Baru saja, seluruh bangsa Indonesia terkesiap, terkesima dan takjub oleh kisah viral dari seorang anak muda berumur 18 tahun kelahiran Lombok Utara, NTB, Lalu Muhammad Zohri. Campur aduk rasanya ketika melihat video kemenangan Zohri berikut drama yang menyertainya di lintasan lari 100m dalam ajang Kejuaraan dunia junior di Tampere, Finlandia beberapa waktu yang lalu.
Polemik tentang bendera merah putih yang dibawa Zohri pasca kemenangannya, latar belakang ekonomi keluarga Zohri yang teramat sederhana sampai nasib baik Zohri setelah drama kemenangannya viral di dunia maya, semuanya seakan telah menyihir seluruh bangsa ini. Ada harapan, ada kekecewaan, ada tangis haru bahagia semua bercampur jadi satu, semua melebur dalam kebanggaan.
Viral-nya prestasi membanggakan Lalu Muhammad Zohri berikut drama yang menyertainya, ternyata ikut membuka kembali kisah-kisah heroik putra-putra terbaik bangsa ini yang "kebetulan" tidak mendapatkan perhatian yang selayaknya oleh pihak-pihak terkait dan berwenang seperti apa yang dialami Zohri sebelum kisahnya viral di dunia maya.
Salah satunya yang sedang viral dan menjadi buah bibir masyarakat Indonesia adalah kisah perjalanan Fauzan Noor, pemuda dari Banjarmasin, Kalimantan Selatan, menjuarai even WASO World Championship, yaitu event Karate Tradisonal tingkat Dunia di Praha, Ceko akhir 2017 yang lalu.
Keberangkatan Fauzan Noor bersama pelatihnya Mustafa, ke Praha Ceko, sejak awal memang sudah dilingkupi dengan drama.
Karena Federasi (FKTI) tidak mempunyai dana untuk memberangkatkan mereka, mereka berdua harus pontang-panting mencari pinjaman. Untuk membuat paspor berikut “sangu”, Mustafa dipinjami oleh adiknya, sedangkan Fauzan meminjam tabungan ibunya yang seorang tukang pijat.
Dengan modal semangat dan nekat, mereka memutuskan berangkat ke Jakarta dan untuk menghemat mereka tidur dirumah sensei.
Untuk berangkat ke Ceko, mereka dibantu oleh seorang anggota dewan yang mau menalangi biaya sekaligus mengurus semua persyaratan dan kebutuhan untuk berangkat ke Ceko. Sedangkan pihak panitia di Ceko juga memberi bantuan (baca : talangan) kepada mereka berdua selama mereka di Praha, tapi harus dibayar setelah even selesai atau kalau mereka mau pulang ke Indonesia!
Akhirnya dengan bekal semangat dan nekat ditambah mie instan, roti dan snack kacang mereka berangkat ke Ceko dan selama 2 minggu di sana hanya memegang uang yang setara dengan 600 ribu rupiah.
Dimana Negara?