Berburu Monas
Beberapa waktu yang lalu, saat berkesempatan kembali untuk ikut merasakan "segarnya" udara pagi Jakarta untuk waktu yang relatif agak lama, saya putuskan untuk menjadikan Taman Monas sebagai salah satu destinasi yang wajib masuk dalam daftar "jalan-jalan pagi" saya selama di Jakarta.Â
Kenapa wajib? Karena kebetulan saya menginap tidak jauh dari Monas dan bukan kebetulan kalau saya sudah lama nggak bisa menjenguk si jangkung dari tanah betawi tersebut, karena saya telah lama hijrah ke tanah harapan di seberang lautan.Â
Monas Hanya Terlihat Pucuknya dari Kamar Hotel (Foto : @kaekaha)
Tidak mau berlama-lama melewatkan lambaian
monas yang dari kamar tempat saya menginap cukup terlihat pucuknya saja! Saya mencari akal untuk tetap bisa bersua dengan monumen yang telah dibangun sejak tahun 1961 tersebut. Selepas pagi sampai malam, aktivitas saya penuh, nggak ada jedanya! Jadi, selepas subuh saja bisanya!Â
Baca Juga :Â Masjid Ar-Rohah, Oase Bersejarah di Tengah Riuh Jantung Kota Jakarta
Selepas sholat subuh hari pertama dan hari kedua di Jakarta, gatot alias gagal total. Situs bersejarah Masjid Ar Rohah tempat saya melakukan sholat Subuh di Jl. Abdul Muis ternyata lebih menarik perhatian saya saat itu. Di Masjid sederhana itu, meskipun tidak mendapatkan informasi yang cukup maksimal, setidaknya saya mengetahui kalau bangunan ini ternyata menyimpan sejarah penting bagi masyarakat Betawi dan Jakarta.
Saluran Cideng dengan Latar Belakang Gedung-gedung Tinggi (Foto : @kaekaha)
Hari ke-3 barulah kesempatan itu datang. Selepas sholat Subuh di situs bersejarah
Masjid Ar Rohah yang lokasinya tidak jauh dari silang Monas, masih pakai sarung dan peci
plus sandal jepit saya menyusuri Jl. Abdul Muis, setelah sampai di perempatan SMK Negeri 38, belok kiri menyusuri jalan Taman Kebon Sirih yang di sebelah kanannya terdapat sungai yang biasa disebut dengan Saluran Cideng.
Berjalan kaki menyusuri Jl. Taman Kebon Sirih di pagi yang relatif masih gelap ini, kendaraan bermotor yang lewat relatif masih  jarang. Sepanjang jalan, saya lebih banyak ditemani oleh lalu-lalang pedagang-pedagang kopi bersepeda berbagai usia yang sejak sebelum kumandang Azan Subuh sudah nampak menjajakan kopinya.
900-img-9815-5c341261ab12ae5d7c11d8d6.jpg
Dari sepanjang jalan ini, tugu Monas yang diarsiteki oleh Frederich Silaban dan R. M. Soedarsono ini masih belum terlihat, karena tertutup pepohonan dan bangunan-bangunan tinggi menjulang puluhan tingkat yang mendominasi hampir sepanjang jalan. Setelah sampai di perempatan yang ada Tugu Jam-nya, perjalanan belok kekiri menyusuri
double way Jl. M.H. Thamrin. Setelah melewati kantor Kementerian ESDM, barulah si Jangkung kembali terlihat. Itupun masih setengah badan.Â
Baca Juga :Â Bernostalgia dengan Mainan Anak-anak Tempo Dulu di Kota Tua Jakarta
Berjalan di salah satu jalanan protokol Jakarta yang biasanya ramai ini, saya jadi terheran-heran. Kok tumben, jam segini jalanan Jakarta masih lengang! Tapi tidak lama kemudian semua terjawab! Dari layar HP saya mendapat informasi, kalau hari ini ternyata hari libur alias tanggal merah! Pantes...!Â
Jl. Silang Monas Barat Daya ( Foto : @kaekaha)
Karena jalanan masih sepi, dengan mudah saya bisa menyeberang ke pintu masuk Monas di sudut sebelah barat daya yang lebih dikenal dengan Jl. Silang Monas Barat Daya. Alhamdulillah, dari sini Si Jangkung sudah kelihatan sangat jelas berikut dengan ragam aktivitas pagi warga di sekelilingnya dan yang mengesankan saya adalah "fakta" masih rimbunya hutan kota di sekeliling Tugu Monas yang semakin membuat segar udara pagi itu.
Lihat Trip Selengkapnya