak kalah penting kalau ada "apa-apa" di jalanan sekitar daerah itu, kita tidak akan mengalami "masalah".
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!